Menuju konten utama

PPATK: Transaksi Rp300 Triliun di Kemenkeu Bukan TPPU & Korupsi

PPATK sebut aliran dana mencurigakan senilai Rp300 triliun di Kemenkeu bukan merupakan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan kasus korupsi.

PPATK: Transaksi Rp300 Triliun di Kemenkeu Bukan TPPU & Korupsi
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana memberikan keterangan pers terkait aliran dana terlarang dari lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) ke kelompok yang diduga Al Qaeda di Jakarta, Rabu (6/7/2022). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.

tirto.id - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) menyatakan bahwa aliran dana mencurigakan senilai Rp300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bukan merupakan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan kasus korupsi. Aliran dana tersebut merupakan akumulasi dari kasus kepabeanan dan pajak.

"Kasus-kasus itulah yang secara logis memiliki nilai yang luar biasa besar yang kita sebut kemarin Rp300 triliun. Nah dalam kerangka itu perlu dipahami bahwa ini bukan tentang adanya abuse of power ataupun adanya korupsi yang dilakukan oleh pegawai dari Kemenkeu," jelas Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (14/3/2023).

Ivan menjelaskan, posisi Kemenkeu adalah sebagai salah satu penyidik tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No 9/2010. Oleh sebab itu, setiap kasus yang terkait dengan kepabeanan cukai dan perpajakan akan selalu disampaikan PPATK dan ditindaklanjuti oleh Kemenkeu.

"Disitulah kami menyerahkan yang namanya hasil analisis ataupun hasil pemeriksaan kepada Kemenkeu untuk ditindaklanjuti dalam posisi kementerian keuangan sebagai penyidik tindak pidana asalnya," jelasnya.

Ivan menyebut kasus-kasus kepabeanan cukai dan pajak memiliki nilai yang cukup masif. Meskipun ada beberapa temuan juga di dalamnya menyangkut dengan pegawai Kemenkeu yang terlibat di dalamnya namun dengan nilai yang kecil.

"Kami menemukan sendiri terkait dengan pegawai tapi itu nilainya tidak sebesar itu, nilainya sangat minim. Dan itu ditangani oleh Kementerian Keuangan secara sangat baik," klaimnya.

Oleh karena itu, Ivan meminta kepada masyarakat agar tidak salah persepsi terhadap temuan senilai Rp300 triliun tersebut. Sebab temuan tersebut bukan tentang adanya penyalahgunaan kewenangan atau penyalahgunaan korupsi yang dilakukan oleh pegawai oknum di Kementerian Keuangan.

"Tapi lebih kepada kasus-kasus yang kami sampaikan kepada kementerian keuangan dalam posisi Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal pencucian uang yang diatur di dalam Undang-Undang," pungkas dia

Dalam kesempatan sama, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkeu, Awan Nurmawan Nuh menambahkan, pada prinsipnya angka Rp300 triliun tersebut bukan angka korupsi maupun TPPU pegawai Kementerian Keuangan.

"Tentu kami komit, mengenai informasi-informasi pegawai itu kita tindak lanjuti secara baik, secara proper kita panggil dan sebagainya. Intinya kerjasama antara kementerian keuangan dan PPATK sudah tentu cair," pungkas dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan aliran dana mencurigakan senilai Rp300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merupakan tindak pidana pencucian uang TPPU, bukan tindak pidana korupsi.

"Jadi tidak benar isu berkembang di Kemenkeu ada korupsi Rp300 triliun. Bukan korupsi, pencucian uang," kata Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (10/3/2023) malam.

Secara sederhana, pencucian uang merupakan upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan dana yang diperoleh dari kejahatan atau hasil tindak pidana. Dengan proses itu, seolah-olah uang haram itu tampak menjadi harta kekayaan yang sah.

Mahfud menyebut aliran dana yang mencurigakan Rp300 triliun di Kemenkeu sepanjang 2009-2023 terdiri dari 197 laporan dengan melibatkan 467 pegawai. Aliran dana yang janggal itu berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Baca juga artikel terkait KEPALA PPATK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Reja Hidayat