Menuju konten utama

Respons Perludem soal Putusan MK Tolak Sistem Pemilu Tertutup

Menurut Perludem, Putusan MK yang menolak gugatan sistem pemilu proporsional tertutup alias coblos partai, tidak mengejutkan.

Respons Perludem soal Putusan MK Tolak Sistem Pemilu Tertutup
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) bersama Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (kiri), Saldi Isra (kedua kiri), Arief Hidayat (kedua kanan), dan Wahiduddin Adams (kanan) berdiri usai memimpin Sidang Uji Materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (29/3/2023). ANTARA FOTO/Reno Esnir/tom.

tirto.id - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengaku putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan sistem pemilu proporsional tertutup alias coblos partai, tidak mengejutkan. Sebab, proses persidangan beserta fakta-fakta yang terungkap dan keterangan ahli yang dikemukakan serta konstruksi konstitusi tidak mengatur khusus soal sistem pemilu.

"Putusan MK ini sudah bisa kita duga sebelumnya," kata Titi saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (15/6/2023).

Menurut Titi, riuh rendah perdebatan terjadi karena spekulasi dan kontroversi politik menyertainya akibat adanya kepentingan politik yang beragam di antara partai-partai. Serta dipicu oleh komentar Ketua KPU Hasyim Asy'ari.

"Satu hal yang harus ditindaklanjuti serius, khususnya oleh partai politik, yaitu betapa mendesaknya partai politik untuk berbenah dan menerapkan demokrasi internal partai terutama kaderisasi dan praktik politik yang antikorupsi," ucap Titi.

Ia mengatakan sistem pemilu adalah hilir, sedangkan hulunya terletak pada kualitas dan komitmen demokrasi partai politik. Menurut dia, selama parpol tidak berbenah, apapun pilihan sistem pemilunya, tetap akan ada dampak buruk yang terjadi.

Selain itu, kata dia, penegakan hukum atas praktik politik uang dan korupsi politik harus menjadi komitmen serius dari pihak-pihak yang punya otoritas terutama Bawaslu, aparat penegak hukum, dan seluruh elemen negara lainnya.

"Termasuk juga konsistensi parpol untuk menjaga kadernya," tutur Titi.

Titi menghormati dan mengapresiasi atas putusan MK itu. Ia berharap semua pihak dapat menerimanya dan menindaklanjutinya sesuai kewenangan masing-masing. Termasuk pekerjaan rumah besar bagi KPU dalam melanjutkan tahapan dengan melakukan berbagai inovasi dan terobosan untuk mengurai kompleksitas teknis dalam pelaksanaannya, khususnya saat pemungutan suara.

"Sehingga bisa mengurangi tingginya suara tidak sah serta menghindari kelelahan petugas yang bisa berdampak sakit atau kelelahan," pungkas Titi Anggraini.

MK sebelumnya memutuskan menolak gugatan sistem pemilu proporsional tertutup atau coblos partai politik. Hal tersebut tertuang dalam putusan nomor 114/PUU-XX/2022 yang menolak seluruh gugatan dan petitum provisi yang diajukan oleh para pemohon atas nama Demas Brian Wicaksono.

"Mengadili, dalam provisi menolak permohonan provisi para pemohon. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," sebagaimana dibacakan oleh hakim MK pada Kamis, 15 Juni 2023.

MK menilai permohonan pemohon yang meminta agar pasal-pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka dibatalkan, tidak beralasan menurut hukum.

Gugatan uji materi sistem Pemilu ini diajukan ke MK sejak November 2022 lalu oleh kader PDIP Demas Brian Wicaksono, anggota Partai Nasdem, Yuwono Pintadi, bacaleg 2024 Fahrurrozi dan 3 orang lainnya yakni Ibnu Rachman Jaya, Riyanto dan Nono Marijono.

Uji materi dilakukan terhadap Pasal 168 ayat 2 terkait sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu.

Baca juga artikel terkait SISTEM PEMILU atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Maya Saputri