tirto.id - Rano Karno, mantan wakil gubernur Provinsi Banten dicecar sejumlah pertanyaan saat menjadi saksi sidang kasus korupsi dengan terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/2/2020). Salah satunya soal dugaan aliran uang yang diterima politikus PDIP itu.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Roy Riadi misalnya menanyakan apakah Rano pernah atau tidak menerima uang dari Wawan, adik Ratu Atut Chosiyah dan juga komisaris utama PT Balisific Pragama.
Rano disebut menerima dana sebesar Rp1,5 miliar melalui mantan pegawai PT Balipasific Pragama (BBP), Fredy Prawiradiredja. Uang itu berdasarkan kesaksian Fredy diberikan melalui ajudan Rano.
“Tidak ada pak, tidak ada,” kata Rano menjawab pertanyaan jaksa.
Usai menjalani sidang, Rano kembali membantah soal aliran dana dari Wawan tersebut.
“Di situ disebutkan saya terima Rp1,5 miliar dimasukkan ke dalam kantong kertas. Saya berpikir apa mungkin Rp1,5 miliar dimasukkan ke dalam kantong kertas yang dibeli di toko buku. Kok begini ya? Saya curiga saja, tapi yang pasti saya tak pernah terima,” ujar Rano usai sidang, Senin (24/2/2020).
Bahkan dalam kesaksian Rano di persidangan, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP itu tak mengakui mengenal Fredy.
“Ada terima uang dari Ferdy Rp1,5 miliar?” tanya Jakasa KPK Roy Riadi.
“Saya enggak kenal pak. Saya enggak kenal Fredy,” ujar Rano.
Jaksa KPK kemudian menanyakan aliran uang dari Agus Suban. Rano pun kembali menjawab tidak pernah menerima.
“Saudara enggak tahu, itu sumbernya dari Pak Wawan? Tapi Agus Suban ngasih itu ke saudara ada tidak?" kata jaksa mencecar.
Rano pun menjawab tegas, “Tidak. Saya tahu, sumber dari Pak Wawan, tapi itu untuk kepentingan kampanye pada waktu itu pak.”
Kampanye yang dimaksud Rano ialah kampanye saat dirinya maju sebagai calon wakil gubernur Banten mendampingi Ratu Atut Chosiyah atau kakak Wawan.
Uang yang diakui Rano berasal dari Wawan diperuntukkan untuk tim pemenangan. Sebab, kata Rano, Wawan berambisi untuk menguasai Tangerang Raya.
"Waktu itu saudara Agus yang ketemu dengan Pak Wawan. Saya enggak pernah terima uang itu, cuma saya tahu laporan, kami kan harus persiapan segala macam kaos, bikin pin, kemudian nyewa kantor,” kata Rano.
“Bisa saudara jelaskan, berapa yang harus dibuat laporan ke saudara?" cecar jaksa kembali.
"Saya enggak tahu pak, tepatnya berapa, cuma saya pernah dengar kira-kira berkisar Rp7,5 miliar," ujar Rano.
Jaksa KPK Roy Riadi menekankan kembali bahwa aliran uang itu terjadi pada masa kampanye Rano dan Atut. Terlebih lagi adanya bukti kuitansi yang benarkan oleh Yayah Rodiyah.
“Artinya ada duit dari PT BPP, dari Wawan. Kepentingannya untuk Atut dan Rano. Dakwaan kita kan seperti itu,” kata Roy usai menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2020).
Rano Karno di Pusaran Kasus Suap
Rano yang tersohor sebagai Si Doel pertama kali disebut dalam persidangan kasus suap pengurusan sengketa Pilkada di MK dengan terdakwa Tubagus Chaery Wardhana alias Wawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, pada 3 April 2014.
Ketika itu, direktur keuangan perusahaan milik Wawan, PT Balipasific Pragama, Yayah Rodiyah mengungkapkan bahwa perusahaannya pernah mengeluarkan cek senilai Rp1,250 miliar untuk Wagub Banten, Rano Karno.
Yayah mengakui uang tersebut berasal dari kas PT BPP. Bukti pengiriman uang itu sempat dikonfirmasi oleh penyidik KPK saat memeriksa Yayah dan diakui olehnya.
Wawan merupakan pemilik PT BPP sekaligus adik kandung Ratu Atut. Wawan didakwa menyuap Akil Mochtar dalam perkara sengketa Pilkada Lebak, Wawan juga didakwa melakukan kongkalikong dalam pengurusan perkara Pilkada Banten.
Wawan didakwa telah memberikan uang Rp7,5 miliar kepada Akil untuk memuluskan kemenangan kakaknya, Ratu Atut Chosiyah yang berpasangan dengan Rano Karno.
Dugaan aliran uang ke Rano dari Wawan juga diutarakan pengacara Wawan, Maqdir Ismail. Ia menguatkan pernyataan Yayah Rodiah yang menyebutkan ada aliran uang ke Rano dari perusahaannya.
Menurut Maqdir uang itu mengalir ketika Rano masih berstatus sebagai calon wakil gubernur Banten dan hingga menduduki bangku orang nomor dua di sana.
"Bukan laporan itu, saya hanya mengkonfirmasi karena di persidangan sebelumnya, kan, Yayah Rodiah pernah mengatakan itu," ujar Maqdir.
Diduga Kantongi Rp700 Juta
Selain diduga adanya aliran uang untuk kampanye, JPU KPK juga sempat menyebut Rano menerima uang Rp700 juta. Uang itu terkait pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan Banten saat masih menjabat wakil gubernur Banten.
Nama Rano masuk dalam surat tuntutan mantan gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang digelar di Pengadilan Tipikor, Juni 2017.
Menurut jaksa, duit yang diterima sejumlah pihak, termasuk Rano Karno, terkait dengan perusahaan pemenang lelang. Ini terkait dengan penyusunan dan pelaksanaan anggaran untuk pengadaan alkes rumah sakit rujukan Pemprov Banten tahun 2012.
Namun dalam kesempatan terpisah, Rano membantah. Ia mengatakan tindak pidana korupsi yang membuat Ratu Atut menjadi terdakwa terjadi pada tahun anggaran 2011-2012. Sementara Rano dilantik sebagai wagub Banten pada 11 Januari 2012.
“Saya tidak terlibat dan tidak pernah dilibatkan sama sekali dalam proses perencanaan, penganggaran, hingga penggunaan mata anggaran alat kesehatan tersebut yang berujung pada tindak pidana korupsi," tegas Rano melalui keterangan tertulis.
Nama Rano kembali disebut menerima Rp700 juta dalam sidang dakwaan Wawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada Oktober 2019.
Salah satu orang yang diuntungkan Wawan adalah Rano Karno. Jaksa menyebut Rano Karno menerima uang Rp700 juta terkait pengadaan alat kesehatan Pemerintah Provinsi Banten.
"Rano Karno sebesar Rp700.000.000," ujar jaksa KPK Roy Riadi.
Namun lagi-lagi Rano membantah dugaan tersebut. Ia menegaskan bahwa berkali-kali telah mengklarifikasi dirinya tidak pernah menerima uang sebesar Rp700 juta tersebut.
"Ini peristiwa lama yang sudah saya jawab," ujarnya saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (7/1/2020).
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz