tirto.id - Jika saya menyimpan uang di bank senilai Rp 1 juta dan bunga ditetapkan sebesar 7 persen per tahun, maka di tahun pertama uang tersebut akan bertambah Rp 70.000, menjadi Rp 1.070.000. Dan dari jumlah tersebut, dengan tingkat bunga yang serupa, Rp 74.900 ditambahkan ke rekening saya setahun berikutnya, lalu Rp 80.143 masuk di tahun ketiga. Dalam waktu 11 tahun dan bunga yang diberikan bank tetap tak berubah, uang Rp 1 juta itu akhirnya berlipat ganda menjadi Rp 2 juta (Rp 2.104.851,9523).
Secara sederhana, fenomena itu disebut sebagai pertumbuhan eksponensial, yakni pertumbuhan yang melibatkan unsur-unsur yang berubah dari waktu ke waktu. Dari perandaian tersebut, unsur yang berubah adalah nilai tabungan yang bertambah setiap tahunnya gara-gara bunga.
Menurut peneliti Massachusetts Institute of Technology (MIT), pertumbuhan eksponensial tak selamanya menyenangkan, bahkan di beberapa kasus cenderung mengkhawatirkan, salah satunya adalah pertumbuhan penduduk beserta dinamika sistem yang menyelimutinya.
Limits to Growth
Pada awal 1970-an, diinisiasi oleh sekelompok peneliti dan pengusaha multidisiplin dari dan lulusan Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan beberapa kampus Ivy League, organisasi wadah pemikir (think tank) bernama Club of Rome didirikan di Winterthur, Swiss.
Kala itu, diketuai peneliti bernama Dennis L. Meadows, Club of Rome mencoba menerka-nerka seperti apa keadaan dunia di masa depan melalui Project on the Predicament of Mankind. Memanfaatkan model matematis bernama "World3" yang menautkan data berbagai hal tentang manusia dan menganalisisnya melalui komputer, Project on the Predicament of Mankind, sebagaimana dipaparkan Meadows dan kawan-kawannya dalam The Limits to Growth: A Report for the Club of Rome's Project on the Predicament of Mankind (1972), menyimpulkan bahwa peradaban manusia akan menurun dan cenderung hancur pada tahun 2030. Kesimpulan mengerikan ini berakar dari pertumbuhan manusia.
Bagi Club of Rome, selayaknya Thanos dalam fiksi yang digarap Marvel atau Bertrand Zobrist dalam novel Inferno, pertumbuhan penduduk merupakan biang kehancuran. Menurut mereka, bumi diisi 0,5 miliar penduduk pada 1650 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 0,3 persen per tahun. Maka, untuk berlipat ganda dari 0,5 miliar menjadi 1 miliar penduduk, dibutuhkan waktu selama 250 tahun yang terjadi pada tahun 1900.
Namun, seiring dengan ditemukannya obat-obatan untuk menangani berbagai penyakit dan semakin berkualitasnya gizi yang diserap serta berkurangnya peperangan, angka harapan hidup manusia meningkat. Pada 1650, angka harapan hidup manusia di seluruh dunia berada di titik 30 tahun, lalu meningkat menjadi 53 tahun saat Club of Rome menerbitkan prediksi masa depan umat manusia, dan kini berada di angka 72,5 tahun. Melalui peningkatan kualitas hidup ini, pada 1970 atau 350 tahun sejak 1650, bumi diisi 3,6 miliar penduduk dengan tingkat pertumbuhan yang meningkat pula, yakni sebesar 2,1 persen per tahun alias jumlah penduduk akan berlipat ganda dalam tempo 33 tahun atau pada tahun 2003.
Artinya, tidak seperti pertumbuhan eksponensial tabungan di bank yang hanya berpatokan pada jumlah rupiah, dalam pertumbuhan penduduk terjadi fenomena "eksponensial super", unsur-unsur yang berubah dari waktu ke waktu bukan hanya jumlah penduduk, tetapi juga persentase tingkat pertumbuhan. Melalui fenomena eksponensial super ini, tempo yang dibutuhkan umat manusia untuk berlipat ganda kian singkat.
Di satu sisi, semakin pendeknya waktu yang diperlukan manusia untuk berlipat ganda karena kualitas hidup yang kian meningkat sangat membahagiakan. Masalahnya, menurut Club of Rome, pertumbuhan penduduk yang lebih gila-gilaan menciptakan fenomena bernama "vicious circle" alias "feedback loop." Suatu fenomena yang membuat kenaikan gaji, misalnya, menggiring kenaikan permintaan terhadap barang/jasa, lalu kenaikan permintaan ini menggiring kenaikan harga barang/jasa, lalu kenaikan harga ini menggiring kenaikan gaji, dan seterusnya dan selamanya.
Bagi para ahli ekonomi, kenaikan gaji yang menggiring kenaikan permintaan serta harga barang tidak akan memberikan dampak yang buruk seandainya dapat ditekan di bawah 2 persen. Namun, karena pertumbuhan penduduk naik secara eksponensial super, vicious circle yang tercipta pun super tumbuhnya. Dan pokok atau subjek yang digiring pertumbuhan super oleh pertumbuhan penduduk ini adalah industri serta lingkungan, yang sialnya memiliki batas.
Kembali merujuk buku yang ditulis anak-anak Club of Rome, untuk membuat miliaran manusia di bumi hidup bahagia, dengan mengesampingkan cinta, makanan perlu disiapkan. Sayangnya, karena manusia sudah meninggalkan tata-hidup berburu dan meramu sejak 10.000 tahun lalu, kebutuhan terhadap makanan hanya dapat diperoleh melalui ketergantungan terhadap industri. Dan karena jumlah penduduk tumbuh secara eksponensial, industri pun harus tumbuh dengan tingkat serupa: dari 7 persen pada 1963 hingga lebih dari 10 persen per tahun setelah itu. Karena industri dipacu untuk memproduksi barang mengikuti pertumbuhan manusia, terjadi eksploitasi terhadap bahan baku berupa mineral bumi yang terbatas jumlahnya. Dan salah satu bahan baku yang dieksploitasi industri guna menghasilkan makanan adalah tanah.
Merujuk Food and Agriculture Organization (FAO), lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani masalah pangan, hanya terdapat 3,2 miliar hektare tanah di bumi yang dapat dimanfaatkan manusia untuk bercocok tanam. Dan pada tahun ketika buku The Limits to Growth terbit, setengah luas tanah tersebut telah dimanfaatkan hingga sisanya kian sedikit. Dengan tanah yang kian mengerucut ini, terjadi pula kenaikan biaya pembukaan lahan pertanian baru, dari $215 per hektare sebelum 1970-an menjadi $5.275 per hektare setelahnya, dan terus meningkat. Dan karena proses memproduksi makanan pun membutuhkan alat-alat berat dan teknologi mutakhir, meningkat pula eksploitasi terhadap bahan baku lain.
Untuk mendongkrak hasil pertanian sebesar 34 persen per tahun, misalnya, diperlukan pertumbuhan traktor sebesar 63 persen, pupuk nitrat sebesar 146 persen, dan pestisida sebesar 300 persen. Meningkatnya kebutuhan alat-alat berat serta mineral, meningkat pula produksi gas rumah kaca di atmosfer bumi.
Akhirnya, menurut pemikiran Club of Rome serta dipertegas oleh anggota baru mereka bernama Gaya Herrington melalui studinya berjudul "Update to Limits to Growth: Comparing the World3 Model with Empirical Data" (Journal of Industrial Ecology 2020), seandainya vicious circle ini tak bisa ditekan peradaban manusia akan mulai menunjukkan kemerosotannya pada 2030 kelak. Bahkan, sangat mungkin lebih cepat terjadi gara-gara pandemi Covid-19.
Banyak pihak yang tak sepakat dengan prediksi masa depan ala Club of Rome. Bahkan Peter Passell, melalui review-nya terhadap The Limits to Growth yang terbit di The New York Times (2 April 1972), menyebut bahwa prediksi Club of Rome "merupakan analisis omong kosong nan menyesatkan yang sewenang-wenang berasumsi dengan memanfaatkan sains komputer sebagai tamengnya."
Review keras ini diberikan Passell karena menilai komputer, dengan segala permodelan liar Club of Rome melalui World3, tidak akan bisa menganalisis ke-kompleks-an hidup manusia. Terlebih, seperti yang sempat saya tulis, ide-ide baru manusia modern berhasil meningkatkan kapasitas produksi serta efisiensi di segala bidang, termasuk soal minyak. Melalui komputer--yang ironisnya digunakan Club of Rome memprediksi kehancuran umat manusia pada 2030 kelak--Google, Microsoft, serta Amazon berhasil membuat Amerika Serikat meningkatkan produksi minyak mentah. Padahal, semenjak tahun 1957, Paman Sam percaya bahwa minyak mentah akan punah pada 2007.
Tak ketinggalan, meskipun terdengar seperti fiksi ilmiah, seandainya segala kebutuhan mineral untuk umat manusia benar-benar tak tersisa, sebagaimana ditulis Sam Spector dalam "Space Travel and the Limits to Growth" (Annals of Tourism Research 2019), manusia mungkin harus berterima kasih kepada Elon Musk dan Jeff Bezos yang menginisiasi SpaceX serta Blue Origin. Sebab, bulan misalnya, mengandung satu juta ton helium-3, mineral isotop non-radioaktif yang dapat digunakan sebagai bahan baku memproduksi listrik. Atau ada pula 7.500 metrik ton platinum, 1.5 juta ton kobalt, dan 30 juta ton nikel di setiap asteroid yang mengangkasa.
Editor: Irfan Teguh