Menuju konten utama

PKS Soroti Pasal Karet di UU ITE

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mencermati pasal karet pencemaran nama baik dalam revisi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, karena sudah memakan banyak korban.

PKS Soroti Pasal Karet di UU ITE
Terdakwa kasus penghinaan dan pencemaran nama baik warga Yogyakarta di media sosial, Florence Saulina Sihombing. Mahasiswa S2 UGM tersebut divonis hukuman karena melanggar pasal 27 ayat 3 dan pasal 45 ayat 1 UU ITE No 11/2008. ANTARA FOTO/Pradita Utama

tirto.id - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mencermati pasal karet pencemaran nama baik dalam revisi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), karena sudah memakan banyak korban.

“Revisi UU ini haruslah ditujukan sebagai wujud penyempurnaan pengaturan yang tetap memperhatikan prinsip kebebasan berekspresi, namun tetap tunduk kepada batasan-batasan yang ditetapkan dalam undang-undang,” kata Sekretaris Fraksi PKS Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Sukamta, di Jakarta, Selasa (15/3/2016).

Menurut Sukamta, dalam Pasal 27 ayat (3) tentang Pencemaran Nama Baik, pihaknya menilai pasal tersebut perlu direvisi dengan jernih dan objektif karena dapat menimbulkan reaksi dari publik.

Sukamta mencontohkan beberapa kasus, seperti kasus Prita Mulyasari, kasus sedot pulsa, kasus sedot data, kasus bocornya data nasabah perbankan, juga kasus guru honorer Mashudi, serta banyak kasus lain yang terjadi belakangan ini.

“Jangan sampai UU ITE pasal 27 ayat (3) ini menambah deretan korban lagi ke depannya,” kata dia menjelaskan.

Politisi PKS ini berharap, pasal karet pencemaran nama baik di revisi UU ITE dapat ditinjau ulang karena sudah diatur di UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sedang dalam proses revisi di Prolegnas 2016. Karena itu, dia mendorong agar hal ini diatur secara rinci dan tidak bersifat karet di KUHP agar tidak menimbulkan multitafsir yang berpotensi penyalahgunaan UU untuk mengekang kebebasan berekspresi.

Menurut Sukamta, Fransk PKS juga mencermati Pasal 31 tentang penyadapan atau intersepsi. Pasalnya, Fraksi PKS menilai aturan yang termuat dalam revisi UU ITE yang menegaskan bahwa penyadapan diatur dengan Peraturan Pemerintah, berpotensi melanggar HAM.

“Karena itu kami meminta agar persoalan penyadapan mengikuti Putusan MK Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, yang menyatakan bahwa pembatasan HAM melalui penyadapan harus diatur dengan undang-undang khusus tentang penyadapan guna menghindari penyalahgunaan wewenang yang melanggar HAM,” ujarnya.

Hal itu, lanjut dia, juga sangat diperlukan untuk menyeragamkan praktik penyadapan yang juga diatur secara terpisah dalam UU Kepolisian RI, UU Komisi Pemberantasan Korupsi dan UU Intelijen Negara.

Sukamta mengatakan, revisi UU ITE muncul atas inisiatif dari pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika kepada Komisi I DPR RI yang mencakup pencemaran nama baik, intersepsi (penyadapan), penyidikan dan sanksi.

Baca juga artikel terkait KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA atau tulisan lainnya

Reporter: Abdul Aziz