tirto.id - Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Surakartamembahas Rancangan Anggaran Dan Pendapatan Daerah (RAPBD) 2025 tak membuahkan hasil. Bahkan sampai pada batas akhir pembahasan RAPBD yang jatuh pada Sabtu (30/11/2024) lalu, belum ada titik temu.
Bahkan, rapat Banggar terakhir yang digelar pada Kamis (28/11/2024) berakhir buntu lantaran sejumlah fraksi justru beradu argumen terkait aturan pembentukan Banggar dan Badan Musyawarah (Banmus), meski Alat Kelengkapan (Alkap) DPRD Surakarta belum sepenuhnya terpenuhi.
Dalam rapat tersebut, Fraksi PDIP terlibat adu argumen dengan sejumlah fraksi lain, yaitu Fraksi PKS, PSI, Gerindra, dan Karya Amanat Bangsa (Golkar, PAN, PKB) yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Tiadanya titik temu di antara mereka lantas membuat perwakilan partai berlambang banteng memilih untuk meninggalkan ruang rapat.
Akibatnya, Pimpinan DPRD Surakarta pun memutuskan men-skorsing rapat hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Dalam rilis yang dipublikasikan melalui akun instagram @dprdsurakarta, DPRD Surakarta menuliskan bahwa dalam rapat Banggar pada Kamis (28/11/2024) itu, anggota Fraksi PDIP, Honda Hendarto, melontarkan sorotan terkait tidak sahnya rapat Banggar yang telah dijadwalkan oleh Banmus DPRD Surakarta.
Menurutnya Honda, penetapan Banmus dan Banggar seharusnya dilakukan setelah pembentukan komisi-komisi sesuai Tata Tertib (Tatib) DPRD Surakarta.
"Dalam Tatib kita, Pasal 71 jelas disebutkan bahwa susunan keanggotaan Banmus ditetapkan dalam rapat paripurna setelah terbentuknya Pimpinan DPRD, Fraksi, Komisi, dan Badan Anggaran. Tatib ini dibuat sendiri oleh kita, mau diikuti atau tidak, silahkan. Tapi, Tatib itu berpedoman pada aturan di atasnya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018," ujar Honda dalam rapat Banggar.
Berdampak Luas ke Masyarakat
Gagalnya pengesahan RAPBD 2025 Kota Surakarta di tingkat DPRD ternyata berimbas luas. Tak hanya bagi anggota dewan perwakilan maupun Pemerintah Kota Solo, tapi juga bagi masyarakat Kota Bengawan.
Hal itu diungkap oleh Wakil Ketua DPRD Surakarta dari Fraksi PKS, Daryono. Dia mengatakan bahwa sejumlah sanksi telah mengintai para anggota dewan perwakilan hingga Pemkot Surakarta.
"Imbasnya APBD Kota Solo menggunakan Peraturan Kepala Daerah. Yang itu imbasnya adalah APBD-nya minimalis, hanya menjalankan hal yang rutin dan prioritas," terang Daryono saat dikonfirmasi kontributor Tirtovia telepon, Senin (2/12/2024).
Bahkan, gagalnya pengesahan RAPBD 2025 Kota Surakarta itu juga bisa membikin para anggota dewan terkena sanksi tak digaji selama setengah tahun.
"Kita, teman-teman DPRD kena sanksi. Pemkot juga kena sanksi. DPRD disanksi enam bulan tidak kena gaji. Saya kira itu sanksi ringan ya karena hanya enam bulan, enggak setahun sekalian. Yang kedua, Pemkot sendiri status WTP-nya akan hilang," imbuh Daryono.
Lebih dari itu, pertarungan dua kubu politik di DPRD Surakartadalam pembahasan RAPBD 2025 itu jelas berimbas kepada masyarakat Kota Bengawan. Pasalnya, masyarakat bakal kesulitan mengajukan bantuan ke Pemkot sepanjang 2025.
"Efek lain ke masyarakat. Semua ajuan dari masyarakat terkait pembangunan, perbaikan, hibah hilang semua enggak bakal di-ACC karena enggak ada anggarannya," kata Daryono lagi.
Berbagai Pihak Mengecam
Sejumlah kalangan masyarakat Surakarta jelas menyayangkan gagalnya pengesahan APBD Kota Surakarta 2025 di meja DPRD.
Daryono menyayangkan keputusan Fraksi PDIP yang memilih meninggalkan rapat Banggar RAPBD Surakarta 2025. Sebagai anggota dewan aktif, Daryono mempertanyakan maksud di balik perubahan sikap Fraksi PDIP atas pembentukan Banmus dan Banggar ketika rapat paripurna.
"Saya menyangkannya karena sebenarnya semua keputusan yang terjadi di luar yang di Banggar, sebelum ada rapat Banggar itu, adalah keputusan yang semuanya dilakukan bersama semua fraksi, semua pimpinan, dan ketika paripurna semuanya datang kecuali yang izin. Tapi, yang kemudian mereka [Fraksi PDIP] permasalahkan itu semua hadir di rapat paripurna Banggar dan Banmus. Dengan seperti itu, jadi kami bertanya ada motif apa sehingga melakukan ini. Padahal, dari awal, kami sudah menyampaikan, walau kita ada perbedaan dalam pembentukan Alkap, itu urusan internal DPRD, tapi jangan sampai mengorbankan masyarakat, dalam hal ini APBD Kota Solo," kata Daryono.
Pada rapat paripurna pembentukan Banmus dan Banggar, Daryono menyebutkan bahwa semua anggota DPRD Surakarta sepakat mengesampingkan ego fraksi masing-masing untuk mengedepankan kepentingan warga Solo.
"Semangat itu yang akhirnya memunculkan putusan rapat paripurna Banggar dan Banmus begitu yang itu sudah diawali dengan konsultasi ke Provinsi. Kemudian, kami bawa ke rapat paripurna dan semuanya sepakat memprioritaskan APBD karena ini untuk masyarakat Kota Solo. Disepakati juga pembentukan Banggar dan Banmus dan ketok palu," lanjutnya.
Namun, perubahan terjadi ketika rapat Banggar membahas RAPBD Kota Solo 2025 digelar sehari pasca-Pilkada Solo. Daryono pun mempertanyakan perubahan sikap Fraksi PDIP itu apakah karena imbas kekalahan di Pilkada Solo versi hitung cepat.
"Saya terus terang kecewa berat kepada teman-teman itu. Saya kecewa berat kepada Pak Budi selaku Ketua DPRD karena istilahnya tidak berani mempertahankan putusan yang jelas-jelas lebih kuat, yaitu paripurna hanya gara-gara protes sebagian teman-teman PDIP di rapat Banggar yang tidak berdasar," urai Daryono.
Daryono pun menyalahkan Fraksi PDIP atas kondisi Kota Surakarta yang terancam tanpa APBD pada 2025.
"Jadi, kalau saya boleh mengatakan, APBD Kota Solo [2025] gagal dibentuk karena Fraksi PDIP. Ini saya pernyataan keras karena saya kecewa berat dengan teman-teman PDIP," tegasnya.
Sementara itu, mantan anggota DPRD Surakarta, Ginda Ferachtriawan, yang juga merupakan kader PDIP mengatakan bahwa sejak dilantik pada 14 Agustus 2024, para legislator belum banyak bekerja.
"Dari catatan saya selama hampir empat bulan terakhir, baru tujuh rapat paripurna dan dua audiensi yang dilakukan. Ada juga kegiatan menerima kunjungan sekolah serta menerima dua unjuk rasa," ungkap dia.
Ginda lantas merinci tujuh rapat paripurna yang dilakukan DPRD Surakarta, yaitu membahas penerapan fraksi-fraksi, pengumuman pimpinan defintif DPRD Surakarta 2024-2029, pelantikan pimpinan DPRD Solo, serta penetapan Banggar dan Banmus.
"Ada juga penyampaian nota penjelasan Wali Kota Solo tentang RAPBD 2025 yang dilanjutkan penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi. Tidak ada pembahasan KUA-PPAS Solo tahun 2025," kata dia.
Ginda juga mencatat belum ada satu pun peraturan daerah (perda) yang dihasilkan para legislator periode ini. Rapat Banggar DPRD Surakarta yang akan membahas RAPBD 2025 pun akhirnya batal," kata dia.
Dengan kinerja seperti itu, Ginda mendesak DPRD meminta maaf dan memberikan penjelasan kepada masyarakat Surakarta. Sebab, pihak yang paling dirugikan atas kinerja legislator yang tak optimal itu adalah rakyat.
"Menurut saya, legislator harus memberikan penjelasan kepada masyarakat atas kondisi yang terjadi. Jangankan tidak gajian enam bulan pada 2025, gaji empat bulan terakhir sebaiknya dikembalikan," sindir Ginda.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sunny Ummul Firdaus, menyampaikan bahwa gagalnya pembahasan RAPBD 2025 hingga tenggat waktu yang telah ditentukan akan membawa sejumlah dampak negatif bagi Kota Solo.
Mengacu pada Pasal 312 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2024 tentang Pemerintah Daerah, Sunny mengatakan bahwa DPRD dan Wali Kota Surakarta bakal dikenai sanksi bilagagal mengesahkan RAPBD pada tenggat waktu yang telah ditentukan atau satu bulan sebelum dimulainya tahun anggaran baru.
Sanksi tersebut adalah tidak menerima hak-hak keuangan selama enam bulan, meliputi gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya.
“Jika telatnya pembahasan RAPBD ini dikarenakan faktor DPRD, maka sanksinya bisa ke kepala daerah dan DPRD seperti yang saya sebutkan tadi. Karena, kepentingan politik ini memang sangat berpengaruh pada pembahasan RAPBD dan dinamika di Solo memang sangat luar biasa dibandingkan daerah yang lain,” kata Sunny.
Pernyataan tegas juga dilontarkan oleh Ketua Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Surakarta, Mochamad Rifqi Hananto.
"Sangat disayangkan pada periode 2024 ini, DPRD Kota Solo kurang optimal menjalankan kinerjanya. Banyak sekali produk-produk hukum yang belum bisa terealisasi serta gagalnya DPRD dalam membahas RAPBD 2025 ini membuktikan bahwa DPRD dalam menjalankan kerjanya kurang optimal," terang Rifqi.
Rifqi juga berpendapat bahwa gagalnya pembahasan RAPBD Kota Solo tahun 2025 lantaran ada tendensi politik.
"Saya merasa ada tendensi politik yang mengakibatkan kebijakan strategis yang harusnya dapat direalisasikan untuk pembangunan dan kemajuan Kota Solo tidak terealisasi. Perdebatan bersifat politis ini merugikan masyarakat itu sendiri. Saya merasa juga dengan gagalnya DPRD membahas RAPBD mengakibatkan kinerja eksekutif dan legislatif tidak optimal dalam proses pembangunan kemajuan kota Solo," lanjutnya.
Atas kejadian ini, Rifqi menyebut bahwa baik legislatif maupun eksekutif di Kota Surakarta harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka kepada masyarakat.
"Oleh karena itu, DPRD yang diberikan amanat oleh rakyat harus bertanggungjawab atas kebijakan ataupun gagalnya kinerja yang dilakukan oleh mereka. Jangan berpihak pada egosentris atau berpihak kepada kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir golongan atau partai politik saja," pungkas Rifki.
Penulis: Febri Nugroho
Editor: Fadrik Aziz Firdausi