tirto.id - Masyarakat sipil ramai-ramai mengajukan pengujian formil dan materil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara ke Mahkamah Konstitusi. Tirto merangkumnya berdasarkan berkas permohonan yang sudah terdaftar di laman resmi MK.
Gugatan pertama terdaftar dengan Nomor 25/PUU-XX/2022 pada 23 Februari 2022. Pemohon ialah Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN). Atas nama Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara, Muhyiddin Junaidi, Letjen. TNI Mar (Purn) Suharto, Mayjen TNI (Purn) Soenarko MD, Taufik Bahaudin, Syamsul Balda, Habib Muhsin Al attas, Agus Muhammad Maksum, M. Mursalim R, Irwansyah dan Agung Mozin.
Dalam berkas permohonan, alasan mereka yakni pembentukan UU IKN tidak memenuhi ketentuan Pasal 22A UUD 1945 dan mesti sesuai dengan UU 12/2011, UU IKN tidak disusun dan dibentuk dengan perencanaan yang berkesinambungan, pembentukannya tidak memperhatikan materi muatan dan banyak mendelegasikan materi dalam peraturan pelaksana, pembentukan UU IKN tidak memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undang baik secara filosofis, sosiologis dan yuridis, UU IKN tidak dibuat karena benar-benar dibutuhkan dan tidak transparan dalam setiap pembahasannya.
Gugatan kedua terdaftar dengan Nomor 34/PUU-XX/2022 pada 10 Maret 2022. Pemohon ialah Azyumardi Azra, Din Syamsuddin, Nurhayati Djamas, Didin S. Damanhuri, Jilal Mardhani, Mas Achmad Daniri, Massa Djaafar, Abdurahman Syebubakar, Achmad Nur Hidayat, Shabriati Aziz, Moch. Nadjib, Engkur, Mohamad Noer, Hatta Taliwang, Reza Indragiri Amriel, Mufidah Said Bawazir, Ramli Kamidin, Nazaruddin Sjamsuddin, Iroh Siti Zahroh, Faidal Yuri Bintang, dan Achmed Roy.
Dalam berkas permohonan, mereka mengungkapkan alasan pengujian formil lantaran pembentukan UU IKN tidak memenuhi hak untuk mempertimbangkan dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
Sementara alasan pengujian materil, mereka menilai format IKN Nusantara yang diselenggarakan Otorita IKN sebagai satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus, bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) dan (2), pasal 18A ayat (1), dan pasal 18B ayat (1) UUD 1945.
Gugatan ketiga terdaftar dengan Nomor 39/PUU-XX/2022 pada 15 Maret 2022. Pemohon ialah pengamat sosial dan hukum sekaligus warga negara Indonesia bernama Sugeng.
Dalam berkas permohonan, Sugeng menilai pembentukan UU IKN terburu-buru dan mestinya lebih banyak mendengar masukan pejabat pemerintah daerah, organisasi masyarakat, tokoh masyarakat Jakarta dan daerah penyangga.
Selain itu Sugeng menilai pembentukan UU IKN tidak berlandasan empati terhadap pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, tidak memperhatikan utang pemerintah yang mencapai Rp6.687 triliun dan situasi kebencanaan alam yang mestinya mendapat penangan prioritas serta pemindahan IKN ke Kalimantan berisiko merusak lingkungan hidup.
Gugatan keempat terdaftar dengan Nomor 40/PUU-XX/2022 pada 22 Maret 2022. Pemohon ialah guru honorer bernama Herifuddin Daulay.
Herifuddin menilai pemindahan IKN adalah pertaruhan yang tidak memberikan keuntungan signifikan bagi masyarakat dan negara. Sehingga UU IKN secara dasar dan prinsip bertentangan dengan pembukaan UUD 1945.
Herifuddin juga menilai naskah akademik UU IKN bermasalah, karenaa tidak memaparkan uji kesalahan, tidak memaparkan metode perbaikan kesalahan, tidak menjelaskan ketangguhan keuangan negara dalam pemindahan IKN, dan tidak ada prediksi waktu migrasi penduduk IKN untuk memenuhi jumlah penduduk minimal guna menjalankan roda perekonomian.
Ia berharap majelis hakim menggunakan hak istimewanya untuk membatalkan UU 3/2022.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Fahreza Rizky