Menuju konten utama

Respons Komnas Perempuan soal Pengakuan Pelanggaran HAM Berat

Komnas Perempuan menilai pemerintah perlu memastikan tindak lanjut nyata untuk pemulihan korban, rekonsiliasi warga terkait pelanggaran HAM berat masa lalu.

Respons Komnas Perempuan soal Pengakuan Pelanggaran HAM Berat
Presiden Joko Widodo (kiri) menerima laporan terkait pelanggaran HAM masa lalu dari Ketua Dewan Pengarah Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Mahfud MD (kanan) di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

tirto.id - Komnas Perempuan merespons perihal pengakuan dan penyesalan Presiden Joko Widodo atas pelanggaran HAM berat masa lalu.

Lembaga itu menegaskan bahwa pemerintah perlu memastikan tindak lanjut nyata untuk pemulihan korban, rekonsiliasi warga dan mencegah keberulangan, serta untuk terus mendorong penyelesaian yudisial guna memutus impunitas.

“Kami juga mengingatkan agar dalam tindak lanjut, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus pada kerentanan dan kebutuhan spesifik perempuan, terutama korban kekerasan seksual,” kata Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini, dalam keterangan tertulis, Senin, 16 Januari 2023.

Berdasar Ringkasan Eksekutif Tim PPHAM tercantum pengakuan ihwal perkosaan dan kekerasan seksual lainnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai tindakan yang merupakan bagian dari tindakan pelanggaran HAM berat.

Komnas Perempuan mencatat sejumlah perempuan korban telah menjadi lansia dan penyandang disabilitas, serta tanpa dukungan dari pihak manapun.

Maka pendataan terpilah para korban pelanggaran HAM masa lalu, termasuk korban perempuan dan lansia, perlu dilakukan sebagai langkah konkret awal pemenuhan hak-hak korban. Komnas Perempuan juga mengenali bahwa sejumlah perempuan korban kekerasan seksual dalam pelanggaran HAM Berat, seperti dalam kasus Tragedi Mei 1998, masih takut dan enggan untuk diidentifikasi.

“Dibutuhkan proses-proses penguatan pada jaminan perlindungan dan dukungan bagi saksi dan korban, serta komunitas terdampak, dengan pendekatan formal maupun kultural sehingga tidak terbatas pada lembaga yang berwenang untuk itu,” ucap Iswarini.

Komnas Perempuan juga memberikan perhatian khusus atas pernyataan presiden mengenai upaya non yudisial yang tidak menegasikan penyelesaian yudisial. Amanat itu perlu ditindaklanjuti secara konkret oleh pemerintah dengan mendorong proses pengungkapan kebenaran, yang akan berkontribusi pada pemenuhan hak korban, memutus impunitas dan kunci penting untuk menjamin peristiwa sama tidak berulang.

Presiden Jokowi mengakui ada pelanggaran HAM berat usai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD bersama tim penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu dan menerima hasil laporan tim PPHAM di Istana Negara, pada 11 Januari 2023.

"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat," ujar Jokowi.

Dia pun memberikan dua kepastian setelah pengakuan tersebut yaitu presiden memastikan pemulihan hak korban 12 kejadian HAM berat dan menjamin bahwa kasus HAM berat diselesaikan dengan pendekatan yudisial.

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN HAM BERAT atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri