tirto.id - Juru Bicara (Jubir) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bidang Teknologi Informasi, Sigit Widodo meminta kepada beberapa politisi kubu pasangan capres-cawapres Prabowo-Sandi untuk menghentikan provokasi di media sosial.
Menurut Sigit, pernyataan di media sosial saat ini tidak bisa lagi dibedakan dengan memberikan pernyataan di depan publik.
“Pengguna internet kita sekarang sudah mencapai sekitar 60 persen dari jumlah penduduk, dan kebanyakan orang Indonesia menggunakan internet untuk media sosial. Jadi jangan sembarangan menyampaikan pernyataan di media sosial,” ujarnya, Rabu (6/2/2019).
Menurut Sigit, politisi dari kubu Prabowo-Sandi itu kerap melontarkan pernyataan-pernyataan kontroversial di media sosial. Salah satunya, cuitan dari Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Fadli Zon, yaitu puisi 'Doa yang Ditukar'.
"Kicauan Fadli memicu kemarahan kelompok Nahdliyin karena diduga menyindir Kiai Maimoen Zubair," terangnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari koalisi Prabowo-Sandi, Hidayat Nur Wahid (HNW), juga sempat dikritisi warganet karena mempersoalkan cucu Jokowi, Jan Ethes, dengan mencolek akun Bawaslu. Saat itu HNW berkicau terkait kekhawatirannya terkait keterlibatan Jan Ethes sebagai legitimasi pelibatan anak-anak pada kampanye.
"Lucunya, setelah diserang warganet dan dijawab Pak Jokowi dalam kampanye di Surabaya, Pak Hidayat kemudian menuduh cuitannya dipelintir dan dimanipulasi. Ini kan tindakan yang sangat tidak gentle,” kata Sigit.
Selanjutnya, politikus yang belakangan ini sering disinyalir melakukan provokasi di media sosial yakni Wakil Sekjen Partai Demokrat, Andi Arief.
Menurutnya, Andi Arief sering memprovokasi warganet dengan berita-berita hoaks seperti kasus pencoblosan surat suara tujuh kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok. Tindakan Andi Arief, kata Sigit, dapat merusak citra Partai Demokrat yang selama ini selalu tampil santun.
“Saya kasihan dengan Pak SBY yang belasan tahun membangun citra Partai Demokrat yang santun, sekarang dirusak dengan cuitan-cuitan Andi Arief yang tidak bertanggung jawab seperti itu,” tuturnya.
Mantan Dosen Ilmu Komunikasi yang pernah mengajar di beberapa perguruan tinggi ini mengatakan memang media sosial sangat efektif digunakan untuk menyebar isu-isu politik. Namun, ia menyarankan agar para politisi tidak boleh asal bicara, namun harus dipikirkan terlebih dahulu.
Karena menurut Sigit, dengan adanya Undang-undang (UU) ITE, perkataan yang disampaikan melalui media sosial harus dipertanggungjawabkan.
“Apalagi jika disampaikan melalui akun-akun terverifikasi. Nggak usah ngeles atau merasa dizalimi jika pernyataan itu dibawa ke ranah hukum. Tidak perlu juga mengkambinghitamkan Undang-undang ITE. Bukankah undang-undang itu disahkan saat mereka duduk di DPR?” pungkas Sigit.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri