Menuju konten utama
TirtoEco

Keberadaan Ruang Terbuka Hijau Bikin Manusia Panjang Umur

Umur manusia tak hanya dipengaruhi oleh gaya hidup, tetapi juga lingkungan. Makin banyak ruang hijau di suatu kawasan, penduduknya akan makin panjang umur.

Keberadaan Ruang Terbuka Hijau Bikin Manusia Panjang Umur
Ilustrasi ruang terbuka hijau. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Memperpanjang usia hidup tidak hanya bisa diupayakan dengan gaya hidup sehat yang konsisten sejak masa muda. Impian panjang umur ternyata juga bisa dilakukan dengan cara sangat sederhana, yaitu tinggal di wilayah yang masih memiliki banyak ruang terbuka hijau.

Menurut studi yang diterbitkan di Science Advances pada Juni 2023, bermukim di wilayah dengan banyak ruang hijau bisa memperpanjang usia hidup seseorang hingga 2,5 tahun.

"Tinggal di dekat area hijau bisa menyebabkan perubahan biologis yang terjadi secara molekuler dan itu semua terdeteksi dalam darah," ujar seorang peneliti yang terlibat dalam riset tersebut.

Sederhana sekali, bukan? Akan tetapi, perlu dicatat bahwa apa yang "sederhana" belum tentu mudah dilakukan. Faktor penentunya bukan cuma pilihan pribadi, tetapi juga kebijakan pemerintah.

Ruang terbuka hijau saat ini menjadi barang mewah, terutama bagi orang-orang yang hidup di perkotaan. Di Jakarta, misalnya, hingga 2023 lalu, persentase ruang terbuka hijaunya berada di angka 5,2 persen. Padahal, angka idealnya, menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, adalah 30 persen.

Tentu saja kondisi Jakarta masih jauh dari kata ideal. Namun, sebenarnya ada jalan keluar yang bisa ditempuh, yaitu dengan terus menambah jumlah ruang terbuka hijau. Yang pasti, itu merupakan tanggung jawab pemerintah.

Apabila persentase ruang terbuka hijau ideal itu bisa terpenuhi, orang-orang Jakarta punya kesempatan untuk hidup lebih sehat dan, barangkali, lebih panjang. Contohnya sudah terjadi di Italia dalam beberapa tahun belakangan.

Revolusi Ruang Hijau Perkotaan di Italia

Pemerintah Italia memahami bahwa meningkatnya ruang terbuka hijau dapat menekan risiko kematian hingga 4 persen. Inilah yang kemudian diejawantahkan melalui berbagai inisiatif di beberapa region serta kota di negara tersebut.

Pada 2020, region Emilia-Romagna meluncurkan proyek untuk memperbanyak ruang hijau perkotaan sebesar 20 persen dalam satu dekade, dengan investasi awal sebesar 4,5 juta euro. Emilia-Romagna memang didesain untuk menjadi “koridor hijau” Italia, dengan total target 4,5 juta pohon baru di sana.

Secara nasional, cakupan ruang hijau di Italia telah meningkat secara signifikan. Di Milano, misalnya, luasan ruang terbuka hijau telah mencapai 13,8 persen. Ada sekitar 37 pohon untuk setiap 100 penduduk di sana. Atau, dengan kata lain, setiap warga bisa menikmati 18 meter persegi area hijau.

Manfaat penghijauan perkotaan di Italia dapat dirasakan secara langsung dan bersifat jangka panjang. Ruang hijau berfungsi mengurangi efek pulau panas perkotaan, membersihkan udara, dan menyediakan tempat rekreasi untuk mengurangi level stres.

Di Bologna, Firenze, dan Milano, upaya ini didanai secara nasional dan internasional, termasuk dari Bank Investasi Eropa yang telah berkomitmen mengucurkan bantuan 200 juta euro untuk regenerasi perkotaan berkelanjutan. Jika ditotal, sejak 2020, Italia sudah menerima investasi senilai lebih dari 1 miliar euro untuk transformasi hijau tersebut.

Jika dibedah lagi, Firenze punya rencana investasi yang lebih ambisius. Pemerintah setempat berkeinginan untuk mengintegrasikan taman, kebun komunitas, dan atap hijau, ke dalam struktur kota. Sejauh ini, program yang berjalan sejak 2022 sampai 2027 tersebut sudah berhasil mengurangi polusi serta menjaga keanekaragaman hayati.

Sementara itu, di Milano, sejak 2018, 100 ribu pohon baru ditanam setiap tahunnya. Targetnya adalah 3 juta pohon baru pada 2030.

Namun, inisiatif ini bukannya tanpa hambatan. Italia harus menyeimbangkan proyek penghijauan perkotaan dengan tantangan ekonomi akibat pembangunan perkotaan. Di Milano, misalnya, alokasi lahan untuk ruang hijau kadang-kadang dianggap sebagai pengorbanan, mengurangi peluang untuk pembangunan komersial dan perumahan.

Akan tetapi, untuk jangka panjangnya, ruang terbuka hijau bakal memakan biaya perawatan yang lebih sedikit ketimbang bangunan komersial atau perumahan. Plus, jumlah orang yang merasakan manfaat kesehatan bisa dipastikan bakal terus meningkat seiring bertambahnya ruang terbuka hijau.

Keberhasilan Italia menunjukkan bahwa investasi berkelanjutan dan political will mampu mengubah wilayah perkotaan menjadi tempat yang lebih sehat dan layak huni. Dengan memprioritaskan ruang hijau, mereka tidak hanya menangani masalah kesehatan yang mendesak, tetapi juga menciptakan fondasi untuk kehidupan perkotaan yang berkelanjutan.

Kisah Sukses dari Negara Lain

Italia sejatinya tidak sendirian dalam mengupayakan dan mengampanyekan inisiatif penghijauan tersebut. Singapura, yang sering disebut sebagai “The Garden City” atau "Kota dalam Taman", telah menjadi pemimpin global dalam mengintegrasikan alam ke dalam ruang perkotaan. Hampir setengah (47 persen) dari luas wilayah Singapura ditutupi oleh ruang hijau. Itu semua berkat pendekatan inovatif, seperti taman vertikal dan atap hijau.

Berdasarkan data Green Finance Platform, pemerintah Singapura telah menginvestasikan lebih dari 2 miliar dolar AS dalam inisiatif ini selama satu dekade terakhir. Impaknya, ruang hijau yang mereka ciptakan berhasil secara signifikan meningkatkan kualitas udara serta menurunkan suhu perkotaan. Upaya ini telah berkontribusi terhadap penurunan 15 persen penyakit pernapasan dan peningkatan 10 persen angka harapan hidup selama sepuluh tahun terakhir.

Freiburg di Jerman juga menjadi salah satu patron global perihal penghijauan. Dengan lebih dari dua per tiga lahannya ditetapkan sebagai ruang hijau, angka harapan hidup penduduk kota ini naik sampai dua tahun. Pemerintah setempat telah menginvestasikan 500 juta euro sejak tahun 2000 untuk desain perkotaan yang berkelanjutan. Salah satu di antaranya adalah zona bebas mobil dan koridor hijau, yang juga secara signifikan mengurangi emisi karbon.

Amerika Utara, tepatnya di kota Vancouver, Kanada, juga telah mencatat kemajuan yang luar biasa. Melalui Greenest City Action Plan, kota ini telah menanam lebih dari 150.000 pohon sejak 2010 dan bertujuan meningkatkan tutupan hutan kotanya. Untuk mencapai tujuan finalnya, Vancouver telah mengalokasikan dana hingga 200 juta dolar AS.

Contoh-contoh di atas menunjukkan, penghijauan perkotaan tidak hanya termasuk kebutuhan bagi lingkungan, tetapi juga membawa manfaat kesehatan untuk masyarakat. Sejumlah kota patron di dunia membuktikan bahwa investasi dalam infrastruktur hijau menghasilkan manfaat besar bagi kualitas udara, pengurangan stres panas, dan peningkatan kualitas hidup.

Ilustrasi ruang terbuka hijau

Ilustrasi ruang terbuka hijau. FOTO/iStockphoto

Bagaimana dengan Indonesia?

Di saat negara-negara maju sudah menghijaukan kembali kota-kotanya, Indonesia masih dihadapkan pada masalah tergerusnya ruang terbuka hijau, terutama karena maraknya urbanisasi. Kota-kota besar, macam Jakarta, Bandung, dan Surabaya, secara khusus merasakan dampak terparah.

Sudah disebutkan bahwa berdasarkan data pada 2023, ruang terbuka hijau di Jakarta tinggal 5,2 persen dari total luas wilayah, kecuali Kepulauan Seribu. Padahal, pada 1985, ruang terbuka hijau di sana masih cukup memadai (walau belum ideal) dengan persentase 25,85 persen.

Secara kolektif, wilayah perkotaan di Indonesia kehilangan hampir 20 persen ruang hijau selama tiga dasawarsa terakhir. Dua penyebab utamanya: Pembangunan yang tidak terkendali dan perencanaan tata kota yang buruk.

Konsekuensinya pun tak main-main. Suhu yang lebih tinggi akibat efek pulau panas perkotaan memperburuk penyakit yang berkaitan dengan panas dan masalah kardiovaskular. Belum lagi penyakit akibat polusi udara yang merupakan dampak tak terhindarkan dari menyempitnya ruang hijau di perkotaan.

Jakarta secara konsisten menempati peringkat teratas sebagai salah satu kota paling tercemar di Asia Tenggara, dengan tingkat kualitas udara sering kali melebihi batas aman. Studi yang terbit di National Library of Medicine menemukan, sekitar 10.000 kematian dini terjadi setiap tahun di Jakarta akibat polusi. Adapun biaya pengobatan masalah kesehatan akibat polusi diperkirakan mencapai 3 miliar dolar per tahun.

Kesehatan mental juga berisiko memburuk akibat kurangnya ruang terbuka hijau. Akses ke taman dan lingkungan alami telah terbukti mengurangi stres, kecemasan, dan depresi. Sayangnya, sebagian besar penduduk kota di Indonesia memiliki akses yang sangat terbatas atau bahkan tidak ada ke ruang hijau sama sekali.

Indonesia punya banyak sekali ketertinggalan yang harus dikejar. Solusinya, tak lain, adalah penghijauan. Akan tetapi, untuk mewujudkannya, harus ada political will yang kuat.

Selama prioritas pemerintah masih terus bermotif ekonomi jangka pendek, langkah-langkah yang bermanfaat jangka panjang tidak akan terwujud. Jika pemerintah abai dan lebih memilih membangun gedung megah yang menguntungkan secara ekonomi, harapan warga negara untuk memiliki umur panjang akan pupus.

Upaya memperpanjang usia harapan hidup tidak bisa dilakukan sendirian. Ada tanggung jawab pemerintah yang sangat besar di situ.

Baca juga artikel terkait KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Mild report
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadli Nasrudin