tirto.id - Polri mengimbau perwakilan massa yang ingin mengikuti aksi pada 22 Mei nanti agar tidak perlu memobilisasi massa dalam jumlah besar.
“Untuk monitoring pergerakan massa dari tiap daerah seperti dari Aceh hingga Jawa, Kalimantan dan Sulawesi, sudah didata. Kami koordinasikan ke koordinator lapangan untuk tidak memobilisasi massa dalam jumlah besar,” ujar Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Senin (20/5/2019).
Akhirnya, lanjut dia, jumlah massa mengecil dari perwakilan tiap daerah dan jumlahnya bervariasi.
“Ada (pergerakan massa dari daerah menuju Jakarta), namun jumlah tidak terlalu signifikan dan belum bisa diprediksi karena perkembangan masih terus dihitung,” jelas Dedi.
Ia menyatakan massa harus menaati peraturan dan jika ditemukan peserta aksi yang membawa senjata tajam maka akan diproses hukum.
Analisis intelijen Polri, sambung Dedi, rata-rata massa memilih kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai target aksi karena ingin mendengarkan hasil penghitungan suara resmi. Namun ada juga yang berdiam di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Anggota TNI dan Polri yang bersiaga di lokasi aksi tidak dilengkapi peluru tajam dan senjata dalam mengamankan aksi.
Untuk memitigasi rencana aksi teror dari jaringan teroris, Dedi berujar, bahwa hingga kini Densus 88 terus memantau dan menangkap terduga teroris.
“Pelaku-pelaku dekat dengan masyarakat, tidak menutup kemungkinan kelompok ini bergabung dengan massa, akan sulit untuk mendeteksi mereka,” terang Dedi.
Polri juga mengimbau masyarakat tidak turun ke jalan untuk menjadi massa aksi pada 22 Mei nanti lantaran ada indikasi teror yang dilakukan oleh kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
“Bahwa tanggal 22 Mei, masyarakat kami imbau tidak turun. Kami tidak ingin ini terjadi (serangan) di kerumunan massa,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol M Iqbal di Mabes Polri, Jumat (17/5/2019).
Iqbal menegaskan bahwa terduga teroris berencana beraksi pada 22 Mei.
“Bahwa pelaku tindak pidana terorisme ini betul-betul memanfaatkan momentum pesta demokrasi,” ucap dia.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Nur Hidayah Perwitasari