Menuju konten utama

Puspom TNI Serahkan Berkas Perkara Korupsi Basarnas ke Otmilti

Puspom TNI menyerahkan berkas perkara kasus dugaan korupsi di Basarnas kepada Oditurat Militer Tinggi (Otmilti) II Jakarta Timur pada Rabu (11/10/2023).

Puspom TNI Serahkan Berkas Perkara Korupsi Basarnas ke Otmilti
Prajurit Puspom TNI membawa sejumlah barang bukti hasil pengeledahan di kantor Basarnas, Jakarta, Jumat (4/8/2023). Penyidik KPK dan Puspom TNI melakukan pengeledahan di kantor Basarnas  terkait kasus dugaan suap proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas dengan tersangka Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nym.

tirto.id - Tim Penyidik Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menyerahkan berkas perkara kasus dugaan korupsi di Basarnas kepada Oditurat Militer Tinggi (Otmilti) II Jakarta Timur pada Rabu (11/10/2023).

Selain berkas perkara, Puspom TNI turut menyerahkan barang bukti dan tersangka Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC) selaku mantan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas.

Ketua Tim Penyidik Puspom TNI Kolonel Laut (PM) Jemry Matialo berujar, penyerahan berkas perkara, barang bukti, dan tersangka berlangsung di Aula Otmilti II Jakarta.

"(Yang diserahkan) 53 item yang terdiri, dari dua handphone merek OPPO, satu unit Toyota Vios Limo, satu unit notebook, dan dokumen pengadaan perusahaan, serta pendukung lainnya," sebutnya dalam keterangan yang diterima, Rabu (11/10/2023).

Letkol Adm ABC ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap pada pengadaan pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas. Menurutnya, Letkol ABC mempunyai tugas; menghubungi pihak swasta yang telah selesai melaksanakan pekerjaan dan telah menerima pencairan anggaran secara penuh untuk memberikan dana komando.

Letkol ABC juga mempunyai tugas untuk menerima uang dana komando dari pihak swasta.

Setelah menerima dana komando tersebut, tersangka ABC menyalurkannya kepada Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi (HA) yang saat ini telah purna tugas dan sejumlah staf yang ada di Basarnas.

Letkol ABC menerima dana komando dari PT Sejati Group sebesar Rp3, 4 miliar dan menerima uang dari PT Kingda Abadi Utama sebesar Rp4,9 Miliar.

"Jadi, bila di total uang yang diterima tersangka dari dua perusahaan pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan bencana tersebut sebesar Rp8,327 miliar," ujar Jemry.

Sementara itu, Kepala Otmilti II Jakarta Brigjen TNI Safrin Rachman mengatakan bahwa pihaknya akan mempelajari berkas, barang bukti, serta tersangka yang diterima. Proses ini bertujuan mencari tindak pidana dalam kasus dugaan suap tersebut.

Menurut Safrin, proses mempelajari berkas hingga tersangka itu akan berlangsung dalam beberapa hari.

"Apabila berkas perkara itu memenuhi persyaratan, syarat materiil-formil, apakah itu betul ada tindak pidana di sana, itu akan kami pelajari," kata Safrin.

"Kami perlu beberapa waktu untuk mempelajari berkas perkara yang diterima hari ini," lanjut dia.

Setelah itu, kata Safrin, pihaknya akan menyerahkannya ke Perwira Penyerah Perkara (Papera). Usai Papera menyetujuinya, Otmilti II Jakarta akan mengajukan perkara ke pengadilan.

"Selanjutnya apabila nanti Papera, dalam hal ini dari Angkatan Udara menyetujui, perkara ini akan kami ajukan ke pengadilan," ucap dia.

Diketahui, kasus dugaan korupsi Basarnas melibatkan 5 orang yaitu 2 orang TNI Aktif sebagai penerima suap dan 3 orang warga sipil sebagai pemberi suap. Dari dua TNI, salah satu merupakan Marsekal Madya Hendri Alfiandi yang merupakan Kepala Basarnas saat ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Penetapan tersangka kedua TNI ini sebelumnya dipersoalkan Mabes TNI karena dinilai melewati wewenangnya. Setelah dilakukan komunikasi antara TNI dan KPK, Komisioner KPK Johanis Tanak meminta maaf atas kelalaian KPK dalam penetapan tersangka pada kedua anggota TNI tersebut.

Tidak lama berselang, TNI, lewat Puspom TNI menetapkan Hendri beserta prajurit lain, yakni Letkol ABC sebagai tersangka.

Dalam pengumuman bersama Ketua KPK Firli Bahuri itu, dua prajurit TNI, yakni HA dan ABC diduga menerima uang hampir Rp1 miliar dari pengusaha berinisial MR.

Atas tindakan tersebut, mereka disangka melanggar Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua anggota TNI itu pun sudah ditahan oleh POM TNI.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI BASARNAS atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Hukum
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Reja Hidayat