tirto.id - Forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) Provinsi Jawa Timur bersepakat bahwa kawasan Kota Surabaya, Sidoarjo dan Gresik (Surabaya Raya) memasuki masa transisi menuju New Normal selama 14 hari ke depan.
Kesepakatan itu muncul dalam rapat Forkopimda Jatim di Gedung Grahadi, Surabaya pada Senin malam (8/6/2020).
Dalam rapat ini, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sekaligus memutuskan penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya Raya berakhir hari ini.
PSBB di Surabaya Raya digelar sejak 28 April 2020. Setelah berlangsung 14 hari di fase pertama, PSBB Surabaya Raya diperpanjang 2 kali hingga 8 Juni 2020. Keputusan Khofifah itu memastikan PSBB Surabaya tak diperpanjang lagi.
"Selanjutnya kewenangan ada pada bupati dan wali kota di tiga daerah itu," ujar Khofifah, seperti dilansir Antara.
Koordinator PSBB sekaligus Sekda Provinsi Jatim Heru Tjahjono menambahkan rapat tersebut juga menyepakati bahwa masa transisi menuju New Normal di Surabaya Raya berlangsung sejak 9 Juni hingga hingga 22 Juni 2020.
"Keputusan transisi itu diambil oleh ketiga kepala daerah. Jadi bukan Pemerintah Provinsi yang memutuskan," ujar Heru.
Pada masa transisi, Heru menjelaskan, ada hal teknis yang masih didiskusikan hingga malam ini, yaitu terkait peraturan bupati/wali kota di Surabaya, Sidoarjo dan Gresik yang menjadi dasar dari pelaksanaan New Normal.
Salah satu isinya, terkait pengaturan sanksi tegas bagi warga yang melanggar protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran COVID-19 di era normal baru.
Rapat Forkopimda Jatim pada Senin malam juga dihadiri oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Bupati Gresik Sambari Halim Radianto dan Plt Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifudin.
Setelah mengikuti rapat Forkopimda Jatim, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan warga di kota pahlawan harus lebih disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan meskipun PSBB tidak diperpanjang lagi.
"Kalau kemarin banyak mengeluh ke saya ingin kehidupan normal tapi dengan protokol kesehatan ketat. Ayo kita lakukan. Kita harus jaga kepercayaan itu dan tidak boleh sembrono," kata Risma saat menggelar jumpa pers di rumah dinasnya, pada Senin malam.
Risma juga menyampaikan terimakasih kepada Gubernur Jawa Timur dan Forkopimda Jatim atas kepercayaan yang diberikan kepada Surabaya. Risma meminta kepada warga Kota Surabaya untuk selalu menjaga kepercayaan itu dan tidak ceroboh.
Dia meminta warga dan semua pelaku usaha perhotelan, restoran, mal, pertokoan, perdagangan, pasar dan berbagai pihak lainnya selalu menjaga protokol kesehatan dengan lebih disiplin.
Menurut Risma, warga Kota Surabaya harus membutikan mereka menghormati sekaligus mentaati protokol kesehatan yang sudah dibuat oleh pemerintah. "Ini justru malah lebih berat karena di pundak kita terdapat kepercayaan, ayo kita jaga. Tidak boleh lengah dan sembrono," ujarnya.
Risma juga meminta warga Surabaya tidak merasa lepas dan terbebas dari pandemi COVID-19, sekalipun PSBB tidak diperpanjang. Sebab, kata dia, pandemi ini belum selesai dan masih banyak warga Surabaya yang dirawat di rumah sakit.
"Jangan ditambah lagi, hanya karena tak disiplin. Kita harus selalu disiplin, tolong ini diperhatikan. Saya sudah membuat protokol kesehatan untuk semua tempat, tolong diikuti dan dipatuhi. Ayo kita perkuat Kampung Wani Jogo Suroboyo untuk menjaga diri dan tetangga kita," ujar Risma.
Dia juga memastikan, setelah PSBB ini tidak diperpanjang dan memasuki normal baru, SOP atau aturan protokol kesehatan lebih detail di setiap bidang akan diberlakukan.
"Sekali lagi, ini amanah bagi warga Surabaya, karena itu kita harus jaga kepercayaan dan amanah ini, jangan sampai kita sembrono," terang Risma.
"Makanya, kalau kita sudah merasakan sakit, segera periksa dan berobat, kita harus menjaga diri kita masing-masing supaya tidak sakit, kalau sakit ya nanti kita tidak bisa kerja untuk cari uang lagi," tambah dia.
Angka Kasus Positif Corona di Jatim Terus Melonjak
Data Gugus Tugas pusat menunjukkan Jawa Timur kembali menjadi provinsi dengan penambahan kasus baru tertinggi, pada 8 Juni 2020. Dalam 24 jam terakhir hingga pukul 12.00 WIB hari ini, sebanyak 365 kasus baru ditemukan di Jawa Timur.
Sebagai perbandingan, DKI Jakarta hanya melaporkan 89 kasus baru pada hari yang sama. Total jumlah kasus positif corona yang tertinggi memang masih tercatat di Jakarta. Namun, angka kasus aktif di Jatim saat ini sudah hampir menyamai ibu kota.
DKI Jakarta kini memiliki total 8.121 kasus, dengan jumlah pasien sembuh mencapai 3.206 orang dan angka kematian 529 jiwa. Dengan demikian, masih ada 4.386 kasus aktif di ibu kota.
Sedangkan Jawa Timur tercatat sudah mempunyai total 6.313 kasus positif corona. Dengan angka kesembuhan baru 1.499 orang dan jumlah kematian akibat Covid-19 sebanyak 502, hingga hari ini Jatim masih harus merawat 4.312 kasus aktif.
Sementara berdasarkan data Pemprov Jatim yang diperbarui pada pukul 18.59 WIB, 8 Juni 2020, ada penambahan 328 kasus baru pada hari ini. Sebanyak 236 kasus baru di antaranya berada di Kota Surabaya.
Berbeda dari Gugus Tugas pusat, data Pemprov Jatim menunjukkan total kasus positif corona di daerah tersebut, sampai hari ini, sebanyak 6.297 orang. Dari jumlah itu, 1.584 orang sembuh, 514 jiwa meninggal dan 4.106 pasien masih dirawat.
Data yang sama memperlihatkan, lebih dari separuh total kasus positif corona di Jatim berada di Kota Surabaya. Hingga 8 Juni 2020, total kasus positif corona di Kota Surabaya tercatat sebanyak 3.360 orang.
Pakar Epidemiologi Sarankan PSBB Komunitas di Surabaya
Pakar Epidemiologi dari Universitas Indonesia Profesor Pandu Riono menyarankan Pemerintah Kota Surabaya menerapkan kebijakan PSBB skala komunitas. Menurut dia, PSBB skala komunitas lebih substansial daripada PSBB kabupaten/kota.
"Dengan PSBB berskala komunitas itu akan lebih substansi, karena yang menjaga dan mengawasi semuanya adalah anggota komunitas," kata Prof. Pandu saat video conference bersama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Balai Kota Surabaya, Senin (8/6/2020).
"Sehingga pemerintah daerah atau kota itu hanya memberikan bantuan yang diperlukan kepada kebutuhan spesifik tertentu," tambah Pandu.
Pandu berpendapat PSBB di Surabaya lebih tepat diterapkan dalam skala kecil, seperti berbasis di komunitas, lingkup kampung atau Rukung Warga (RW).
Sebab, penerapan PSBB skala kota/kabupaten menimbulkan dampak besar, salah satunya di aspek perekonomian dan sosial masyarakat.
Ketika PSSB diterapkan dalam skala komunitas, kata Pandu, protokol-protokol kesehatan harus tetap berjalan, seperti tidak bepergian jika tidak ada keperluan, kemudian keluar rumah harus menggunakan masker serta rajin mencuci tangan.
"Supaya kita membuat virus itu tidak pergi dari satu orang ke orang lain. Jadi kewajibannya adalah semua masyarakat wajib menggunakan masker bila keluar. Itu vaksin yang kita punya," katanya.
Dia menambahkan, ketika di suatu wilayah ditemukan warga yang terpapar COVID-19, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan identifikasi atau penelusuran. Upaya penelusuran itu untuk mengetahui jumlah warga yang terpapar hingga rumah tangga yang terinfeksi.
Hasil penelusuran itu, lanjut dia, bisa menjadi dasar pengambilan keputusan mengenai perlu atau tidaknya karantina skala rumah maupun lingkup kampung.
"Jadi pendekatannya karantina rumah, atau karantina kampung. Jadi tidak perlu sampai karantina kota. [...] Penularan virus corona ini kan sebetulnya klaster per klaster," ujar Pandu.
"Nah klaster-klaster itu sebetulnya kan Ibu Risma sudah identifikasi, bagus menggunakan konsep kampung, konsep RW. Itu jauh lebih substansi dan jauh lebih bertahan lama," tambah dia.
Editor: Agung DH