Menuju konten utama

Prediksi BI dan Sri Mulyani soal Pertumbuhan Ekonomi RI 2020

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Menkeu Sri Mulyani optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membaik pada 2020.

Prediksi BI dan Sri Mulyani soal Pertumbuhan Ekonomi RI 2020
Petugas beraktivitas saat bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (14/11/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

tirto.id - Bank Indonesia optimistis pemulihan perekonomian global seiring dengan kemajuan perundingan perdagangan AS dengan China bisa mendorong perbaikan pertumbuhan nasional.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memprediksi pemulihan kondisi global dapat mendorong perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi di kisaran 5,1 persen sampai 5,5 persen pada tahun 2020.

Perry menilai kemajuan perundingan dagang AS-China bisa menurunkan risiko di pasar keuangan global sehingga mendorong keberlanjutan aliran modal masuk ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Prospek pemulihan global itu menjadi perhatian karena dapat mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi domestik dan arus masuk modal asing," kata Perry di Jakarta, Kamis (19/12/2019) seperti dilansir Antara.

Menurut Perry, prospek perekonomian global juga akan dipengaruhi oleh pemanfaatan daerah tujuan ekspor baru di negara berkembang, efektivitas stimulus fiskal dan pelonggaran kebijakan moneter serta kondisi geopolitik.

"Perbaikan ekspor ini mulai terlihat di triwulan IV 2019 karena pengaruh naiknya ekspor pulp, waste paper serta serat tekstil ke China, ekspor besi baja ke China dan ASEAN, serta berlanjutnya ekspor kendaraan bermotor ke ASEAN dan Arab Saudi," tambah Perry.

Sementara dari sisi domestik, menurut Perry, perekonomian nasional 2020 akan dipengaruhi penyaluran bantuan sosial yang diproyeksikan lebih tinggi dari tahun 2019. Hal tersebut dapat menjaga konsumsi rumah tangga serta kinerja penyerapan belanja pemerintah untuk infrastruktur.

Selain itu, perbaikan investasi terutama non bangunan, seperti dari hilirisasi nikel di Sulawesi, diproyeksikan akan mendorong kinerja investasi pada 2020. Peningkatan investasi diharapkan bisa terjadi seiring dengan transformasi kebijakan ekonomi untuk mempercepat perizinan dan meningkatkan keyakinan pelaku usaha.

"Transformasi ekonomi yang dijalankan pemerintah akan mendorong investasi swasta termasuk pengembangan klaster ekonomi berbasis pariwisata, industri, hilirisasi maupun pertanian dan perikanan, termasuk UMKM," ujar Perry.

BI juga optimistis pertumbuhan kredit pada 2020 bisa mencapai 10-12 persen atau lebih tinggi dari capaian 2019 yang diperkirakan sekitar 8 persen. "Pertumbuhan kredit akan lebih tinggi karena permintaan akan meningkat," Perry menambahkan.

Dia menjelaskan permintaan bakal meningkat karena kegiatan perekonomian diperkirakan akan pulih pada 2020 seiring dengan membaiknya kondisi global.

Menurut Perry, peningkatan kredit pada 2020 juga bisa terjadi karena didukung oleh penurunan suku bunga acuan sebanyak empat kali pada 2019, membaiknya likuiditas, serta kebijakan makroprudensial.

Meskipun demikian, dia mengakui pada 2019 pertumbuhan kredit hanya berada di kisaran 8 persen karena masih ada pengaruh siklus keuangan yang melambat dan lemahnya permintaan dunia usaha.

BI mencatat pertumbuhan kredit pada Oktober 2019 sebesar 6,53 persen atau melambat dari periode September sebesar 7,89 persen karena permintaan kredit korporasi yang belum kuat. Perry pun mencatat kredit bermasalah (NPL) hingga Oktober 2019 telah mencapai 2,73 persen (gross) dan 1,25 persen (net).

"Pertumbuhan gross meningkat sejalan dengan kegiatan ekonomi yang belum kuat, tapi dengan net yang tetap rendah, dipastikan bank sudah membentuk cadangan yang cukup untuk risiko kredit bermasalah," ujar dia.

Optimisme Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sempat melambat akan kembali positif pada 2020. Menurut dia, hal ini tampak dari membaiknya penerimaan beberapa jenis pajak.

“Optimisme menunjukkan perbaikan ke arah positif sehingga kita harap rebound ini akan diteruskan ke Desember sehingga memberikan akselerasi untuk bisa kita jaga pada 2020,” kata dia di Jakarta Kamis (19/12/2019).

Dia mencontohkan salah satu komponen yang menunjukkan perbaikan adalah Pajak Penghasilan (PPh) 21. Meski sempat mengalami kontraksi pada kuartal III 2019 hingga 0,82 persen, penerimaan PPh 21 bisa kembali tumbuh 10,42 persen pada Oktober dan 19,60 persen hingga November 2019.

“PPh 21 ini kan pajak dari upah gaji dan penghasilan pekerja. Artinya, mereka memiliki posisi yang membaik,” ujar Sri Mulyani.

Peningkatan pertumbuhan pada November 2019 juga dapat dilihat pada sektor industri pengolahan yaitu sebesar 7,84 persen, perdagangan (15,71 persen), serta jasa keuangan dan asuransi (25,42 persen).

Sri Mulyani menambahkan komponen terpenting adalah PPh Pasal 25 badan karena pada kuartal ketiga sempat tertekan 12,68 persen, lalu menguat pada Oktober hingga 8,45 persen dan di November tumbuh 25,22 persen.

"Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan sudah akselerasi dengan baik,” kata Sri Mulyani.

Perbaikan juga terlihat pada Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) yang pada kuartal pertama tertekan 3,89 persen, namun tumbuh sebesar 2,69 persen pada November 2019.

“Peningkatan pertumbuhan terutama dapat dilihat dari beberapa sektor utama seperti perdagangan yaitu 8,14 persen,” ujar dia.

Adanya perbaikan pada jenis-jenis pajak tersebut, menjadi alasan Sri Mulyani menilai terdapat langkah awal menuju rebound atau pembalikan yang cukup konsisten di tengah kondisi perlambatan ekonomi global.

Baca juga artikel terkait PERTUMBUHAN EKONOMI 2020 atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH