tirto.id - Pemerintah mengklaim telah melakukan upaya menstabilkan nilai tukar rupiah yang saat ini tengah melemah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyakini kebijakan ekonomi tersebut akan akan berhasil meski dampaknya belum terlihat dalam waktu dekat.
"Kita sudah bergerak, tapi secepat-cepatnya bergerak, respons di pasar tidak kalah cepatnya. Jadi artinya perlu waktu, sehingga kita percaya hari-hari ini kurs akan lebih tenang dibandingkan hari-hari kemarin," kata Darmin saat ditemui di Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Darmin mengatakan kebijakan ekonomi pemerintah telah diupayakan untuk memperbaiki kinerja neraca perdagangan maupun neraca transaksi berjalan yang saat ini masih tercatat defisit dan menjadi salah satu penyebab terjadinya pelemahan rupiah.
Upaya tersebut, antara lain, dengan memperbaiki proses kemudahan berusaha melalui sistem pelayanan terpadu (OSS) untuk mendorong investasi berbasis ekspor maupun substitusi impor dan memberikan insentif pajak kepada pelaku usaha.
Kemudian, tambah Darmin, pemerintah mendorong pemanfaatan bahan bakar biodiesel (B20), untuk mengurangi impor BBM terutama solar dan menekan impor migas, yang selama ini rutin menjadi penyumbang terbesar defisit neraca perdagangan.
"Kalau ini berjalan, semestinya neraca perdagangan bisa selesai, pada akhir tahun. Tapi, neraca transaksi berjalan, memang belum, meski kami harapkan bisa mulai turun dari triwulan II sebesar tiga persen terhadap PDB, menjadi 2,6 persen-2,7 persen terhadap PDB, di akhir tahun," ujarnya.
Selain itu, untuk memperkuat devisa, pemerintah berupaya untuk meningkatkan gairah sektor pariwisata agar jumlah kunjungan wisatawan asing melalui pemberian KUR bagi pelaku usaha maupun jasa yang ingin berinvestasi dalam bisnis ini.
"Itu semua sudah disiapkan, tapi yang investasi mana? Iya harus pelan-pelan, kita tidak bisa paksa orang untuk investasi. Kita cuma bisa menawarkan, ada fasilitas ini dan bunganya murah," ujar Darmin.
Darmin memastikan melalui perbaikan dalam neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan secara keseluruhan, maka fundamental ekonomi akan semakin kokoh, karena pemerintah tidak bisa mengantisipasi terjadinya sentimen dari eksternal.
"Kalau ada sentimen, kita tidak bisa lagi menjawabnya dengan sentimen. Harus ada langkah konkrit juga. Di mana konkritnya, yaitu di titik lemah kita. Titik lemahnya di defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan," kata mantan Gubernur Bank Indonesia ini.
Rupiah dalam beberapa waktu terakhir terus mengalami penurunan. Tadi malam, nilai tukar dolar AS menyentuh angka 15.000 untuk beberapa saat. Pagi ini per pukul 11 sudah menguat menjadi Rp 14.959.