Menuju konten utama

Retakan Tanah di Jakarta, Adakah Hubungan dengan Patahan Aktif?

Belakangan ini Jakarta digoyang gempa dengan skala yang tak kecil sehingga membuat khawatir. Baru-baru ini kasus retakan tanah di kawasan Berlan Matraman, Jakarta memunculkan tanda tanya. Apakah ada patahan aktif di Jakarta?

Retakan Tanah di Jakarta, Adakah Hubungan dengan Patahan Aktif?
Ilustrasi Seismografi. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Kepanikan terjadi di Jakarta saat gempa berskala 6,4 skala Richter (sR) mengguncang barat daya Lebak, Banten, pada 23 Januari 2018. Pusat gempa yang berjarak ratusan kilometer dari Jakarta itu membuat orang di pusat perkantoran Jakarta berhamburan ke jalan dan menjauh dari jangkauan gedung bertingkat.

Ancaman gempa memang menjadi momok menyeramkan bagi warga Jakarta. Jakarta punya kerentanan tinggi terhadap ancaman gempa karena kondisi berada di endapan aluvial dan sensitif terhadap guncangan. Sehingga bila tak ada mitigasi, bencana sulit terhindari.

Awal pekan ini, masalah gempa dibahas Pemprov DKI Jakarta bersama Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Balai Kota. Pertemuan dilanjutkan dengan kerja sama lanjutan untuk mengantisipasi potensi bahaya gempa yang melanda Jakarta di masa mendatang. Dalam kesempatan itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menunjuk mantan Bupati Kepulauan Seribu Budi Utomo, untuk menindaklanjuti kerja sama tersebut.

“Alhamdulillah, kami sudah sepakat untuk menindaklanjuti dengan MoU dan kerja sama antara BMKG dan beberapa unit SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah),” ujar Sandi, Senin 12 Februari 2018.

Beberapa SKPD yang akan terlibat antara lain Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Satpol PP, dan Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar), walau kerja sama sudah diteken, langkah konkret belum dirumuskan secara detail.

Saat dihubungi Tirto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono Rahadi Prabowo mengatakan instansinya dan beberapa SKPD Pemprov DKI bakal membentuk standar operasional prosedur (SOP) mitigasi bencana gempa. SOP akan dijalankan dalam golden period atau selisih waktu 20 detik sebelum guncangan gempa sampai di Jakarta.

“BMKG [bertugas] menyiapkan informasi dini cuaca, iklim, dan kejadian gempa bumi. Informasi itu nantinya bisa dimanfaatkan Pemda DKI untuk antisipasi,” kata Mulyono.

Mulyono mengungkapkan Pemprov DKI dan BMKG sempat membahas potensi sumber gempa di beberapa titik Ibu Kota. Pembahasan dilakukan berkaitan dengan adanya kasus retakan tanah dan jalan yang di sejumlah wilayah Jakarta. Dalam publikasi Achraff Koulali, ahli Geodesi Australia, yang menemukan ada sesar aktif melintang sekitar 25 kilometer di selatan Kota Jakarta. Temuan ini dipublikasikan Elsevier pada 2016.

Sesar ini merupakan kepanjangan dari Sesar Baribis yang oleh para ilmuwan sebelumnya dianggap hanya membentang dari wilayah Cilacap, Jawa Tengah, hingga kawasan Subang, Jawa Barat. Jika ditarik lurus dari Cibatu ke Tangerang, temuan Koulali menyebut sesar ini melewati beberapa kecamatan di Jakarta seperti Cipayung, Ciracas, Pasar Rebo, dan Jagakarsa.

Menurut Mulyono, Pemprov DKI perlu mewaspadai ancaman tersebut salah satunya dengan memastikan konstruksi bangunan-bangunan gedung di Jakarta mampu menahan guncangan gempa dengan skala tertentu. “Istilahnya bangunan-bangunan itu harus tahan gempa dari perencanaan engineering-nya. Sehingga kita bangun bukan sembarang bangunan,” ujar Mulyono.

Kepala BPBD DKI Jupan Royter menyebut akan ada pertemuan lanjutan dalam rangka menyusun SOP mitigasi bencana. SOP yang akan dibahas, tak hanya soal gempa tapi juga bencana banjir dan longsor.

Perlu Riset Lanjutan

Kepala Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG Jaya Murjaya menyampaikan, sejauh ini gempa besar yang mengguncang Jakarta berasal dari luar daerah dan berjarak ratusan kilometer. Jaya mengimbau masyarakat tak perlu cemas dengan temuan retakan di sejumlah wilayah Jakarta. Ia juga tak yakin temuan Sesar Baribis yang menjadi temuan Koulali adalah patahan aktif.

“[Masih] Perlu pembuktian. BMKG lagi meneliti dengan data-data yang ada. Saya sendiri enggak yakin itu aktif," ujar Jaya.

Menurut Jaya, sesar aktif adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu 10 ribu tahun terakhir. Sesar ini juga menjadi salah satu sumber pemicu gempa yang terletak di darat. Terkait Sesar Baribis yang disebut membentang hingga Lembang, Jaya menyebut masih sulit untuk memprediksi gempa.

“Karena gempa belum bisa diprediksi.”

Saat ini, Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG sedang menelaah kembali lokasi, sebaran, zona sesar aktif, dan karakteristik sumber gempa di Jakarta. Hal ini tak mudah dan membutuhkan ketelitian tinggi lantaran data gempa yang menjadi acuan merupakan riset-riset lama. Ia menyebut riset, gempa yang bersumber di Jakarta terakhir diketahui terjadi pada 1780 dan 1834 dan data tersebut diperlukan untuk menganalisis bahaya guncangan gempa.

Pernyataan senada sempat dikatakan pakar gempa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Danny Hilman Natawidjaja. Hilman berpendapat kemungkinan sesar aktif Baribis melintasi kawasan DKI Jakarta masih perlu penelitian mendalam.

Peneliti Pusat Geoteknologi LIPI tersebut mencatat selama ini belum ada riset yang memuat data secara mendetail mengenai aktivitas sesar itu di wilayah Jakarta.

“Kalau tentang Sesar Baribis yang kemungkinan melewati Jakarta itu benar. Tapi perlu pembuktian lebih lanjut, karena data detailnya belum ada," kata Hilman, Rabu (25/10/2017) seperti dikutip Antara.

Hal yang perlu diketahui meliputi lokasi, sebaran, zona sesar aktif, dan karakteristik sumber gempa bumi. Data tersebut diperlukan untuk menganalisis bahaya goncangan gempa, baik pada batuan dasar maupun tanah permukaan, sehingga risiko akibat gempa dan mitigasinya dapat diperkirakan.

Berdasarkan katalog gempa milik profesor geologi asal Jerman Arthur Wichmann, gempa amat kuat pernah muncul di Jakarta pada 5 Januari 1699, sekitar pukul 01.30 WIB. Dampaknya, bangunan roboh, longsor di Gunung Gede Pangrango dan Gunung Salak, banjir bandang berisi lumpur dan kayu memenuhi Sungai Ciliwung di Batavia yang mengalir hingga ke laut.

Dalam simposium internasional di Institut Teknologi Bandung pada 2015, ahli geofisika, geodesi dan surveying dari Research School of Earth Sciences, Australian National University and Geoscience Australia Phil R Cummins menyebut gempa kuat juga tercatat terjadi di Jakarta pada 1780. Skala kerusakan gempa diperkirakan lebih dari 8 Modified Mercally Intensity (MMI). Sumber gempa besar itu diperkirakan dari sesar Baribis.

Sementara berdasarkan analisis pakar dari Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG, sesar Baribis selama ini diperkirakan terletak di bagian utara Jawa Barat. Sesar aktif ini membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah Baribis di Majalengka. Gempa kuat yang bersumber dari sesar ini diduga pernah terjadi pada tahun 1862 di Karawang.

Baca juga artikel terkait GEMPA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Mufti Sholih