Menuju konten utama

Racikan Baru Jurgen Klopp yang Bikin Liverpool Perkasa

Liverpool arahan Juergen Kloop terbiasa mengalami kesulitan saat menghadapi tim-tim kecil. Kini, Liverpool tampak mulai mengalami perubahan.

Racikan Baru Jurgen Klopp yang Bikin Liverpool Perkasa
Liverpool FC. twitter/ @LFC

tirto.id - Di Stadion Wembley, Inggris, Liverpool mempunyai kenangan buruk. Di Premier League musim 2017-2018 lalu, mereka digasak tuan rumah Tottenham Hotspur 4-1. Saat Dejan Lovren, bek Liverpool, tampak seperti orang linglung di hadapan Son Heung-Min dan Harry Kane, Jurgen Klopp hanya bisa menunduk.

Namun di Premier League musim ini, Liverpool mampu membuktikan bahwa kenangan buruk itu tak berarti apa-apa bagi mereka. Sabtu (15/09) lalu, The Reds berhasil mengalahkan Spurs 1-2 di tempat sama ketika tahun lalu mereka dibantai. Itu adalah kemenangan kelima secara berturut-turut bagi anak asuh Juergen Klopp di Premier League musim ini.

Di sepanjang sejarah Liga Inggris, itu menjadi kali ketiga Liverpool meraih lima kemenangan di laga di pembuka. Sebelumnya, setelah melakukannya pada musim 1978-1979, Liverpool menorehkannya lagi pada musim 1990-1991.

Yang menarik, empat dari lima kemenangan Liverpool tersebut diraih saat melawan tim-tim yang secara kualitas berada di bawah mereka: West Ham United, Crystal Palace, Leicester City, dan Brighton Albion. Pada musim-musim sebelumnya, terutama saat berada di bawah asuhan Klopp, Liverpool padahal selalu kesulitan saat melawan tim-tim seperti itu. Musim lalu, secara tak terduga, Liverpool bahkan kalah dari West Bromwich Albion dan Swansea City dengan skor yang sama, 1-0.

Selain itu, saat bermain di kandang, pada musim lalu Liverpool juga mempunyai rekor paling buruk di antara tim empat besar lainnya. Mereka memang tak pernah kalah, tapi dari 18 pertandingan kandang Liverpool hanya menang 12 kali. Dari enam pertandingan dengan hasil imbang yang mereka mainkan di Anfield itu, tiga di antaranya terjadi saat melawan Burnley, Stoke City, juga West Bromwich Albion.

Di bawah asuhan Klopp, kesulitan Liverpool saat menghadapi tim-tim kecil tersebut memang bukan masalah baru. Sejak Klopp menangani Liverpool tahun 2015 lalu, masalah itu memang selalu menjadi karib bagi Liverpool.

“Kami selalu meraih hasil bagus saat melawan tim besar,” ujar Steven Gerrard, kapten Liverpool, dilansir dari ESPN. “Tetapi, saat bermain di kandang, kami selalu mengalami kesulitan saat melawan tim-tim seperti Fulham dan West Brom Wich Albion, terutama saat mereka menerapkan parkir bus dan kami tidak mampu memunculkan keajaiban untuk membongkar rapatnya pertahanan mereka.”

Lalu, setidaknya dalam lima pertandingan awal Premier League, apa yang membuat Liverpool bisa tampil beda pada musim ini?

Bagi Klopp, gegenpressing adalah playmaker terbaik di dunia. Ia percaya bahwa tidak ada pemain mana pun yang bisa menciptakan peluang lebih banyak daripada gegenpressing.

“Momen terbaik untuk merebut bola terjadi setelah tim Anda kehilangan bola,” kata Klopp pada tahun 2015 lalu. “Lawan masih mencari orientasi ke mana harus mengoper bola. Perhatian mereka akan teralih dari permainan karena tekel maupun intersepsi yang baru mereka lakukan akan menguras energi. Dua hal tersebut membuat mereka rentan.”

Klopp tidak asal bicara. Musim lalu, berdasarkan data dari Whoscored, Liverpool menjadi tim terbaik di Premier League menyoal mencetak gol melalui serangan balik. Dari 60 gol yang mereka cetak, 9 di antaranya berasal dari counter-attack. Serangan balik itu sendiri berasal dari gegenpressing. Sesaat setelah kehilangan bola, terutama saat berada di daerah sepertiga akhir, pemain-pemain Liverpool akan langsung memburu bola seolah tidak ada hari esok. Dari situ, gegenpressing juga berhasil menciptakan banyak peluang bagi mereka.

Sayangnya, gegenpressing ternyata tidak selalu berjalan lancar. Saat menghadapi tim-tim kecil yang memilih bertahan secara mendalam dan tampak ogah-ogahan dalam memainkan bola di daerah pertahanan mereka sendiri, Liverpool sering kali kehilangan akal untuk menciptakan peluang. Alasannya: tanpa penguasaan bola yang dilakukan oleh lawan, gegenpressing tidak akan dapat bekerja secara maksimal.

Kekalahan Liverpool dari Swansea di Premier League dan dari West Brom Witch Albion di Piala FA bisa menjadi bukti betapa kesulitannya Liverpool saat menghadapi tim-tim yang memilih untuk bertahan secara mendalam. Saat menghadapi Swansea, tingkat penguasaan bola mereka mencapai 72,8 persen. Sementara saat menghadapi West Bromwich, tingkat penguasaan bola mereka mencapai 69,5 persen. Namun, mereka tidak mampu mencetak satu gol pun dalam pertandingan tersebut.

Infografik Liverpool 2018/19

Lalu, bagaimana cara tim-tim tersebut melakukan serangan ke daerah pertahanan Liverpool? Jika tidak menerapkan serangan balik seefektif mungkin, mereka akan memanfaatkan bola-bola mati.

Jurgen Klopp tahu betul kelemahan timnya tersebut. Pada musim ini, ia ternyata mulai memperbaiki kelemahan anak asuhannya tersebut. Jika dilihat dari lima pertandingan awal yang sudah dijalani Liverpool di Premier League, Liverpool ternyata tidak melulu mengandalkan gegenpressing dalam melakukan serangan.

Perubahan paling kentara terjadi di lini tengah Liverpool. Belakangan ini, dengan mengandalkan formasi 4-3-3, Klopp sering memainkan James Milner, Naby Keita, serta Wijnaldum di lini tengah. Yang menarik, tiga pemain tersebut seringkali berganti peran. Meski bermain sebagai pemain nomor 5, Wijnaldum masih sering muncul ke lini depan. Saat itu terjadi, Keita yang berperan sebagai gelandang box-to-box akan menggantikan posisinya. Dengan begitu, Liverpool mempunyai tambahan opsi dalam menyerang sekaligus tetap mempertahankan keseimbangan.

Selain itu, James Milner, yang sering bermain sebagai gelandang sebelah kanan, juga sering bergerak melebar untuk menutup kelemahan Alexander-Arnlod, full-back kanan Liverpool, dalam melakukan serangan. Pendekatannya seperti ini: Mohamed Salah melakukan cutting inside, Milner bermain melebar ke kanan, dan Arnold akan mengisi posisi yang ditinggalkan oleh Milner.

Pergerakan itu ternyata sangat efektif untuk menghadapi lawan yang memilih bermain bertahan secara mendalam. Bagaimana pun, melakukan serangan dari lebar lapangan merupakan opsi terbaik untuk membongkar pertahanan lawan. Sejauh ini, 2 assist dan rataan 2 umpan kunci Milner dalam lima pertandingan Liverpool di Premier League, sering kali muncul dari cara seperti itu.

Yang menarik, agar serangan Liverpool di sisi kiri dan kanan tampak seimbang, Klopp juga menginstruksikan Andrew Robertson, full-back kiri Liverpool, untuk bermain lebih menyerang. Bahkan, tidak hanya bermain melebar, Robertson juga sering melakukan penetrasi ke dalam kotak penalti lawan saat Liverpool melakukan serangan.

Saat menghadapi West Ham United di pekan pembuka Premier League, Robertson berhasil mencatatkan 1 assist dan 2 peluang yang semuanya terjadi saat ia muncul ke dalam kotak penalti West Ham. Menurut data dari Whoscored, Robertson menjadi pemain paling banyak menciptakan peluang bagi Liverpool. Sejauh ini, ia sudah mencatatkan 12 peluang [2 assist dan 10 umpan kunci].

Pendekatan Klopp tersebut kemudian membuat Liverpool mempunyai lebih banyak variasi saat gengenpressing tidak berjalan secara maksimal. Secara tidak langsung, mereka juga tampak lebih nyaman saat lebih banyak menguasai bola dari lawan. Kemenangan Liverpool atas West Ham United, Crystall Palace, Brighton, dan Leicester City bisa menjadi buktinya. Meski tidak semua tim kecil itu bermain bertahan secara mendalam, tingkat penguasaan bola Liverpool dalam empat pertandingan tersebut mencapai 61,8 persen, melebihi tingkat penguasaan bola Liverpool pada musim lalu.

Dalam sebuah tulisannya di ESPN yang berjudul "Liverpool Must Beat “Bottom 10” Teams if They’re to Challange for Tittle", Michael Cox menulis bahwa Liverpool setidaknya membutuhkan 28 dari 30 angka yang bisa didapat saat menghadapi tim-tim kecil [10 tim dengan peringkat terendah di Premier League] agar tetap mempunyai peluang untuk meraih juara liga. Dan dengan perubahan-perubahan pendekatan yang dilakukan oleh Juergen Klopp belakangan ini, bukan tidak mungkin Liverpool dapat melakukannya. Meski begitu, mereka tentu harus ingat bahwa saat ini Premier League masih sangat jauh dari garis akhir.

Baca juga artikel terkait LIVERPOOL atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Nuran Wibisono