Menuju konten utama

Rekaman Johannes Marliem Turut Memenjarakan Novanto

Pengacara Novanto berpendapat pengakuan Marliem kepada petugas FBI tidak bisa dijadikan alat bukti, tetapi majelis hakim menilai sebaliknya.

Rekaman Johannes Marliem Turut Memenjarakan Novanto
Setya Novanto saat menjalani sidang vonis kasus korupsi proyek KTP elektronik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Setya Novanto sudah divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (24/4/2018) siang. Salah satu bukti yang menguatkan peran Novanto adalah rekaman pemeriksaan Johanes Marliem yang dilakukan Jonathan Holden dari FBI.

Pemeriksaan Marliem sempat dirilis startribune.com pada 30 September 2017. Dalam rekaman pemeriksaan, Marliem sempat menyatakan kepada penyidik FBI Jonathan Holden bahwa dirinya pernah menyuap pejabat Indonesia. Selain memberi fulus, Marliem juga membelikan jam tangah mewah senilai 135 ribu dolar AS untuk Ketua Parlemen Indonesia.

Pada persidangan dengan agenda vonis, hakim Anwar yang menjadi anggota majelis hakim menyatakan majelis tidak sependapat dengan pleidoi terdakwa dan penasihat hukumnya yang menganggap rekaman itu bukan alat bukti. Majelis punya pandangan rekaman tersebut merupakan alat bukti yang sah.

“Terhadap pembelaan penasihat hukum yang menyatakan alat bukti rekaman pemeriksaan FBI tidak dapat dijadikan bukti karena tidak memenuhi persyaratan, majelis tidak sependapat,” kata hakim Anwar saat membacakan pertimbangan hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa siang.

Hakim Anwar melanjutkan: “Karena alat bukti tersebut [rekaman FBI] bukan satu-satunya alat bukti yang diajukan jaksa, tetapi didukung alat bukti lain dan diajukan rekaman pembicaraan Johanes Marliem dan Anang Sugiana Sudihardjo [Direktur Utama PT Quadra Solution] yang dibenarkan Anang Sugiana Sudiharjo.”

Anwar menegaskan “Maka dengan demikian pembelaan tim terdakwa tersebut tidak mempunyai alasan hukum dan harus ditolak.”

Dua Poin Utama dalam Rekaman Kesaksian Marliem

Rekaman Johannes Marliem dengan Agen Jonathan Balden dari FBI diputar di persidangan terdakwa Setya Novanto pada Senin, 22 Januari 2018. Rekaman ini diambil Balden saat memeriksa Marliem di Los Angeles, California, Amerika Serikat, pada 8 Agustus 2017.

Dalam sidang tersebut, jaksa dari KPK memutar isi rekaman pembicaraan Balden dan Marliem yang sudah disimpan dalam keping DVD dengan tulisan warna merah FBI 205A MP 2127568 sebagai kode barang bukti dari FBI.

Beberapa keterangan disampaikan Marliem saat diperiksa FBI, seperti pengakuan dirinya mengirimkan sejumlah uang untuk Novanto melalui perusahaan Biomorf Mauritius. Uang tersebut ditransferkan ke rekening pemilik money changer di Bank OCBC Singapura dan diambil keponakan Novanto.

Keterangan Marliem soal pengiriman dana ini dikonfirmasi Neni, seorang pemilik money changer yang pernah bertransaksi valas dengan Juli Hara, sesama pengelola penukaran uang. Dalam kesaksiannya pada 15 Januari 2018, Neni mengatakan rekening miliknya di Bank OCBC Singapura pernah menerima transferan uang dari Biomorf Mauritius dalam dua kali transfer masing-masing 500 ribu dolar AS pada 12 Januari 2012, dan 300 ribu dolar AS pada 25 Januari 2012.

Selain mentransfer uang, Marliem mengaku memberikan jam tangan Richard Mille seharga 135 ribu dolar AS. Jam tersebut merupakan hasil patungannya dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Soal pembelian jam tangan ini, Andi Narogong mengonfirmasi keterangan dari Marliem. Jam itu, menurut Andi, diberikan sebagai hadiah ulang tahun untuk Setya Novanto pada November 2012.

Andi juga menceritakan Setya Novanto pernah ke AS untuk memperbaiki jam tersebut dengan ditemani oleh Marliem. Namun, setelah isu kasus korupsi e-KTP menarik perhatian luas, menurut Andi, jam itu dikembalikan oleh Setya Novanto kepada dirinya pada Januari 2017. Setelah berkoordinasi dengan Johanes Marliem, Andi kemudian menjual jam itu dengan harga Rp1,15 miliar.

INFOGRAFIK HLKorupsi setya novanto

Sempat Ditolak Novanto dan Aris Budiman

Petikan isi percakapan Marliem dengan Jonathan Balden ini ditolak Novanto dan tim penasihat hukum sebagai barang bukti, saat membacakan pleidoi pada Jumat, 13 April 2018.

SF Marbun selaku salah satu tim penasihat hukum Novanto menyatakan bahwa pihak FBI mesti membuktikan bahwa petugas FBI Jonathan Balden menyatakan Miranda warning kepada Marliem sebelum ia diinterogasi.

Miranda warning merupakan peringatan yang mesti dinyatakan aparat hukum di Amerika Serikat saat menangkap seseorang, bahwa orang tersebut berhak diam atau tidak mengatakan apa pun saat diinterogasi, dan bahwa setiap pernyataan dalam interogasi dapat memberatkan di pengadilan. Hak untuk diam yang dimiliki seorang tersangka kriminal disebut sebagai Miranda rights.

“Keabsahan interogasi FBI tidak serta-merta berlaku bila ternyata FBI tidak menyatakan Miranda warning. Dengan demikian, beban pembuktian bahwa Johanes Marliem mengesampingkan Miranda rights yang dimilikinya tersebut ada pada FBI,” kata Marbun.

“Bagi kami sehubungan dengan apa benar belum ada pemeriksaan terhadap Johannes Marliem terkait perkara KTP-el ini, seharusnya tidak terjadi dalam proses hukum profesional."

“Upaya keras untuk menghadirkan segala sesuatu yang berhubungan Johannes Marliem menunjukkan betapa pentingnya posisi Johannes Marliem. Tetapi, Johannes Marliem tidak pernah diperiksa menurut hukum Indonesia, dan pemeriksaannya di Amerika pun melanggar asas-asas Amerika.”

“Sehingga rekaman pembicaraannya dengan FBI yang digunakan sebagai barang bukti sepatutnya dikesampingkan,” kata Marbun.

Penolakan serupa pun sempat dikatakan Direktur Penyidikan KPK Brigjen Aris Budiman. Pada Jumat, 6 April 2018, Aris mengatakan Johannes Marliem tak pernah diperiksa KPK. Ia meragukan keterangan Marliem yang digunakan penyidik dan penuntut dalam mengusut kasus e-KTP yang menjerat Novanto.

“Johannes Marliem tidak pernah diperiksa,” kata dia. “Anda bisa cek ucapan saya, ini berisiko hukum bagi saya.”

Dia juga mengatakan KPK tidak pernah menggeledah kantor perusahaan milik Marliem. “Biomorf tidak pernah digeledah, padahal sudah dimintakan surat penetapan penggeledahan," kata Aris.

Aris menyatakan sikap KPK itu janggal. Dia membandingkan dengan langkah saat menyidik kasus korupsi yang melibatkan salah satu penjabat Mahkamah Agung.

“Jam enam selesai digelar [perkara], jam 8 malam selesai digeledah,” kata dia. “Kantor Polri, lembaga penegak hukum, digeledah. Kenapa satu [Biomorf] lembaga itu tidak digeledah, ada apa?”

Pernyataan Aris dibantah juru bicara KPK Febri Diansyah. Febri mengatakan KPK sudah mengirimkan penyidik untuk melakukan pemeriksaan, tapi karena terkendala dalam regulasi lintas-negara, KPK bekerja sama dengan FBI. “Karena wilayahnya di Amerika, berbeda aspek hukum acaranya dengan Indonesia. Makanya kami kerja sama dengan FBI,” kata Febri.

Pernyataan Aris dan tim penasihat hukum tak dianggap valid oleh majelis hakim. Lima majelis yang dipimpin Yanto bersepakat rekaman pemeriksaan FBI terhadap Marliem bisa dijadikan alat bukti.

Oleh karena itu, Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat: “Mengadili, menyatakan terdakwa Setya Novanto terbukti secara sah dan meyakinkan [melakukan tindak pidana korupsi]. Menjatuhkan pidana penjara 15 tahun denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.”

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Hukum
Reporter: Mufti Sholih
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Maulida Sri Handayani