tirto.id - Brigadir TTP didampingi kuasa hukumnya, Ma’ruf dari LBH Masyarakat (LBHM) resmi mendaftarkan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Surabaya melalui PTUN Semarang, Senin 25 Januari 2021 kemarin.
Upaya hukum banding ini merupakan bentuk perlawanan terhadap putusan PTUN Semarang Nomor: 63/G/2020/PTUN.SMG pada tanggal 7 Januari 2021.
Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Semarang menolak gugatan Brigadir TTP terkait pemecatan dirinya dari institusi Polri. Anggota polisi berinisial TTP ini diketahui dipecat dari Korps Bhayangkara karena mengakui dirinya gay, minoritas seksual yang didiskriminasi oleh negara.
"Pada memori banding ini, LBHM menekankan kekeliruan PTUN Semarang dalam mengadili perkara Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) Brigadir TT dari Dinas Kepolisian Republik Indonesia," kata Ma'aruf melalui keterangan tertulisnya, Selasa (26/1/2021).
Menurutnya, putusan PTUN Semarang itu bertentangan dengan ketentuan hukum acara peradilan tata usaha negara, khususnya dalam upaya administrasi PTDH.
LBHM juga meyakini putusan PTUN Semarang bertentangan dengan pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan, seperti yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung (MA) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung (SEMA 10/20).
"SEMA 10/20 telah merumuskan bahwa perkara PTDH yang didasarkan pada komisi etik tidak perlu diajukan upaya keberatan internal," ucapnya.
Berdasar hal tersebut, LBHM selaku tim kuasa hukum Brigadir TTP meminta kepada Majelis Hakim PTUN Surabaya untuk memeriksa perkara dengan seksama dan membatalkan Putusan PTUN Semarang Nomor: 63/G/2020/PTUN.SMG.
Dengan dibatalkan putusan tersebut, maka PTUN Semarang wajib untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a quo, serta memberikan putusan untuk memerintahkan Brigadir TT kembali berdinas sebagai Anggota Polri.
"LBHM selaku tim kuasa hukum dari Brigadir TTP meminta dukungan dari seluruh pihak untuk mengawal proses upaya hukum banding ini," tuturnya.
Sebelumnya pada Mei 2019, seorang polisi berinisial TTP mengugat Polda Jawa Tengah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang. Gugatan itu mempermasalahkan keputusan pemberian sanksi Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada TTP yang didasari alasan karena ia melakukan 'perbuatan tercela'.
Kuasa hukum TTP, Maruf Bajammal menyatakan gugatan ke PTUN diajukan karena pemecatan itu berkaitan dengan orientasi seksual kliennya.
Menanggapi kasus tersebut, Amnesty International Indonesia menilai Sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) yang diberikan kepada TTP, bekas polisi berpangkat brigadir telah melanggar melanggar prinsip-prinsip HAM, khususnya prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi dalam dunia kerja di lembaga penegak hukum.
"Keputusan tersebut juga melanggar aturan internal kepolisian itu sendiri yaitu Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia," jelas Usman Hamid dari Amnesty.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri