tirto.id - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) tak akan menuruti permintaan Kemenkeu untuk mengungkap data ke publik terkait temuan transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun di Ditjen Pajak dan Bea Cukai. Namun, PPATK akan membuka data tersebut ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan penyidik.
"Tidak bisa kami buka (ke publik). Kecuali kepada Bu Menkeu (Sri Mulyani) atau penyidik," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat dikonfirmasi Tirto, Senin (13/3/2023).
Sebelumnya Sri Mulyani Indrawati menginstruksikan jajarannya untuk langsung mengecek adanya dugaan tindak pencucian uang senilai Rp300 triliun kepada PPATK.
"Untuk mendapatkan data itu, saya sudah tugaskan kepada Wamen (Suahasil Nazara) Itjen Kemenkeu, Ditjen Pajak dan Bea cukai untuk melakukan follow up (ke PPATK) ada data baru terus kita tindaklanjuti," katanya dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Sabtu lalu.
Sri Mulyani mengklaim sudah berkomunikasi dengan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana terkait aliran dana Rp300 triliun tersebut. Bendahara Negara itu meminta kepada PPATK untuk membuka data kepada publik siapa-siapa yang terlibat di dalamnya
"Saya sudah kontak Pak Ivan dan seizin pak Mahfud MD. Sampaikan saja ke media secara jelas siapa yang terlibat dan transaksinya seperti apa?," katanya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD sebelumnya sempat mengungkapkan, aliran dana mencurigakan senilai Rp300 triliun di Kementerian Keuangan merupakan tindak pencucian uang, bukan tindak pidana korupsi.
"Jadi tidak benar isu berkembang di Kemenkeu ada korupsi Rp300 triliun. Bukan korupsi, pencucian uang," kata Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (10/3/2023) malam.
Secara sederhana, pencucian uang merupakan upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan uang atau dana yang diperoleh dari suatu aksi kejahatan atau hasil tindak pidana, sehingga seolah tampak menjadi harta kekayaan yang sah.
Mahfud menyebut aliran dana yang mencurigakan Rp300 triliun di Kemenkeu sepanjang 2009-2023 terdiri dari 197 laporan dengan melibatkan 467 pegawai. Aliran dana yang janggal itu berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Namun selama ini tindakan pencucian uang tersebut tidak ditindaklanjuti. Oleh sebab itu, temuan transaksi mencurigakan Rp300 triliun ini akan didalami lebih lanjut melibatkan aparatur penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan Agung atau Kepolisian.
"Nah yang TPPU-nya Rp 300 triliun ini akan kita tindaklanjuti. Oleh sebab itu, kalau ada permintaan ke kementerian untuk diselidiki tindakan pidana pencucian uang, saya harus kasihkan ini ke aparatur penegak hukum," tutup Mahfud.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Reja Hidayat