tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif merespons terkait hasil tren vonis korupsi 2018 yang disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Menurut Syarif, KPK menampung aspirasi ICW tentang minimnya hukuman terhadap koruptor. Tetapi, mereka selalu menerapkan hukuman yang tinggi kepada koruptor.
"Kita selalu paling sedikit itu 2 per 3 dari sanksi. Sedangkan penerima rangenya itu 8 sampai 20 tahun. KPK itu selalu rata-rata di atas 7 tahun, bahkan lebih dari 7 tahun," kata Syarif di daerah Menteng, Jakarta, Senin (29/4/2019).
Syarif mengatakan, tren vonis korupsi 2018 bersifat nasional sehingga tidak bisa dikatakan hanya menyasar KPK saja. Ia memandang, polisi dan kejaksaan ikut terlibat dalam pemberantasan korupsi. Rata-rata hukuman rendah, kata Syarif, karena penanganan perkara di tangan polisi dan kejaksaan dihukum ringan.
Meski hukuman rendah, Syarif berpandangan pemberatan hukuman adalah upaya ideal menjerakan koruptor. Ia justru lebih menekankan konsistensi penanganan korupsi dibanding pemberatan hukuman.
Syarif juga memandang revisi UU Tipikor tetap menjadi prioritas. Akan tetapi, revisi tidak berkaitan untuk pemberatan hukuman. Ia menilai, hukuman di Indonesia sudah berat.
"Kalau kita soal hukuman, hukuman Indonesia itu salah satu yang tertinggi di dunia. maximum sentence sampai ada hukuman mati kan. kurang apa lagi?" ucap Syarief.
ICW merilis tren vonis 2018 yang memandang vonis untuk koruptor masih tergolong ringan.
Berdasarkan total 1.162 terdakwa dari total 1.053 terdakwa, ICW menyebutkan, tidak ada kenaikan signifikan dalam menghukum koruptor dalam nilai rata-rata.
"Rata-rata vonis secara keseluruhan ada peningkatan, tapi tidak signifikan seperti yang kita harapkan, seperti bisa teman-teman lihat sendiri tahun 2016, tahun 2017 rata-rata putusannya tidak ada perbedaan malah," kata Peneliti ICW Lalola Easter di kantor ICW, Jakarta, Minggu (28/4/2019).
Pihak ICW mencatat, vonis di Pengadilan Negeri rerata berada di 2 tahun 3 bulan, pengadilan tinggi rerata 2 tahun 8 bulan, sementara Mahkamah Agung 5 tahun 9 bulan. Apabila dilakukan rerata di ketiga pengadilan, rerata vonis Tipikor kepada koruptor di tahun 2018 sekitar 2 tahun 5 bulan.
Lola pun mencatat, rerata vonis tipikor 2018 hanya naik 3 bulan dibanding 2017. Di tahun 2017 rerata vonis tipikor 2 tahun 2 bulan dengan perincian 2 tahun 1 bulan di tingkat pengadilan negeri, 2 tahun 2 bulan di tingkat pengadilan tinggi, dan 5 tahun di tingkat MA.
Di tahun 2016 rerata vonis tipikor 2 tahun 2 bulan dengan perincian 1 tahun 11 bulan di pengadilan negeri, 2 tahun 6 bulan di tingkat pengadilan tinggi, dan 4 tahun 1 bulan di tingkat MA. Meski ada kenaikan, ICW memandang vonis masih rendah.
"Vonis hakim dalam perkara korupsi masih rendah," tukas Lola.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno