tirto.id - Pada Sabtu (6/6/2020) lalu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menerbitkan Surat Edaran Nomor 7 tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Corona Virus Disease. Surat ini ditandatangani langsung oleh Ketua Gugus Letjen Doni Monardo.
Salah satu poin dalam peraturan tersebut adalah mengizinkan orang bepergian ke luar kota menggunakan transportasi darat, laut, dan udara jika memiliki surat rapid test atau PCR dengan hasil negatif atau non-reaktif. Jika tidak, itu bisa diganti surat bebas influenza.
"Menunjukkan surat keterangan bebas gejala seperti influenza (influenza-like illness) yang dikeluarkan oleh dokter rumah sakit/puskesmas bagi daerah yang tidak memiliki fasilitas tes PCR dan/atau rapid test," kutip poin F ayat 2 angka 3 surat edaran.
Ketua Pusat Kajian Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Bigwanto khawatir kebijakan terbaru ini berbuah petaka. Ia mengutip data gugus tugas yang menyebutkan 80 persen kasus positif COVID-19 di Indonesia sejauh ini berasal dari orang yang tidak memiliki gejala sama sekali. Mensyaratkan surat bebas influenza untuk berpergian, kata kepada reporter Tirto, Kamis (10/6/2020), sangat mungkin meloloskan orang-orang yang terinfeksi COVID-19.
Pada awal Maret lalu, atau ketika pandemi baru merebak, pemerintah Indonesia mengatakan oleh karena "COVID-19 itu juga influenza," maka "kita juga [harus] menyikapi seperti itu." Barangkali itu kenapa saat ini surat COVID-19 dapat diganti keterangan bebas influenza.
Sementara Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan COVID-19 dan influenza memang mirip dalam hal penularan, yaitu melalui droplet hidung dan mulut. Tapi di luar itu perbedaannya lebih banyak, salah satunya COVID-19 menyebabkan "penyakit yang lebih parah daripada influenza musiman."
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus juga mengatakan COVID-19 bukan influenza. "Ini virus unik dengan karakteristik unik," katanya pada 3 Maret 2020.
Bigwanto, yang juga peneliti dari Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), mengatakan keputusan ini membuat "demand untuk mencari surat keterangan (influenza) tinggi." Jika informasi soal ketersediaan alat tes tidak ada, maka kemungkinan terburuknya adalah orang-orang akan datang langsung ke fasilitas kesehatan untuk mencari tahu, dan itu pada akhirnya "menambah risiko" penularan baik masyarakat atau petugas medis.
Dokter yang memeriksa gejala influenza menjadi lebih rentan COVID-19 sebab harus berkontak dengan pasien sementara alat perlindungan diri terbatas.
Rapid Test pun Tak Efektif
Hasil rapid test sebagai salah satu syarat berpergian juga sebetulnya tidak efektif betul mencegah menyebaran COVID-19. Contohnya ada beberapa.
Dua orang penumpang asal Jakarta terbang ke Sumatera Barat dengan dokumen lengkap--termasuk hasil rapid test yang non-reaktif. Begitu mendarat, otoritas bandara mengambil sampel swab seluruh penumpang. Tiga hari berselang, hasil tes keluar dan satu penumpang itu dinyatakan positif.
Tapi menurut Eksekutif General Manajer PT Angkasa Pura II Bandara Internasional Minangkabau Yos Suwagiyono kasus ini "bukan berarti pihak bandara lalai." Sebaliknya, "ini bukti bahwa satgas bekerja dengan baik," katanya, Minggu (7/6/2020), sebagaimana dikutip dari Antara.
Kejadian serupa juga terjadi di Manado, Sulawesi Utara. Seorang penumpang berusia 27 tahun mendarat di Bandara Sam Ratulangi dari Jakarta pada Selasa (26/5/2020). Penumpang itu telah mengantongi hasil rapid test non-reaktif, tapi begitu dites ulang oleh otoritas bandara rupanya reaktif. Setelah menjalani tes PCR, penumpang itu dikonfirmasi mengidap COVID-19.
Juru bicara gugus tugas COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan kalau hasil tes cepat memang tidak 100 persen akurat, cukup banyak kasus 'fake negative'. Demikian pun dengan surat bebas influenza. Karenanya ia mengimbau kepada pemerintah daerah tujuan untuk melakukan pengawasan terhadap pendatang.
"Silakan daerah melakukan pengawasan orang yang baru datang," kata Yuri kepada reporter Tirto, Rabu (10/6/2020).
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino