tirto.id - Satgas Penyelundupan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap empat kasus impor ilegal selama tiga bulan terakhir. Dari pengungkapan yang dilakukan tersebut, Bareskrim Polri menyita barang senilai Rp51.230.400.000.
“Empat kasus penyelundupan berbagai jenis barang di Provinsi Jakarta, Banten, dan Jawa Barat dengan nilai barang sebesar Rp51.230.400.000,” ujar Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (4/2/2025).
Menurut Helfi, negara mengalami kerugian hingga Rp64.257.680.000 dari empat kasus penyelundupan ilegal tersebut.
Helfi menjelaskan, kasus pertama adalah penyelundupan tali kawat baja oleh PT Nobel Riggindo Samudra yang berasal dari Korea Selatan, Portugal, India, dan Singapura. Dalam kasus ini, penyidik menetapkan RH selaku direktur utama (dirut) perusahaan tersebut sebagai tersangka.
Dalam menjalankan aksinya, kata Helfi, tersangka menggunakan modus melakukan importasi tali kawat baja dengan mengganti nomor pos tarif atau kode Harmonized System (HS) pada dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Tersangka mengubah kode HS dari tali kawat baja menjadi batang kecil untuk menghindari pendaftaran barang wajib SNI dan tidak melakukan pembayaran bea masuk, PPH, PPN dan DM.
“Nilai barangnya sendiri sebesar Rp16,982 miliar dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp21,56 miliar,” ungkap Helfi.
Helfi menambahkan, kasus kedua adalah penyelundupan rokok di pergudangan penyimpanan rokok daerah Serang Banten dengan modus menempelkan pita cukai atau tanda pelunasan cukai tidak sesuai dengan peruntukannya. Pita tanda pelunasan Sigaret Kretek Tangan (SKT) dengan isi 10 batang atau 12 batang ditempelkan tersangka pada Sigaret Kretek Mesin (SKM) dengan isi 20 batang.
Menurut Helfi, rokok-rokok yang ditemukan di lokasi pergudangan dijual ke masyarakat seolah-olah pita cukainya sudah dilunasi dan sudah legal. Kemudian, dijual dengan menawarkan melalui sales keliling dan melalui toko-toko kecil.
Dalam kasus ini, kata dia, penyidik menyita barang bukti berupa 511.648 bungkus. Penyidik pun menetapkan BEJ dari CV CTA sebagai tersangka dalam kasus ini.
“Dengan nilai barang sebesar Rp13.160.000.000 dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp26.280.000.000,” kata Helfi.
Kasus ketiga, ungkap Helfi, adalah penyelundupan barang elektronik oleh PT Glisse Indonesia Asia (GIA). Dari pengungkapan ini, penyidik menyita 2.406 barang elektronik dan menetapkan PT GIA sebagai tersangka.
"Modus operandinya, PT Glisse Indonesia Asia menjual Smart TV, Digital TV, Washing Mesin, Setrika Listrik, LED TV, Speaker, TV rekondisi, Remote TV, dll tanpa sertifikat SNI," tutur dia.
Helfi menuturkan, perusahaan tersebut menjual barang-barang elektronik tersebut melalui media sosial dengan total nilai barang Rp18.088.400.000. Akibatnya, negara mengalami kerugian hingga Rp5.617.680.000.
Helfi menambahkan, untuk kasus terakhir adalah penyelundupan suku cadang palsu mobil jenis Honda, Suzuki, Mitsubishi, Toyota, Isuzu Daihatsu, Ford berupa kampas rem, filter oli, filter solar, fan clutch, dan thermostat. Suku cadang itu dijual Toko Sumber Abadi ke toko-toko yang berada di wilayah Jakarta.
"Kami menyita 1.396 dus kampas rem dan lainnya dengan barang senilai Rp3 Miliar dan mengakibatkan kerugian negara Rp10,8 Miliar. Dan dalam kasus ini terlapor adalah WN China berinisial VV (30)," ujar Direktur.
Terhadap tersangka PT GIA dijerat pasal 13 UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 13 dan pasal 57.
Kemudian, tersangka BEJ dijerat pasal 7 ayat 5 dan pasal 29 ayat 1 Undang-Undang 11 Tahun 1995 tentang cukai yang diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan.
Lalu, tersangka RH yang dijerat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Pasal 120 tentang Perindustrian dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 3 miliar.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Andrian Pratama Taher