Menuju konten utama

Ribuan Karyawan Freeport Tuntut Pemerintah

Ribuan karyawan PT Freeport Indonesia serta perusahaan dan kontraktor terkaitnya menyampaikan tuntutan kepada pemerintah supaya segera menerbitkan izin ekspor konsentrat bagi perusahaan tambang itu.

Ribuan Karyawan Freeport Tuntut Pemerintah
Ilustrasi. Area pengolahan mineral PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua, Selasa (19/8). PTFI menggenjot kembali produksi mineral pasca larangan ekspor konsentrat dari 100 ribu ton perhari atau 40 persen dari kondisi normal, menjadi 230 ribu ton per hari sesuai kondisi sebelumnya. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Ribuan karyawan PT Freeport Indonesia serta perusahaan dan kontraktor terkaitnya bergerak dari Lapangan Timika Indah menuju Kantor Bupati Mimika di Kampung Karang Senang-SP3 Timika untuk menyampaikan tuntutan kepada pemerintah supaya segera menerbitkan izin ekspor konsentrat bagi perusahaan tambang itu.

"Kami meminta agar izin ekspor dan operasional perusahaan tetap berjalan normal," kata Juru Bicara Gerakan Solidaritas Peduli Freeport Fredric Magai, pada Jumat, (17/2/2017) seperti dilansir dari Antara.

Ia mengatakan karyawan berharap pemerintah mengizinkan perusahaan melanjutkan ekspor konsentrat supaya karyawan bisa kembali bekerja sebagaimana biasa.

"Kami adalah rakyat pembayar pajak aktif. Jangan mengorbankan kami sebagai karyawan oleh karena kebijakan bapak-bapak yang tidak dapat kami mengerti. Silakan negosiasi antara pemerintah dan pihak perusahaan dilakukan dengan cara-cara yang bijaksana," kata Fredric.

Menurut Fredric, keputusan pemerintah untuk tidak memperpanjang ekspor konsentrat Freeport, akan menimbulkan persoalan bagi para pekerja dan masyarakat adat pemilik hak ulayat di Kabupaten Mimika serta Pemerintah Daerah Mimika yang selama ini menggantungkan pendapatan pada operasional perusahaan itu.

PT Freeport Indonesia tidak lagi melakukan ekspor konsentrat tembaga, emas dan perak sejak 12 Januari 2017, setelah pemerintah tidak lagi mengizinkan perusahaan tambang melakukannya.

Pemerintah meminta Freeport mengganti rezim kontrak karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Dengan mengubah kontrak karya ke IUPK sebagaimana amanat Undang-Undang No.4/2009 tentang Mineral dan Batubara, PT Freeport dan perusahaan-perusahaan pertambangan lain di Indonesia wajib membangun industri pemurnian di dalam negeri, mengikuti aturan pajak terbaru terkait ekspor konsentrat dan mengubah luasan wilayahnya hingga maksimal 25 ribu hektare.

Buntut dari kebijakan itu, sejak 10 Februari operasional tambang terbuka Grasberg dan tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia sementara berhenti beroperasi, karena PT Freeport hanya bisa memasok 40 persen produksi konsentratnya ke pabrik pengolahan di PT Smelting Gresik, Jawa Timur.

Setelah penerapan kebijakan itu, PT Freeport dan perusahaan kontraktor serta perusahaan privatisasinya mulai merumahkan sebagian karyawan. Total karyawan yang kini telah dirumahkan sekitar 300 orang, utamanya pekerja asing dan karyawan yang memasuki usia pensiun.

Terkait dengan unjuk rasa damai tersebut, Kepolisian Resor Mimika mengerahkan ratusan personel guna mengamankannya.

Baca juga artikel terkait KASUS FREEPORT atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Hukum
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh