tirto.id - Meski Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) baru menyelenggarakan kongres pembentukan Komite Pemilihan pada 27 Juli 2019, namun bursa bakal calon ketua umum federasi tertinggi sepakbola Indonesia itu sudah panas. Sejauh ini Komjen Pol Mochamad Iriawan alias Iwan Bule adalah bakal calon yang paling getol menggalang dukungan.
Selain restu dari Kapolri Tito Karnavian, jenderal bintang tiga—yang berjanji memberikan subsidi Rp15 miliar untuk masing-masing klub Liga 1, Rp5 miliar untuk masing-masing klub Liga 2, dan Rp1 miliar untuk tiap-tiap klub Liga 3—ini telah mendapat dukungan dari pemangku kepentingan sepakbola di berbagai provinsi, termasuk dari organisasi yang mendaku sebagai ‘tandingan’ PSSI, Komite Pembangunan Sepakbola Nasional (KPSN).
“Karakter seperti inilah (Iwan Bule) yang diperlukan untuk membersihkan PSSI saat ini,” klaim Suhendra, Ketua KPSN.
Bukan cuma KPSN, kubu PSSI pun menyambut positif niat Iwan Bule mencalonkan diri. Salah satu dukungan datang dari anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Yoyok Sukawi.
“Siapa saja enggak masalah. Pasti didukung asal niatnya positif untuk PSSI,” kata pria yang juga berpredikat CEO PSIS Semarang kepada reporter Tirto, Senin (8/7/2019) kemarin. Dia juga mengaku sudah mengenal Iwan sejak lama.
Dari Yoyok, diketahui kalau Iwan bukan satu-satunya bakal calon ketua umum yang berlatar belakang jenderal. Dari sas-sus, Yoyok mendengar ada setidaknya tiga jenderal lain yang mungkin turut mencalonkan diri.
“Dengar-dengar ada banyak jenderal TNI dan polisi mau mencalonkan diri. Artinya PSSI memiliki daya tarik tersendiri. Dan memang PSSI itu berarti kelasnya, mungkin, para jenderal-jenderal bintang tiga bintang empat. Sudah mirip seperti pencalonan presiden,” ujarnya.
Tiga jenderal yang berpeluang mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PSSI seluruhnya berasal dari latar belakang militer, setidaknya demikian menurut sumber JPNN. Mereka adalah Letjen Doni Monardo, Letjen Tatang Sulaiman, serta Letjen Joni Supriyanto.
Ketiga nama tersebut memang belum menyatakan ke publik bakal mendaftarkan diri. Namun Yoyok tidak menampik nama-nama itu kerap muncul dalam pembicaraan dari mulut ke mulut.
“Saya enggak mau menyebut nama juga. Tapi kalau yang sering dibicarakan beberapa memang dari yang kamu sebut tadi,” tutur Yoyok.
Nama pertama, Doni Monardo, adalah sosok yang tidak asing di telinga publik, terutama saat terjadi bencana. Doni menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), atasan almarhum Sutopo Purwo Nugroho. Sebelum itu dia pernah menduduki beberapa posisi strategis, yang tidak bersinggungan dengan sepakbola, misalnya Danjen Kopassus dan Komandan Paspampres.
Reporter Tirto mencoba mengkonfirmasi soal ini ke yang bersangkutan. Namun hingga artikel ini tayang Doni tidak merespons.
Nama berikutnya, Tatang Sulaiman, adalah Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Pria kelahiran 1 April 1962 itu belum pernah menjabat di luar instansi militer. Nama terakhir, Joni Supriyanto, menjabat Kepala Staf Umum TNI. Joni menduduki jabatan tersebut sejak 25 Januari 2019 dan, sebagaimana Tatang, belum pernah menduduki jabatan di luar militer.
Bukan Hal Baru
Jika benar pada pemilihan Ketua Umum PSSI Januari 2020 nanti akan ada persaingan antar-jenderal, maka ini bukanlah kali pertama. Pada pemilihan ketua umum periode sebelumnya yang berlangsung 2016 lalu, tiga dari delapan kandidat juga menyandang pangkat jenderal TNI.
Mereka adalah Edy Rahmayadi, Moeldoko, dan Benhard Limbong. Edy Rahmayadi akhirnya menjadi pemenang dengan perolehan 76 suara dari total 107 pemilih. Edy akhirnya mundur pada Januari 2019, setelah rangkap jabatan sebagai Gubernur Sumatera Utara sejak Juli 2018.
Sebelum Edy, Moeldoko, dan Limbong, beberapa jenderal lain juga sempat mencoba peruntungan. Misalnya mendiang George Toisutta pada 2011.
Toisutta sebenarnya punya momentum untuk menang karena saat itu banyak klub mendukungnya. Sebut saja PSM Makassar, Persema Malang, dan PSMS Medan. Namun dia gagal sampai tahap pemilihan akhir karena tidak lolos verifikasi FIFA. George gagal setelah Komite Pemilihan mengeluarkan surat Nomor 04/KP-KomekPSSI/II/2011 yang intinya mengatakan dia tak lolos persyaratan sebab belum aktif minimal lima tahun di sepakbola nasional.
Pada tahun yang sama, satu pensiunan jenderal, I Gusti Kompyang Manila, juga tercatat mencalonkan diri sebagai calon ketua umum. Namun lulusan Akabri 1964 itu kalah pamor dibanding calon-calon lain. Akhirnya Djohar Arifin Husin-lah yang keluar sebagai pemenang.
Bukan cuma yang gagal, aparat yang berhasil pun sebenarnya tidak sedikit. Sebelum rezim dua periode Nurdin Halid, Agum Gumelar pernah menjabat sebagai Ketua Umum PSSI periode 1999-2003. Agum, purnawirawan jenderal bintang empat, berdinas di TNI Angkatan Darat pada 1969-1998.
Azwar Anas dan Kardono, dua Ketua Umum PSSI sebelum Agum, rekam jejaknya juga tak beda jauh. Azwar adalah pensiunan Letnan Jenderal AD cum politikus. Pria kelahiran 2 Agustus 1933 itu pernah menjabat sebagai Gubernur Sumatera Barat serta Menteri Perhubungan. Sementara Kardono juga jenderal yang berasal dari TNI Angkatan Udara.
Pada 1975-1977, PSSI pernah pula dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal, Bardosono. Saat memimpin dia dikenal sebagai sosok yang otoriter karena kerap merecoki penempatan pemain. Bahkan pendiri PSSI, Soeratin, juga militer meski jabatan terakhirnya cuma Letnan Kolonel.
Pada akhirnya, potensi perang jenderal, juga kemungkinan Ketua Umum PSSI berhasil didapat salah satu dari mereka, bukanlah hal baru.
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Rio Apinino