tirto.id - Setelah lima tahun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya merampungkan penyidikan perkara adik bekas gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana, Selasa (8/10/2019) kemarin. Dengan demikian, Wawan, demikian dia biasa dipanggil, akan segera menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Ada tiga berkas perkara yang dirampungkan: korupsi pengadaan alat kesehatan kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun anggaran 2012, korupsi pengadaan sarana dan prasarana kesehatan di lingkungan Pemprov Banten tahun 2011-2013, dan tindak pidana pencucian uang.
KPK lantas menyita aset Wawan yang diduga berasal dari tindak pidana yang jumlahnya relatif besar.
Beberapa di antaranya: uang tunai Rp65 miliar, 68 unit motor dan mobil (atau lebih dari empat roda), tujuh unit apartemen di Jakarta dan sekitarnya, empat unit tanah dan bangunan di Jakarta, delapan unit tanah dan bangunan di Tangerang Selatan dan Kota Tangerang, dan 15 unit tanah dan peralatan AMP di Pandeglang, serta 111 unit tanah dan usaha SPBU di Serang.
Aset yang disita juga termasuk yang ada di luar negeri. Tercatat Wawan memiliki satu unit apartemen di Melbourne dan satu unit rumah di Perth, Australia.
“Total aset yang disita dalam proses penyidikan ini sekitar Rp500 miliar,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum UGM (Pukat FH UGM) Zaenur Rochman mengatakan kepada reporter Tirto, Rabu (9/10/2019), kalau kasus Wawan “merupakan salah satu kasus terbesar yang dikategorikan sebagai TPPU.”
Dan memang begitu faktanya. Kasus Wawan, misalnya, melebihi kasus korupsi bekas Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum yang mencapai lebih dari Rp 117 miliar dan 5,5 juta dolar AS (jika dirupiahkan sekitar Rp71,5 miliar).
Korupsi Wawan juga melebihi kasus simulator SIM Irjen Pol Djoko Susilo. Djoko dinilai korupsi hingga Rp54,6 Miliar dan 60 ribu dolar AS dalam kurun waktu 2003-2010.
Hasil korupsi Wawan juga lebih banyak ketimbang kasus pencucian uang eks Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari. Dalam kasus TPPU, Rita diduga mencuci uang hingga Rp436 miliar.
Namun, kasus Wawan masih belum sebesar kasus bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Nazar dituntut dengan nilai pencucian uang hingga Rp600 miliar, tetapi tidak seluruh asetnya dirampas negara.
Hakim memutus beberapa aset Nazar dikembalikan kepadanya seperti perkebunan kelapa sawit di daerah Mandau, beberapa klaim asuransi, rumah di Alam Sutera, dan jam tangan hitam yang sudah pecah merek Patek Philippe.
Zaenur memprediksi, jika KPK berhasil mengusut tuntas kasus Wawan, itu akan membuka kemungkinan mengusut kasus-kasus lain di Banten. Sebab, hasil korupsi Wawan bisa saja dialihbentuk dan alihnama dengan tujuan penggelapan.
“Sudah banyak kasus lain, terbukti, harta-harta hasil korupsi disamarkan dalam bentuk tanah atau bangunan dalam jumlah banyak. Ada banyak modus, salah satunya tanah diatasnamakan orang lain padahal itu hanya salah satu bentuk penyamaran,” kata Zaenur.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan tidak menutup kemungkinan mereka akan menelusuri aliran dana dari korupsi Wawan ke pihak lain, sebagaimana dinyatakan Zaenur.
“Apakah mungkin nanti terbukti lebih dari itu, nah, itu nanti kami lihat proses persidangan karena nilai proyeknya cukup besar yang teridentifikasi. Nilai kontraknya saja dari identifikasi yang kami lakukan sekitar Rp6 triliun,” kata Febri, Rabu.
Jejaring Oligarki
Mengutip Tempo, Wawan adalah anak ketiga Tubagus Chasan Sochib dari istri pertama Wasiah.
Atika Nur Kusumaningtyas dkk dalam resume penelitian yang diterbitkan Jurnal Penelitian PolitikPusat Penelitian Politik LIPI (P2P LIPI) menggambarkan Tubagus Chasan Sochib sebagai “oligark terkuat di Banten.”
Oligarki, menurut Vedi R. Hadiz dan Richard Robison, adalah suatu sistem relasi kekuasaan yang memungkinkan terkonsentrasinya kekayaan dan otoritas serta perlindungan kolektif terhadap keduanya. Jejaring oligarki, dengan kata lain, menguasai ekonomi dan politik.
Di Indonesia, jejaring oligarki lokal mengemuka sejak diberlakukannya desentralisasi. Itu pula yang terjadi di Banten. “Chasan,” tulis tim peneliti LIPI, “menggunakan jawara untuk membangun jejaring oligarki di seluruh daerah di Provinsi Banten.”
Jejaring oligarki Chasan mulai meninggalkan cara-cara kekerasan dan intimidasi untuk mengukuhkan pengaruhnya sejak diperkenalkannya pemilihan kepala daerah langsung tahun 2005.
Dalam Pilkada Banten 2007 lalu, misalnya, Chasan membentuk organisasi Relawan Banten Bersatu (RBB) untuk “mengorganisasi jawara guna mengawal pencalonan Ratu Atut Chosiyah dan [Mohammad] Masduki.”
RBB sendiri diketuai langsung oleh Wawan. Sementara Atut adalah anak pertama Chasan.
Dan sejak saat itu jejaring ini tak berhenti mengincar posisi-posisi politik formal di Banten.
Kakak Wawan selain Atut, Ratu Tatu Chasanah, adalah Bupati Serang yang menjabat sejak Februari 2016. Sebelumnya ia menjabat Wakil Bupati Serang pada Juli 2010-Juli 2015.
Tahun 2008, Chasan, menurut LIPI, juga “mendesak menantunya Airin Rachmi Dianty untuk maju sebagai Wakil Bupati Kabupaten Tangerang.” Airin, yang tak lain istri Wawan, kalah. Namun sejak April 2011, dia berhasil jadi Wali Kota Tangerang Selatan.
Andika Hazrumy, keponakan Wawan, anak Ratu Atut, kini menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten periode 2017-2022.
Keluarga Atut lain yang juga punya jabatan politik formal, seperti dikutip dari Detik, di antaranya adalah anak keduanya, adik tirinya, dan menantunya.
Atut sendiri kini mendekam di penjara setelah terbukti korupsi uang pengadaan alat kesehatan Banten yang merugikan negara sampai Rp79 miliar. Dia divonis lima tahun enam bulan dan denda Rp250 juga subsider tiga bulan kurungan.
Kekayaan
Jumlah aset Wawan yang disita KPK lebih besar ketimbang kekayaan istrinya, Airin, setidaknya demikian jika mengacu pada laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Pada 2015 lalu, kekayaan Airin mencapai Rp84 miliar. Lebih dari setengahnya adalah harta tak bergerak: 102 lahan dan bangunan senilai Rp59,81 miliar. Sementara aset kendaraannya mencapai Rp2,16 miliar.
Kekayaan Ratu Atut juga tercatat di LHKPN. Mengacu laporan terakhir pada Oktober 2006, gubernur perempuan pertama di Indonesia itu punya harta sebanyak Rp41,9 miliar.
Harta Atut paling banyak berasal dari lahan dan bangunan. Ada 65 lahan dan bangunan ia punya, dengan taksiran nilai mencapai Rp19,1 miliar. Atut juga memiliki 17 kendaraan dengan nilai Rp3,93 miliar.
Kakak Wawan yang lain, Ratu Tatu, tercatat memiliki 74 unit rumah dan bangunan dengan nilai taksir mencapai Rp21,34 miliar. Harta Tatu lainnya terdiri atas kendaraan Rp1,5 miliar, harta bergerak lain Rp495 juta, dan harta setara kas Rp93,49 juta.
Harta Tatu berdasarkan LHKPN periode 2018 ditaksir mencapai Rp20,33 miliar.
Lalu Andika Hazrumy. Dalam LHKPN 2018, total harta Andika tercatat mencapai Rp18,98 miliar.
Andika memiliki 60 lahan dan bangunan di Serang, Sumedang, Kota Serang, dan Pandeglang yang nilainya setara Rp16,21 miliar. Sisanya terdiri dari kendaraan senilai Rp3,46 miliar, harta bergerak lain Rp400 juta, surat berharga Rp1,8 miliar, dan harta setara kas Rp731 juta.
Editor: Rio Apinino