tirto.id - Muhammad Rizieq Shihab mengaku dicekal oleh pemerintah Indonesia sehingga tidak bisa pulang dari Arab Saudi. Untuk mempertegas klaimnya, pentolan Front Pembela Islam (FPI) itu pernah menunjukkan dua surat pencekalan dalam sebuah video yang ditayangkan oleh Front TV di Youtube.
Ada dua narasi utama yang muncul mengiringi kepergian yang tak kunjung kembali ini: pertama, Rizieq diasingkan; kedua, dia kabur.
Narasi diasingkan dikemukakan oleh kelompok Rizieq, misalnya oleh Slamet Maarif selaku Juru Bicara FPI sekaligus Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212.
"HRS (Habib Rizieq Shihab) memang diskenariokan untuk diasingkan," katanya 11 November lalu di DPP FPI, Petamburan.
Pun oleh Rizieq sendiri. Dalam sebuah video yang diputar dalam Reuni 212 di Monas, Senin (2/12/2019) kemarin, Rizieq bilang, "yang terjadi pada saya saat ini tidak lain dan tidak bukan adalah pengasingan oleh rezim penguasa Indonesia saat ini."
Selain diasingkan, narasi terkait dan lebih dominan adalah 'dicekal'.
November lalu dia mengatakan dicekal "sejak satu tahun tujuh bulan yang lalu, tepatnya tanggal 1 Syawal 1439."
Bersamaan dengan narasi dicekal, kelompok Rizieq juga membantah pernyataan pemerintah Indonesia kalau masalah sebenarnya yang dialami Rizieq adalah overstay--tinggal lebih lama dari yang diizinkan.
Rizieq tak bisa kembali sebelum membayar denda "satu orang Rp10 juta," kata Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel. Sementara Rizieq harus menanggung empat orang lain selain dirinya. "Tinggal kalikan saja," tambah Agus.
Berdasarkan penelusuran Tirto, sejak November 2015 sampai awal 2018, setidaknya terdapat beberapa kasus hukum yang menyeret nama pimpinan FPI tersebut.
Salah satu kasus yang cukup mendapat sorotan publik adalah perkara pornografi yang ditangani Polda Metro Jaya. Rizieq pergi sebelum polisi berhasil memeriksanya terkait kasus yang disebut terakhir, yang dikenal dengan nama populer 'balada cinta Rizieq'.
Kasus ini sendiri dihentikan pada Juni 2018.
Narasi kabur diperkuat dengan bantahan-bantahan pemerintah Indonesia terkait pernyataan kelompok Rizieq. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, misalnya, mengatakan: "Pergi-pergi sendiri, kok [minta] dipulangin? Gimana sih? Emangnya kami yang mengusir? Kan enggak."
Tak Kembali
Perjalanan Rizieq berawal pada 26 April 2017, atau satu bulan kurang tiga hari setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus chat berkonten pornografi dengan Firza Husein.
Pengacara Rizieq saat itu, Kapitra Ampera, mengatakan Rizieq membawa istri, ibu, paman, seorang kawan, lima anak, dua menantu, dan dua cucu ke Arab Saudi untuk umrah.
Kapitra lantas mengatakan "enggak mau kasih tahu kapan [Rizieq] kembali."
Kabar terakhir menyebut dia masih ada di sana bersama empat orang lain.
11 November lalu, menantu Rizieq Hanif Alatas mengatakan sebenarnya mertuanya sudah berkali-kali hendak meninggalkan Arab Saudi. Pertama pada 8 Juli 2018--saat hendak ke Kuala Lumpur, kedua pada 12 Juli 2018, dan terakhir 19 Juli 2018.
Semua gagal.
Rizieq mengatakan dalam video yang diputar dalam Reuni 212, saat tahu pertama kali dicekal, pihak pertama yang dia hubungi adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Riyadh.
"Bahkan Duta Besar Republik Indonesia yang berkedudukan di Riyadh mengirim seorang utusan resmi," katanya. Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, menurut Rizieq memintanya memberi keterangan selengkap-lengkapnya kepada utusan itu.
Maka dia melakukannya. Utusan resmi itu meminta keterangan dan berkas keimigrasian. Rizieq mengaku menyerahkan fotokopi paspor dan visa. "Itu semua sudah saya berikan."
Tapi menurut Rizieq hal itu tak berarti apa-apa.
"Maka saya kaget dan terkejut saat Pak Duta Besar mengatakan bahwa saya tidak pernah melapor. Bahkan beliau mengatakan tidak tahu-menahu," jelas Rizieq.
Soal tudingan ini, Agus Maftuh menanggapi singkat: "Kaset lawas," katanya ketika dihubungi reporter Tirto, Senin (2/12/2019).
Tak Ada Istilah Cekal
Pengajar hukum tata negara dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ismail Hasani, mengatakan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, tidak ada istilah pengasingan, yang ada pencegahan dan penangkalan.
Penangkalan ini kerap dikenal dengan 'cekal' yang publik sering salahpahami peruntukannya. Pencegahan itu mencegah orang Indonesia ke luar negeri atas dasar permintaan sah dari institusi terkait. Jika dicekal, orang itu tidak bisa lolos.
Sementara pencekalan adalah menangkal orang bukan warga negara Indonesia masuk ke Tanah Air.
"Dalam Undang-Undang Imigrasi ditegaskan WNI tidak dilarang untuk pulang, karena negaranya memang di sini. Apakah Rizieq dicegah? Tentunya tidak," kata Ismail kepada reporter Tirto.
"Secara sederhana, artinya, kalau dia mau pulang, ya, pulang saja. Tidak ada yang menghalangi. Tapi pencegahan bisa datang juga dari pemerintah Arab Saudi jika mereka tidak mengeluarkan izin bagi seseorang untuk ke luar negaranya," tutur Ismail.
Ismail berpendapat 'pengasingan Rizieq' sebagai istilah politik. "Karena mengasingkan dirinya sendiri untuk menghindari proses hukum atau ancaman tertentu," tutur Ismail.
Hal serupa diungkapkan Direktur Riset Populi Center Usep S Ahyar, bahwa Rizieq lebih tepat tengah menghindari sesuatu. Karena itulah menurutnya aksi-aksi semacam reuni 212 tetap diselenggarakan.
"Argumentasi mereka dalam cara hukum tidak terlalu kuat, yang mereka bisa ialah cara politik," kata Usep.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino