tirto.id - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Kamis (20/10/2022) pagi. Mengutip bloomberg pukul 10.40 WIB, mata uang Garuda tembus di level Rp15.577 per dolar AS atau melemah 0,51 persen. Pelemahan ini merupakan tertinggi sejak April 2020.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi sebelumnya sempat memperkirakan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif di rentang Rp15.470 - Rp15.540 per dolar AS.
Dia mengatakan dari sisi eksternal, pelemahan Rupiah disebabkan karena dolar AS naik lebih tinggi, memantul dari level terendah dua minggu setelah inflasi Inggris melonjak ke level tertinggi 40 tahun dan serangkaian komentar hawkish dari pejabat Fed. Inflasi Inggris meningkat lebih dari yang diharapkan pada bulan September, dengan indeks harga konsumen naik menjadi 10,1 persen pada basis tahunan, menyamai level tertinggi 40 tahun yang dicapai pada bulan Juli.
"Sementara angka ini akan meningkatkan tekanan pada Bank of England untuk melanjutkan pengetatan kebijakan moneter, itu juga menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga akan tetap tertekan, kemungkinan mengarah ke perlambatan ekonomi seiring berjalannya tahun," kata dia, Jakarta.
Selain itu, Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari mengatakan The Fed dapat mendorong suku bunga acuannya di atas 4,75 persen jika inflasi yang mendasarinya tidak mereda. Komentarnya datang hanya beberapa hari setelah data menunjukkan inflasi AS tetap keras di dekat level tertinggi 40 tahun meskipun serangkaian kenaikan suku bunga tajam tahun ini.
"Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic juga menekankan perlunya mengendalikan inflasi, mengutip tekanan pada pasar tenaga kerja dari kenaikan suku bunga dan harga," jelasnya.
Sementara dari sisi internal, pelemahan Rupiah terjadi di tengah-tengah kesuraman ekonomi dunia akibat krisis keuangan, pangan, dan energi yang terjadi saat ini dan ditambah dengan tekanan inflasi yang tinggi. Sehingga bank sentral global melakukan pengetatan menjadikan dunia dibayangi dengan ancaman resesi.
Dengan adanya ketidakpastian yang terutama diakibatkan oleh the perfect storm, sejumlah lembaga internasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2023 berada pada kisaran 2,3 persen -2,9 persen. Proyeksi tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2022 yang berada pada kisaran 2,8 persen-3,2 persen.
"Saat gejolak terjadi Indonesia menjadi titik terang di tengah-tengah kesuraman ekonomi dunia," imbuhnya.
Titik terang tersebut, menurutnya bisa menambah tingkat kepercayaan pemimpin dunia terhadap perekonomian Indonesia dan ini bisa dibuktikan dari data neraca perdagangan Indonesia (NPI) September 2022 yang kembali surplus sebesar 4,99 miliar dolar AS.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin