tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan musim penghujan 2025 di Indonesia telah berakhir. Lantas, kapan prediksi musim kemarau 2025 di Indonesia?
Musim penghujan di Indonesia telah berakhir sejak bulan Maret 2025. Memasuki bulan April, musim kemarau diprediksi akan berlangsung secara bertahap di berbagai wilayah di Indonesia.
Menurut analis BMKG, kemarau tahun 2025 cenderung lebih singkat dari tahun-tahun sebelumnya. Sementara, awal musim kemarau di Indonesia diprediksi dimulai di wilayah Nusa Tenggara.
Prediksi Musim Kemarau 2025 di Indonesia
Indonesia berada di antara dua samudra (Pasifik dan Hindia) serta dua benua (Australia dan Asia). Letak geografis tersebut menyebabkan Indonesia memiliki 2 musim, yaitu kemarau dan penghujan.
musim penghujan terjadi karena adanya angin monsun barat dari benua Asia. Sementara itu, angin monsun timur aktif dari Australia yang sifatnya kering menyebabkan musim kemarau.
Menurut analisis pemantauan dan analisis dinamika iklim global dan regional yang dilakukan BMKG, musim kemarau di Indonesia berlangsung mulai awal April 2025. Kemarau akan terjadi secara bertahap di berbagai wilayah yang diawali dari wilayah Nusa Tenggara.
“Awal musim kemarau di Indonesia diprediksi tidak terjadi secara serempak. Pada bulan April 2025, sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) akan memasuki musim kemarau," ujar Dwikorita, dilansir dari laman BMKG.
"Jumlah ini akan meningkat pada Mei dan Juni, seiring meluasnya wilayah yang terdampak, termasuk sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua,” lanjutnya.
Kemudian, akumulasi curah hujan musim kemarau di sebagian besar ZOM diprediksikan pada kategori Normal atau sama dengan biasanya (tidak lebih basah atau tidak lebih kering).
Sementara itu, muncak musim kemarau 2025 diprediksi terjadi pada Agustus di sebagian besar ZOM di Indonesia.
BMKG juga menganalisis bahwa musim kemarau di beberapa daerah cenderung berlangsung lebih singkat dari biasanya.
Sekitar 60% wilayah diprediksi mengalami kemarau dengan sifat normal, 26% wilayah mengalami kemarau lebih basah dari normal, dan 14% wilayah lainnya lebih kering dari biasanya.
Pada 26% wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan.
Data di atas berdasar pada fenomena iklim global seperti El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini berada dalam fase netral. Hal tersebut menunjukkan tidak adanya gangguan iklim besar dari Samudra Pasifik maupun Samudra Hindia hingga semester II tahun 2025.
Namun, suhu muka laut di wilayah Indonesia cenderung lebih hangat dari normal dan diperkirakan bertahan hingga September, yang dapat memengaruhi cuaca lokal di Indonesia.
Lebih lanjut, berdasarkan analisis BMKG, durasi musim kemarau di berbagai wilayah Indonesia beragam. Pada sebagain wilayah Sumatera dan Kalimantan, musim kemarau terjadi selama 6 dasarian atau 2 bulan. Sementara kemarau yang lebih panjang akan terjadi di sebagain Sulawesi, yaitu lebih dari 24 dasarian.
Mitigasi dan Rekomendasi BMKG di Musim Kemarau 2025
Dalam menghadapi terjadinya resiko musim kemarau di Indonesia, BMKG telah merekomendasikan hal-hal penting bagi pemangku kebijakan dalam menghadapi musim kemarau.
Di bawah ini merupakan panduan upaya mitigasi dan rekomendasi dari BMKG bagi pemangku kebijakan dalam merancang strategi antisipatif dan adaptif untuk menghadapi musim kemarau 2025.
Sektor Pertanian
Pertama, petani direkomendasikan untuk menyesuaikan jadwal tanam sesuai prediksi awal musim kemarau di tiap wilayah. Kedua, tanaman yang dipilih merupakan varietas tanaman yang tahan terhadap kekeringan.
Ketiga, optimalisasi pengelolaan air untuk mendukung produktivitas pertanian di tengah keterbatasan curah hujan. Keempat, memperluas lahan tanam dan meningkatkan produksi, dengan disertai pengendalian potensi hama bagi wilayah yang mengalami musim kemarau lebih basah.
Sektor Kebencanaan
Peningkatan kesiapsiagaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bagi pihak-pihak terkait.
Selain itu, BMKG juga menyarankan upaya pembasahan lahan-lahan gambut untuk menaikkan tinggi muka air dan pengisian embung-embung penampungan air di area yang rentan terbakar.
Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan air hujan yang turun pada awal musim kemarau.
Sektor Lingkungan dan Kesehatan
Masyarakat perlu waspada terhadap potensi penurunan kualitas udara di wilayah perkotaan dan daerah rawan karhutla, serta dampak suhu panas dan kelembapan tinggi yang dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan masyarakat.
Sektor Energi dan Sumber Daya Air
Mengelola pasokan air secara bijak dan efisien demi menjamin keberlanjutan operasional pembangkit listrik tenaga air (PLTA), sistem irigasi, dan pemenuhan kebutuhan air baku masyarakat selama periode musim kemarau berlangsung.
Penulis: Sarah Rahma Agustin
Editor: Beni Jo