Menuju konten utama

PN Jakpus Perintahkan Tunda Pemilu 2024: Berlebihan dan Keliru

"Perlu dipertanyakan pemahaman dan kompetensi hakim PN dalam memutuskan perkara tersebut. Karena bukan kompetensinya."

PN Jakpus Perintahkan Tunda Pemilu 2024: Berlebihan dan Keliru
Petugas sekretariat Komisi Independen Pemilihan (KIP) menggulung poster gambar pasangan calon gubernur/wakil gubernur Aceh sebelum dikirim ke tiap PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) di gudang logistik Komisi Independen Pemilihan (KIP) Lhokseumawe, Aceh, Kamis (9/2). KIP setempat menargetkan pendistribusian logistik Pilkada seperti kotak suara, surat suara, tinta sidik jari, paku coblos dan semua jenis formulir kebutuhan pilkada yang sudah disiapkan itu pada H-1 atau 14 Februari 2017 untuk keamanan. ANTARA FOTO/Rahmad/ama/17.

tirto.id - Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) untuk menunda Pemilu 2024, mengejutkan semua pihak. Tahapan pesta demokrasi yang sudah disepakati bersama seketika kandas di tangan pengadilan tingkat pertama.

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyebut putusan hakim PN Jakpus keliru. Pasalnya, kata dia, gugatan yang dilayangkan Partai Prima merupakan gugatan perdata. Artinya, kata Yusril, gugatan perbuatan melawan hukum biasa, bukan oleh penguasa.

Selain itu, imbuh Yusril, bukan gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara.

"Saya berpendapat majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini," kata Yusril dalam keterangannya kepada Tirto, dikutip Jumat (3/3/2023).

Yusril mengatakan dalam gugatan perdata, pihak yang bersengketa hanya Partai Prima selaku penggugat dan KPU sebagai tergugat. Menurut Yusril, perkara tersebut tidak menyangkut pihak lain, selain daripada penggugat, para tergugat, dan turut tergugat.

Oleh karena itu, lanjut Yusril, ihwal putusan majelis hakim yang mengabulkan sengketa perdata hanya mengikat penggugat dan tergugat, tidak dapat mengikat pihak lain.

Putusan pun, lanjut Yusril, tidak berlaku umum dan mengikat siapa saja atau erga omnes. Sebaliknya, berbeda dengan putusan di bidang hukum tata negara dan administrasi negara seperti pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi [MK] atau peraturan lainnya oleh Mahkamah Agung [MA].

"Sifat putusannya berlaku bagi semua orang atau erga omnes [putusan perkara hukum tata negara dan administrasi negara, red]," ucap Yusril.

TKN SIKAPI PERKEMBANGAN SIDANG PHPU

Ketua tim kuasa hukum pasangan capres dan cawapres 01, Yusril Ihza Mahendra bersama Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani memberikan keterangan pers terkait perkembangan Sidang PHPU Pilpres 2019 di Rumah Pemenangan Cemara, Jakarta, Senin (17/6/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/pras.

Yusril mengatakan jika majelis hakim mengabulkan gugatan pada kasus perbuatan melawan hukum oleh Partai Prima, maka putusannya hanya mengikat penggugat dan tergugat.

"Tidak mengikat partai-partai lain baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu," terang Yusril.

Menurut Yusril, kalau majelis berpendapat bahwa gugatan penggugat beralasan hukum, KPU harus dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Partai Prima, tanpa harus mengganggu partai-partai lain dan mengganggu tahapan pemilu.

"Ini pun sebenarnya bukan materi gugatan perbuatan melawan hukum, tetapi gugatan sengketa administrasi pemilu yang prosedurnya harus dilakukan di Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara," jelas dia.

Dengan demikian, kata Yusril, majelis hakim seharusnya menolak gugatan Partai Prima. "Gugatan tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri tidak bewenang mengadili perkara tersebut," tegasnya.

Salah Paham Objek Gugatan

Dalam keterangan terpisah, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengaku heran atas putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU RI untuk menunda pemilu selama 2 tahun 4 bulan 7 hari.

Hamdan lantas mempertanyakan kompetensi hakim yang memutuskan perkara tersebut. Ia mengatakan putusan tingkat pengadilan negeri sejatinya memang masih bisa diajukan banding dan kasasi.

"Perlu dipertanyakan pemahaman dan kompetensi hakim PN dalam memutuskan perkara tersebut. Karena bukan kompetensinya. Jelas bisa salah paham atas objek gugatan," ucap Hamdan lewat akun Twitter pribadinya @hamdanzoelva.

Hamdan mengatakan bahwa sengketa pemilu itu masalah verifikasi peserta pemilu, sehingga lembaga yang berwenang ialah Bawaslu dan PTUN. Adapun ihwal sengketa hasil pemilu, kata dia, merupakan ranah MK.

"Tidak bisa dibawa ke ranah perdata dengan dasar perbuatan melawan hukum," kata Hamdan.

Hamdan menegaskan tidak ada kewenangan pengadilan negeri memutuskan masalah sengketa pemilu, termasuk masalah verfikasi.

"Bukan kompetensinya [pengadilan negeri, red]. Karena itu putusannya pun menjadi salah," kata Hamdan.

Tak Ada Kepastian Hukum

Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow menilai putusan majelis hakim PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima menunda Pemilu 2024, berlebihan.

"Saya kira, putusan PN Jakarta Pusat ini berlebihan. Bahkan melebihi kewenangan pengadilan," kata Jeirry kepada Tirto.

Menurut Jeirry, substansi majelis hakim bertentangan dengan UUD, konstitusi, khususnya terkait dengan pasal yang mengatur bahwa Pemilu harus lima tahun sekali dan pasal terkait dengan masa jabatan presiden yang hanya lima tahun.

"Sehingga, mestinya tak ada kewenangan PN Jakpus untuk melakukan penundaan pemilu," ucap Jeirry.

Koordinator Komunitas Pemilu Bersih itu menilai putusan majelis hakim mengacaukan tahapan pemilu. Oleh karena itu, kata dia, sudah tepat jika KPU akan melakukan banding. Ketua KPU RI Hasyim Asyari menyatakan pihaknya siap mengajukan banding atas putusan PN Jakpus tersebut.

"Dalam kasus ini, semestinya, jika KPU dinilai melakukan kesalahan atau pelanggaran, cukup hak Partai Prima dalam tahapan verifikasi yang dipulihkan atau bisa juga KPU yang diberikan sanksinya," kata Jeirry.

Jeirry menambahkan, tidak tepat jika masalahnya ada di tahapan verifikasi, tetapi semua tahapan harus ditunda. "Bisa repot kita jika banyak putusan seperti ini. Di samping tak ada kepastian hukum juga bisa jadi ruang politik untuk menciptakan ketidakstabilan demokrasi," kata Jeirry.

Hormati Putusan

Di sisi lain, Partai Prima menyambut gembira atas putusan majelis hakim PN Jakpus itu. Sebab, menguntungkan pihaknya.

Ketum Dewan Pimpinan Pusat Partai Prima Agus Jabo Priyono mengaku pihaknya telah menerima salinan putusan PN Jakarta Pusat yang menyatakan seluruh gugatan mereka terhadap KPU RI, dikabulkan.

"Gugatan terhadap KPU dilayangkan karena terdapat perbuatan melawan hukum yang dilakukan KPU, yaitu menghilangkan hak Prima sebagai peserta pemilu dan hak untuk dipilih, yang mana merupakan hak konstitusi dan hak asasi yang diatur oleh hukum nasional maupun internasional," kata Agus dalam keterangannya.

Dalam tahapan verifikasi administrasi, klaim dia, Partai Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan, sehingga mereka tidak dapat mengikuti proses verifikasi. Padahal, kata dia, keanggotaan Partai Prima telah memenuhi syarat.

Agus mengatakan Partai Prima sudah memperjuangkan keadilan ke Bawaslu dan PTUN. Hasilnya, kata dia, gugatan tersebut tidak diterima karena PTUN merasa tidak memiliki kewenangan untuk mengadili gugatan mereka.

"Hal ini terjadi akibat KPU yang membatasi hak politik Partai Prima sehingga tidak memiliki legal standing di PTUN," tutur Agus.

Agus menjelaskan karena gugatan tidak diterima oleh PTUN, pihaknya menuntut keadilan hak politik mereka ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sebagai warga negara, kata dia, pihaknya memiliki hak untuk ikut menjadi peserta pemilu dan hak untuk dipilih.

"Prima menilai KPU sebagai penyelenggara pemilu telah melanggar hukum dan mengebiri hak politik rakyat," tegas Agus.

Sejak awal, lanjut dia, Partai Prima sudah mendesak agar tahapan proses pemilu dihentikan sementara dan KPU harus segera diaudit. Partai Prima menilai penyelenggaraan Pemilu 2024 terdapat banyak masalah.

"Kami berharap semua pihak menghormati putusan Pengadilan Negeri tersebut. Kedaulatan berada di tangan rakyat. Ini adalah kemenangan rakyat biasa," jelas Agus.

Gugatan Partai Prima terkait penundaan pemilu teregister pada Nomor: 757/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst dengan tergugat KPU. Dalam putusannya, majelis hakim mengabulkam gugatan Partai Prima.

Majelis Hakim PN Jakpus memerintahkan KPU untuk melaksanakan amar putusan tersebut. Putusan ini dibacakan majelis pada Kamis (2/3/2023).

Majelis hakim juga menolak eksepsi tergugat tentang gugatan penggugat. Selain itu, menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat, yakni Partai Prima.

Hakim juga menghukum KPU untuk membayar ganti rugi materiel sebesar Rp500 juta rupiah kepada Partai Prima.

"Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," bunyi putusan hakim.

Bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan gugatan tersebut adalah T. Oyong. Sementara, hakim anggota ialah H. Bakri dan Dominggus Silaban.

Baca juga artikel terkait PENUNDAAN PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Fahreza Rizky