Menuju konten utama

Puasa Katolik 2025 Tanggal Berapa? Cek Jadwal dan Tata Caranya

Tata cara puasa dan pantang Katolik selama masa Prapaskah yang dimulai sejak Rabu Abu 2025 pada tanggal 5 Maret.

Puasa Katolik 2025 Tanggal Berapa? Cek Jadwal dan Tata Caranya
Umat Katolik melakukan ibadah di gereja. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Puasa Katolik adalah salah satu bagian penting dalam tradisi Gereja, yang memiliki makna spiritual mendalam bagi umat. Setiap tahun, umat Katolik menjalankan puasa pada periode tertentu, terutama yang wajib adalah pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung di Masa Prapaskah.

Bukan hanya sekadar menahan lapar, Paus Fransiskus juga mengajak semua umat Katolik untuk menjadi misionaris dan saksi pengharapan di momentum yang suci ini. Menjadi misionaris artinya orang Kristiani diharapkan hadir membawa harapan dan solusi bagi lingkungan sekitarnya. Sedangkan soal saksi pengharapan artinya menjadi pribadi yang tidak bisa dikalahkan oleh keputusasaan seperti teladan Yesus Kristus.

Banyak yang bertanya, "Puasa Katolik 2025 tanggal berapa?" untuk mempersiapkan diri dengan baik. Untuk itu, penting untuk mengetahui jadwal puasa serta tata cara agar puasa dilakukan dengan penuh penghayatan. Berikut ini adalah informasi lengkap mengenai puasa Katolik, termasuk tanggal dan tata cara pelaksanaannya di tahun 2025.

Puasa Katolik 2025 Tanggal Berapa?

Sesuai dengan Ketentuan Pastoral Keuskupan Regio Jawa 2017, Pasal 138 nomer 2b, hari puasa tahun 2025 dilangsungkan pada Rabu Abu, tanggal 5 Maret 2025 dan Hari Jumat Sengsara dan Wafat Tuhan (Jumat Agung), tanggal 18 April 2025. Sementara itu, hari pantang dilangsungkan pada Rabu Abu dan tujuh Jumat selama masa Prapaskah sampai dengan Jumat Sengsara dan Wafat Tuhan.

Jika dihitung, total waktu puasa umat Katolik sebanyak 40 hari. Hal itu dilakukan untuk memperingati 40 hari Yesus bertirakat dan dicobai Iblis di padang gurun sebelum berkarya secara terbuka, sebagaimana yang diriwayatkan di dalam Injil Matius, Injil Markus, dan Injil Lukas.

Tata Cara Puasa dan Pantang Umat Katolik

Puasa Katolik bukan hanya sekadar tindakan fisik, tetapi juga merupakan bentuk pertobatan dan pengendalian diri untuk memperdalam hubungan dengan Tuhan. Adapun yang wajib berpuasa adalah semua orang beriman yang berumur antara delapan belas (18) tahun sampai awal enam puluh (60) tahun. Umat Katolik juga wajib melakukan pantang setiap hari Jumat selama masa PraPaskah. Yang wajib berpantang adalah yang berusia empat belas (14) tahun ke atas.

Berdasarkan Surat Gembala Prapaskah 2025, puasa dalam arti yuridis, berarti makan kenyang hanya sekali sehari. Sedangkan pantang berarti tidak makan daging atau makanan lain yang disukai dan tidak merokok.

Selain puasa lahiriah, umat Katolik juga harus melakukan pantang-puasa batiniah. Sebab kegiatan ini bukan hanya sekadar diet, melainkan sarana berbelarasa. Bentuk nyata dari berbelarasa adalah mengumpulkan dana Apkasi Puasa Pembangunan (APP) yang nantinya akan disumbangkan untuk orang sakit, terlantar, anak-anak yang tidak mampu membayar sekolah, orang miskin, perbaikan kerusakan alam, dan lain-lain.

Sementara itu, yang dimaksud dengan puasa batiniah adalah pertobatan yang meluap dari hati. Suatu sikap penyesalan yang mendalam karena telah melukai hati Tuhan.

"Begitu kita mengakui dosa kita, hati kita dapat dibuka untuk karya Roh Kudus sumber air hidup yang keluar dari dalam diri kita dan membawa air mata ke mata kita. Ini tidak berarti menangis dan mengasihani diri sendiri, melainkan air mata penyesalan," ujar Paus Fransiskus dalam ensiklik Dilexit Nos.

"Dengan sungguh-sungguh bertobat karena telah mendukakan Allah dengan dosa-dosa kita, itu sama seperti tetesan air yang dapat mengikis batu. Demikian pula air mata sesal dapat secara perlahan melunakkan hati yang mengeras," sambungnya lagi.

Dengan mengikuti tata cara dan pantangan ini, umat Katolik diharapkan dapat menjalani masa puasa dengan penuh kesadaran dan hikmat.

Baca juga artikel terkait RABU ABU atau tulisan lainnya dari Lita Candra

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Lita Candra
Penulis: Lita Candra
Editor: Dipna Videlia Putsanra