tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tengah menjadi sorotan. Ia disebut-sebut mengingkari janji karena melanjutkan proyek reklamasi.
Lewat Keputusan Gubernur Nomor 237 tahun 2020, Anies mengizinkan perluasan kawasan rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) seluas lebih kurang 35 hektare dan Taman Impian Jaya Ancol lebih kurang 120 hektare. Dua tempat ini merupakan lokasi Pulau L dan K, dua dari 11 pulau reklamasi yang izinnya diberi oleh mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada tahun 2018 lalu dan dicabut Anies.
Anies lalu angkat bicara. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu membantah kalau dirinya mengingkari janji.
Ia menegaskan bahwa reklamasi Ancol dilakukan dalam rangka menyelamatkan DKI Jakarta dari banjir. Dengan kata lain, untuk kepentingan publik, bukan segelintir elite seperti reklamasi Jakarta. Ia mengatakan reklamasi itu berasal dari lumpur di waduk dan sungai yang dikeruk.
"Jadi dikeluarkannya kepgub ini untuk memanfaatkan lahan yang sudah dikerjakan selama 11 tahun dan sama sekali tidak mengingkari janji. Justru ini menjadi pelengkap bahwa kita memang mengedepankan kepentingan umum, mengedepankan ketentuan hukum, mengedepankan keadilan sosial," kata Anies.
PA 212 Dukung, ACTA Mempersoalkan
Tirto meminta pendapat dari berbagai organisasi yang dikenal sebagai pendukung Anies sejak Pilkada 2016 seperti Persaudaraan Alumni 212, GNPF-Ulama, FPI, dan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA). Namun hanya PA 212 dan ACTA yang merespons.
Ketua PA 212 Slamet Maarif mengaku "memahami" kebijakan ini, dan mereka tidak mempermasalahkannya. Kepada reporter Tirto, Senin (13/7/2020), ia mengatakan kebijakan ini adalah "sebuah solusi cerdas untuk tangani banjir Jakarta."
Slamet menegaskan PA 212 akan terus mendukung dan mengawal kebijakan Anies.
Sementara Wakil Ketua ACTA Ali Lubis bersikap sebaliknya. Ia melihat izin reklamasi Ancol penuh misteri. Ia mengutip pernyataan Ketua Bapemperda DPRD DKI, Pantas Nainggolan, yang mengatakan izin reklamasi Ancol belum berdasar.
Kedua, lewat proyek darurat penanggulangan banjir Jakarta (JEDI), Ancol sebenarnya telah direklamasi seluas 20 hektare. "Pertanyaannya jika izin pelaksanaan reklamasi Ancol 155 Ha, maka dari mana sisa tanah untuk menguruk 135 Ha lainnya? Menggunakan biaya dari mana?" tanya Ali kepada reporter Tirto.
Anies sudah menjawab poin ini. Menurutnya lumpur dan tanah tidak hanya dari pengerukan waduk dan sungai. Nanti, tanah reklamasi juga akan berasal dari berbagai proyek seperti terowongan MRT. Oleh karena itu Anies memberikan izin hingga 155 hektare, 120 hektare di sisi timur dan 35 hektare di barat.
Ia juga menyoroti diktum keempat huruf b kepgub yang mengatakan lahan matang sebesar 5 persen dari luas kotor wajib diserahkan ke Pemprov DKI. "Ini seharusnya tidak perlu, karena lahan sebesar 20 Ha yang sudah terbentuk dari program JEDI tersebut seharusnya sudah otomatis dimiliki Pemprov DKI tanpa harus minta kontribusi sebesar 5 persen," kata Ali.
Ali juga khawatir akan muncul diskriminasi karena Anies hanya akan membangun masjid di lahan tersebut. Ia khawatir Anies tidak memperhatikan agama lain. Rencananya Anies akan membangun museum sejarah Nabi Muhammad.
"Jangan politisasi salah satu agama hanya demi suatu ambisi pribadi," kata Ali.
Jaringan Warga (Jawara), juga kelompok pendukung Anies tapi lebih kecil ketimbang dua organisasi di atas, juga menolak peraturan ini. Koordinator Jawara Sanny A Irsan bahkan mengatakan kelompoknya akan menggelar demonstrasi.
"Kalau beliau tidak mencabut kepgub tersebut kami akan terus melawan," kata dia kepada wartawan, Rabu awal Juli lalu.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino