tirto.id - Erny Bansele (29), seorang karyawan bank di wilayah Kuningan, Jakarta Selatan, sering memperoleh cuti wajib dari kantornya. Cuti itu bertujuan agar tugas dan tanggung jawab seorang karyawan dapat diambil alih karyawan lain, sehingga ketidakwajaran akibat ketergantungan terhadap karyawan tertentu tidak terjadi.
Dengan persiapan memadai, cuti tentu saja dapat diisi dengan kegiatan menyenangkan seperti berwisata. Masalahnya: “Setiap kali dapat cuti wajib, aku belum tahu pasti mau ke mana,” ujar Erny. Karena itu, katanya, cuti wajib seringkali ia gunakan untuk berdiam di rumah saja.
Erny mendapatkan cuti wajib tanpa persiapan, juga dalam keadaan kekurangan informasi. Menurut Marshall McLuhan--ilmuwan komunikasi yang terkenal berkat ide-ide seperti global village dan medium is the message--kiniinformasi bukan sekadar instrumen untuk memproduksi perintilan ekonomi, melainkan telah jadi pernak-pernik ekonomi itu sendiri. Pendapat itu lahir sebelum internet, tetapi tepat untuk menggambarkan bagaimana ketersediaan informasi begitu memengaruhi pengambilan keputusan.
Menurut Google, setidaknya ada lima fase yang dialami seseorang ketika ingin bepergian, antara lain dreaming, planning, booking, experiencing, dan sharing. Pada mulanya kita memerlukan informasi yang relevan, kita membutuhkaninspirasi pemantik hasrat bepergian.
Kisah Erny tentu berbeda jika ia mengetahui bahwa platform discovery seperti Traveloka tidak hanya menyediakan layanan pemesanan moda transportasi, penginapan, atraksi dan kuliner, tapi jugasaran dan rekomendasi mengenai suatu destinasi, mulai dari tempat wisata hingga tips untuk berkunjung ke destinasi tersebut.
Traveloka menyediakan pilihan inspirasi seperti Go Beyond, Ideas for Your Weekend, Events This Month, Highlights, hingga City Guides di aplikasi selulernya. Pilihan tersebut memberikan wisatawan berbagai saran dan rekomendasi mengenai hal-hal penting yang mesti diketahui tentang tempat yang akan dituju si wisatawan.
Bank Dunia melaporkan biaya yang dikeluarkan untuk leisure tourism spending di Indonesia naik dari USD24,53 miliar pada 2016 menjadi USD27,60 miliar pada 2018. Peningkatan tersebut terjadi tidak hanya karena suburnya minat bepergian, tetapi juga karena semakin terbukanya akses terhadap layanan yang memudahkan pelesir, seperti yang ditawarkan Traveloka.
Pada zaman keberlimpahan informasi, teknologi menjadi instrumen yang sangat penting. Meski demikian, pilihan untuk memilah informasi penting sepenuhnya berada di tangan Anda, termasuk perihal aplikasi jasa yang memudahkan liburan.
Urusan paket internet kadang luput dibicarakan ketika ada pembicaraan tentang penyedia jasa perjalanan wisata. Hal-hal yang sering kita tahu hanya tentang tiket, hotel, atraksi dan destinasi wisata. Pengalaman berbeda dikisahkan Rahman Zulmani (28), seorang karyawan swasta di Jakarta Selatan, ketika hendak pelesir ke luar negeri.
Pertama kali pergi ke Singapura, Rahman sempat kebingungan untuk mengakses internet melalui gawainya. Sempat cemas dan panik, Rahman akhirnya memutuskan membeli paket roaming internasional di bandara Changi setelah mencari informasi melalui wi-fi bandara.
Tak ingin kepanikan tersebut terulang untuk kedua kalinya, Rahman menggunakan Traveloka untuk mencari informasi-informasi yang akan dibutuhkannya selama berada di luar negeri, termasuk kuota internet. “Ceritanya kan mau pelesiran nih, terus cari paket kuota internet. Pilihannya juga beragam: paket roaming dari berbagai provider, kuota wi-fi internasional, dan SIM card negara tujuan,” ujarnya.
Rahman tentu menjadikan pemilahan informasi sebagai tanggung jawab individualnya. Hal itu memungkinkan dia, juga Anda, senantiasa menemukan cara terbaik untuk mencukupi keperluan.
Editor: Advertorial