tirto.id - Ketua Umum Prabowo Subianto menyatakan penyesalannya karena tidak melakukan kudeta terhadap pemerintahan. Penyesalan ini sudah diungkapkannya sejak enam tahun silam, tepatnya pada 2012.
Menghadiri acara kampanye calon gubernur Jawa Barat Sudrajat-Ahmad Syaikhu, Prabowo membicarakan masalah sistem ekonomi neoliberalisme yang dianut oleh bangsa Indonesia hingga sekarang. Menurutnya, sistem ini tidak baik karena merugikan rakyat berpenghasilan rendah.
Prabowo menegaskan, sistem ini memberi jalan agar sebagian orang menjadi kaya. Kekayaan itu diharapkan dapat menurun ke orang miskin di bawahnya. Hal itu disebut dengan trickle down effect, jelasnya.
"Masalahnya, menetes ke bawahnya kapan?" kata Prabowo ragu.
Atas dasar itu, Prabowo mengaku kecewa. Menurutnya, ia tidak sering diundang ke acara besar di Jakarta. Prabowo merasa ia tidak laku karena kalangan pimpinan di Jakarta tidak mau mendengarkannya.
"Dulu saya percaya neolib [neo-liberalisme], tapi saya elite yang sudah tobat," ujarnya saat kunjungan ke Depok, Minggu (1/4/2018).
Ia kemudian mengingat, sudah tiga kali ia hendak ikut Pilpres, yakni 2004 saat masih di Partai Golkar, 2009, dan 2014. Namun, ia dinilai tidak demokratis dan dituduh hendak mengkudeta Indonesia pada sekitaran 1998. Menanggapi Indonesia yang masih memakai ekonomi neoliberalisme, Prabowo menyesal.
"Terus terang saja dalam hati saya nyesel. Kenapa saya nggak kudeta dulu, lihat realitas sekarang," kata Prabowo berkelakar, sambil diikuti tawa warga.
Pernyataan Prabowo dan bahasannya ini serupa dengan pidatonya tahun 2012 saat memberikan kuliah umuk di Four Seasons Hotel dan saat berpidato di depan Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia tahun 2014. Namun, saat itu Prabowo mengaku menyesal tidak mengkudeta Presiden RI ke-3 BJ Habibie.
"Gara-gara sumpah sih jadi enggak jadi, karena saya ingat itu. Saya takutnya sama buku kecil yang berisi UUD 1945. Takutnya hanya satu buku itu, yang di dalamnya ada satu ayat yang menyebutkan presiden pegang kekuasaan tertinggi atas angkatan perang. Jadi, sudah dikunci dengan satu kalimat itu," ujar Prabowo kala itu.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Yuliana Ratnasari