tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan cum Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo sebagai tersangka suap izin ekspor benih lobster pada Kamis (26/11/2020) lalu. Mulai dari penangkapan hingga naskah ini rampung ditulis, Jumat sore kemarin, tak ada sepatah kata pun keluar dari sang bos partai, Prabowo Subianto.
Pernyataan mantan Danjen Kopassus ini ditunggu-tunggu publik bersamaan dengan beredarnya kembali penggalan videonya dalam debat Pilpres 2019 pada 17 Januari tahun lalu, ketika bicara perkara korupsi di tubuh partai sendiri. "Kalau ada anggota Partai Gerindra ada yang korupsi," kata Prabowo dengan nada mantap, "maka saya yang akan masukin ke penjara sendiri."
Kami telah menghubungi Juru Bicara Prabowo Dahnil Anzar Simanjuntak melalui telepon dan aplikasi Whatsapp, tapi tak ada respons.
Bungkamnya Prabowo menuai cibiran dari salah satu kader, Arief Poyuono. Menurutnya, jika Prabowo enggan berkomentar apalagi meminta maaf atas kejahatan anak buahnya, maka komitmen dia terhadap pemberantasan korupsi hanya omong kosong. Bahkan, katanya kepada reporter Tirto, Jumat kemarin, "kalau beliau komitmen, ya, harus mundur dari kabinet Jokowi. kalau enggak mundur ya cuma omdo alias omong doang."
Meski berkompetisi melawan Jokowi di dua pilpres terakhir dan menyisakan polarisasi yang signifikan di masyarakat, Prabowo akhirnya menerima ajakan mantan lawannya itu sebagai Menteri Pertahanan.
Permintaan maaf muncul dari Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad--yang tak pernah berjanji 'memasukkan sendiri kader ke penjara'. "Kami mohon maaf kepada semuanya atas musibah yang menimpa kader kami Edhy Prabowo. Kekhilafan dan peristiwa ini untuk menjadi introspeksi internal partai kami," cuit Dasco di Twitter, @Don_Dasco, Kamis.
Kepada media, Dasco mengatakan partainya berkomitmen memberantas korupsi. Itu ditandai dengan tidak memberikan bantuan hukum kepada Edhy. Selain itu, ia menyebut Edhy telah mengundurkan diri dari posisi Wakil Ketua Umum Gerindra dan anggota Dewan Pembina. "Kami akan segera siapkan penggantinya," ujar Dasco di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, dilansir dari Antara.
Komitmen yang Diragukan
Pernyataan bakal memenjarakan kader dengan tangan sendiri sebenarnya merupakan jawaban Prabowo terhadap pertanyaan Jokowi.
"Menurut ICW, partai yang bapak pimpin termasuk yang paling banyak mencalonkan mantan koruptor atau mantan napi korupsi. Yang saya tahu, caleg itu yang tanda tangan adalah ketua umumnya, berarti Pak Prabowo yang tanda tangan," pancing Jokowi. Prabowo lalu menjawab dirinya tidak mengetahui laporan itu. Tapi ia menekankan Gerindra hanya mencalonkan kader-kader terbaik.
Pada saat itulah keluar pernyataan "kalau ada anggota Gerindra yang korupsi, saya yang akan masukin ke penjara sendiri."
Tak hanya sekali Prabowo sesumbar soal pemberantasan korupsi. Dalam pidato di acara 'Renaisans Indonesia' pada 8 Maret 2019, ia mengeluarkan pernyataan yang tidak kalah menghebohkan: "Saya akan kejar koruptor-koruptor itu. Bila perlu sampai ke Antartika. Bahkan ke padang pasir yang paling jauh."
Dalam acara itu dia bilang korupsi adalah malah kronis bangsa Indonesia, dan itu dimulai dari pejabat yang kerap menggarong uang negara.
Peneliti dari Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola menilai janji-janji Prabowo terhadap pemberantasan korupsi memang bermasalah. Itu bahkan terkonfirmasi sejak ia didapuk menjadi Menteri Pertahanan. Semestinya saat itu Prabowo langsung mengundurkan diri dari partai untuk menghindari diri dari potensi konflik kepentingan.
"Klaimnya luntur karena masih kompromistis terhadap potensi konflik kepentingan," kata Alvin kepada reporter Tirto, Jumat. Dalam kasus korupsi izin ekspor benih lobster pun dia tidak memecat Edhy seketika, tambahnya.
Orang-orang terdekat Prabowo disebut-sebut memiliki kepentingan dalam ekspor ini. Laporan utama Majalah Tempo edisi 4 Juli 2020 membeberkan nama-nama yang termasuk kader Partai Gerindra menjabat sebagai komisaris hingga direksi di beberapa perusahaan yang diizinkan mengekspor benih lobster.
"Dalam hal itu saja bisa kita lihat buruknya beliau dalam menerjemahkan komitmen anti korupsi," katanya.
Penulis: Alfian Putra Abdi & Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino