tirto.id - Roy Suryo mengirim surat ke Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk meminta mediasi dalam penanganan masalah Barang Milik Negara (BMN). Surat permohonan mediasi itu rencananya dikirim penasihat hukum Roy Suryo, hari ini, Senin (10/9/2018).
“Hari ini kami sampaikan undangan ke Kemenpora untuk mediasi,” kata penasihat hukum Roy, Tigor Simatupang kepada Tirto.
Permohonan mediasi itu dikirim Roy berselang beberapa hari setelah DPP Partai Demokrat menggelar rapat khusus membahas perkembangan kasus mantan menpora itu yang diduga belum mengembalikan barang milik Kemenpora pada Jumat (7/9/2018). Ia diberi batas waktu menyelesaikan masalah tersebut hingga Senin (17/9/2018) mendatang.
Persoalan Roy dan Kemenpora berpangkal dari terbitnya surat Nomor 5-2-3/SET.BIII/V/2018 yang ditandatangani Sekretaris Kemenpora, Gatot S. Dewa Broto pada 1 Mei 2018. Melalui surat itu, Kemenpora meminta Roy mengembalikan sejumlah barang yang masih ia bawa sejak tidak lagi menjadi menpora pada 2014.
Berdasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terdapat 3.226 unit BMN aset Kemenpora yang belum dikembalikan Roy. Kemenpora sebenarnya sudah pernah mengirim surat ke Roy untuk meminta pengembalian barang-barang tersebut, pada 2016 lalu.
Surat itu bernomor 1711/Menpora/INS/2016 dan ditandatangani Menpora Imam Nahrawi pada 17 Juni 2016. Tagihan itu dilayangkan ke Roy berdasar temuan BPK dalam surat Nomor 100/S/XVI/O5/2016 tanggal 3 Mei 2016.
Surat Kemenpora itu menyertakan lampiran yang memuat daftar rinci 3.174 unit barang milik negara yang masih belum dikembalikan oleh Roy Suryo. Total nilai ribuan unit barang itu ialah Rp8,51 miliar.
Berujung Pengembalian Barang atau Tidak?
Niat Roy mengirim surat untuk mediasi dengan Kemenpora sudah diketahui Gatot selaku sekretaris kementerian. Menurut Gatot, rencananya hari ini permintaan itu memang diterima Kemenpora. Akan tetapi, Gatot tidak mengetahui bagaimana penyelesaian masalah Kemenpora dengan Roy nanti.
"Katanya sih begitu [surat mediasi hendak dikirim Roy ke Kemenpora]. Belum tahu [bagaimana penyelesaian masalah BMN]" ujar Gatot.
Keinginan mediasi awalnya bukan muncul dari Roy Suryo. Menpora Imam Nahrawi lah yang pertama disebut berencana menemui Roy Suryo untuk mediasi.
Saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/9/2018) lalu, Gatot menyebut bosnya telah memberi usul mediasi itu sejak Rabu (5/9/2018). “Pak Menteri kemarin ada usul yang bagus memerintahkan kepada kami, kepada saya, untuk segera mempertemukan Pak Menpora dengan Pak Roy Suryo. Jadi duduk bareng," kata Gatot saat itu.
Rencana mediasi muncul setelah Roy sempat berencana melayangkan somasi kepada Kemenpora. Nahrawi, kata Gatot, ingin penyelesaian masalah kementeriannya dengan Roy Suryo dilakukan secara baik-baik.
"Karena tadi Pak Menteri [Imam Nahrawi] mengatakan jangan sampai euforia kesuksesan, suasana kegembiraan Asian Games ini juga malah larut ke dalam isu-isu yang lain," kata Gatot.
Bisa Dijerat Dugaan Korupsi
Pakar Kebijakan Publik dan Pembangunan Politik Universitas Padjajaran Affan Sulaiman mengatakan, barang-barang tersebut harus dikembalikan Roy Suryo jika dibeli atas nama Kemenpora. Alasannya, barang itu adalah milik negara yang dikelola oleh institusi Kemenpora.
"Saya kira kalau dibeli atas nama Kemenpora, pasti masuk dana APBN dan bukan dana taktis menteri. Jadinya harusnya dikembalikan," kata Affan kepada reporter Tirto, Sabtu (8/9/18).
Kendati demikian, Affan mengatakan yang menjadi persoalan adalah kebenaran bahwa 3.174 aset tersebut dipegang oleh Roy Suryo sendiri atau juga dipegang oleh pejabat dan staf lain bawahan Roy saat di Kemenpora.
"Harus dicek dan diricek lagi apa semua barang itu ada di Roy Suryo. Bisa juga ada di tangan pejabat atau staf lain saat dia menjabat," kata dia.
Hal senada diungkapkan Reza Syawawi dari Transparency International Indonesia (TII). Menurut Reza, jika barang itu tidak dikembalikan, Roy Suryo bisa dijerat dengan pasal pidana khusus atas dugaan melakukan korupsi.
"Setidaknya sudah memenuhi unsur melawan hukum [temuan BPK], memperkaya diri atau pihak lain, merugikan keuangan negara. Lihat pasal 2 ayat 1 UU Tipikor," kata Reza kepada Tirto, Sabtu (8/9/18).
Pada pasal 2 ayat 1 tertulis "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)."
Reza menilai, BPK sudah serius melakukan audit keuangan negara. Ketika ada temuan, sudah semestinya ditindaklanjuti. “Sekarang posisinya masih sekadar temuan administratif, jika itu tidak ditindaklanjuti, baru masuk ranah pidana," kata Reza.
Sementara itu, pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, jika Roy terbukti membawa barang-barang Kemenpora, tindakan Roy dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Fickar menambahkan, perkara korupsi akan tetap jalan meskipun yang bersangkutan telah pengembalian kerugian negara. Menurut Fickar, hal itu sesuai dengan ketentuan UU Tipikor No 31/1999 yang menyebut bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghentikan penuntutan terhadap tindak pidana korupsinya.
“Secara juridis penuntutan terhadap seseorang dalam perkara pidana didasarkan pada telah dilakukannya perbuatan pidana yang secara tersurat dilarang oleh UU, jadi seseorang dituntut pidana, itu tuntutan terhadap perbuatannya,” kata Fickar kepada Tirto, Senin (10/9/2018).
Sedangkan kerugian yang terjadi akibat perbuatan pidana itu, kata Fickar, menjadi ranah penuntutan secara perdata. “Jadi meskipun secara perdata kerugian telah di-recovery atau telah diselesaikan, namun tuntutan terhadap perbuatan kriminalnya tidak dapat dihapuskan,” kata dia.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Abdul Aziz