Menuju konten utama

Seorang Ibu Laporkan Dugaan Malapraktik Dokter di Kedoya ke KKI

Korban berinisial FF itu mengharapkan keadilan karena dirinya tidak bisa hamil lagi akibat kesalahan diagnosis dokter yang berpraktik di Kedoya itu.

Seorang Ibu Laporkan Dugaan Malapraktik Dokter di Kedoya ke KKI
FF (kanan), korban malpraktik, saat didampingi kuasa hukum dari Uly Samura and Associates, Haris Azhar (kiri), di kantor Konsil Kesehatan Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024). tirto.id/ Muhammad Naufal

tirto.id - Ibu muda berinisial FF (32) diduga menjadi korban malapraktik yang dilakukan seorang dokter di salah satu rumah sakit daerah Kedoya, Jakarta Barat. Akibat peristiwa itu, FF didampingi kuasa hukum dari Uly Samura and Associates melaporkan dokter tersebut ke Konsil Kesehatan Indonesia (KKI).

Kuasa hukum Uly Samura and Associates, Haris Azhar, berujar, Uly membuat laporan ke Konsil Kesehatan Indonesia atas dugaan aksi malapraktik sejak pekan kemarin.

"Saya enggak sebutkan dulu nama dokternya, yang kami duga sangat kuat dan berkeyakinan, dokter tersebut melakukan malapraktik," ucapnya di kantor Konsil Kesehatan Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).

Menurut Haris, dokter tersebut melakukan malapraktik yang serius, yakni salah membedah dan mengangkat saluran tuba FF saat sedang mengandung anak pertama. Aksi dokter tersebut mengakibatkan FF tidak bisa hamil padahal kandungan saat itu merupakan anak pertamanya. Anak pertamanya pun diangkat bersamaan dengan operasi tuba di rumah sakit lain setelah hamil selama 6 minggu. Oleh karena itu, Haris menilai malapraktik yang dilakukan dokter itu tergolong serius.

Selain melaporkan aksi malapraktik dokter tersebut, FF juga melaporkan soal upaya dokter memaksa FF untuk menyetujui operasi tanpa waktu konsultasi yang panjang serta memberikan keterangan bohong pasca-pembedahan.

Haris berharap, laporan mereka ke Konsil Kesehatan Indonesia membuat izin praktik dokter tersebut dapat dicabut. Selain membuat laporan ke KKI, Haris mengaku FF berencana melaporkan aksi malapraktik itu ke Komnas Perempuan dan Komisi Perempuan dan Anak Indonesia (KPAI). Haris pun tidak memungkiri bahwa mereka akan membawa kasus malapraktik yang dialami FF ke kepolisian. Namun, ia belum mengungkapkan kapan pihaknya akan membuat laporan ke aparat penegak hukum.

"Kita punya banyak permintaan, salah satunya si dokter tersebut harus dicabut izinnya, dan juga harus diinformasikan kepada publik supaya hati-hati dengan dokter ini," tutur Haris.

"Kayaknya polisi masih sibuk. Kita lihat saja, sabar," lanjut dia.

Kronologi dugaan malpraktik

Usai melaporkan ke KKI, FF bercerita, aksi dugaan malapraktik itu terjadi saat ia menjalani USG pertama pada 18 Juni 2024. Berdasar hasil USG, kehamilan FF belum diketahui. Ia kemudian menjalani pemeriksaan lain dengan dokter yang sama. Berdasarkan hasil pemeriksaan, FF diketahui mengalami pembuahan di luar kandungan alias kehamilan ektopik.

'Pas dicek ternyata ada kantung kehamilan, tapi di saluran tuba, sebelah kiri. Dia [dokter] bilang sebelah kiri. Iya [pembuahan] di luar kandungan," tuturnya di lokasi yang sama.

FF kemudian berkonsultasi ke dokter itu terkait apa yang harus dilakukan. Dokter menyarankan agar FF dioperasi karena ia dinyatakan telah mengalami pendarahan. Kata dokter tersebut, saluran tuba sebelah kanan FF harus diambil.

Mendengar itu, FF menyatakan saluran tuba yang harus dioperasi terletak di sebelah kiri. Namun, dokter bersikeras saluran tuba yang terletak di sebelah kanan.

FF kemudian mencari masukan dari dokter lain. Hasil pemeriksaan di dokter lain, FF dinyatakan mengalami ektopik. Karena itu, ia memutuskan untuk menjalani operasi dengan dokter di RS kawasan Kedoya tersebut.

"Aku putuskan, ya sudah untuk operasi. Pas operasi, selesai operasi, pulang, pulang dari rumah sakit. Itu sekitar dua minggu, aku masih ngerasain yang namanya mual, sakit perut sama keluar darah, pendarahan," sebut FF.

"Aku kira sudah masa pemulihan, akhirnya sudah masuk ke menstruasi, datang bulan, normal. Akhirnya, aku putuskan untuk balik, kontrol jahitan," lanjutnya.

Pada 2 Juli 2024, FF kembali menemui dokter yang sama. Ia kemudian menjalani pemeriksaan karena masih merasa sakit di perut sebelah kiri.

FF lalu menjalani pemeriksaan USG. Hasilnya, dokter menyatakan masih ada sisa pendarahan karena sisa operasi yang dijalani FF. Dokter pun meminta FF untuk menjalani operasi pembersihan sisa darah pada hari yang sama. Namun, FF enggan menjalani operasi saat itu juga. Ia menghubungi pihak keluarga untuk berkonsultasi. Saat itu, dokter tersebut menawarkan diskon 50 persen jika FF menjalani operasi pada hari yang sama.

"Dokternya bilang, saya akan bantu untuk kasih diskon 50 persen untuk tindakan dokter. Kalau ibu masuk sekarang, kalau ibu keluar dari rumah sakit ini dan balik lagi, saya tidak bisa menjamin saya masih bisa kasih diskon itu," kata FF mengikuti pernyataan sang dokter.

FF kembali menghubungi pihak keluarga karena tidak menjalani operasi. Oleh pihak keluarga, FF diminta menjalani pemeriksaan di fasilitas kesehatan lain. Hasil pemeriksaan di tempat lain, FF dinyatakan masih mengandung janin di saluran tuba sebelah kiri.

"Begitu dia [dokter lain] lihat USG itu, ternyata di saluran tuba sebelah kiri itu masih ada anak aku, masih ada janin. Dan itu masih berdetak jantungnya. Dan di situ aku kaget, aku langsung tanya, jadi yang kemarin operasi pertama itu apa yang diangkat, apa yang diambil," ungkapnya.

Akibat peristiwa itu, FF melaporkan dokter di kawasan Kedoya tersebut. Ia berharap tidak ada lagi korban yang mengalami peristiwa yang sama dengannya.

"Harapannya ya ada pertanggung jawaban. Terus, untuk ibu-ibu muda lainnya, mungkin bisa lebih selektif dan lebih cari tahu dulu deh. Ya hati-hati lah, hati-hati terhadap dokter-dokter," tutur dia.

Baca juga artikel terkait MALAPRAKTIK atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Andrian Pratama Taher