Menuju konten utama

PKS Sebut Pemerintah akan Lakukan 2 Omnibus Lagi Usai UU PPP Sah

Anggota Baleg DPR dari Fraksi PKS sebut pemerintah telah siapkan dua omnibus lagi bila UU PPP resmi disahkan.

PKS Sebut Pemerintah akan Lakukan 2 Omnibus Lagi Usai UU PPP Sah
Ledia Hanifa Amalia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (16/7/2019). tirto.id/BAyu septianto

tirto.id - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa mengatakan, pemerintah berencana melakukan omnibus lagi usai revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) disahkan. Kedua omnibus law itu, yaitu: UU Sisdiknas dan UU di bidang keuangan.

“Kalau ini jadi diundangkan (UU PPP), akan ada lagi omnibus keuangan, Undang-Undang Keuangan. Semua akan dijadikan satu dan sudah siap-siap di Komisi XI, Sisdiknas juga akan melakukan yang sama,” kata Ledia dalam diskusi LP3ES secara daring, Jumat (15/4/2022).

Ledia mengingatkan pemerintah sebenarnya sudah melakukan metode omnibus lagi setelah UU Cipta Kerja. Ia sebut Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) merupakan metode omnibus law, tetapi tidak diperhatikan publik.

Menurut dia, PKS menolak UU Cipta Kerja saat itu karena metode omnibus tidak diatur dalam perundang-undangan. Ia sebut PKS ingin agar metode omnibus digunakan bukan hanya untuk mengakomodir UU Cipta Kerja, tapi juga meningkatkan kualitas legilasi, kepastian hukum dan meningkatkan partisipasi publik.

Karena itu, kata Ledia, PKS memasukkan sejumlah syarat. Pertama, metode omnibus bisa dilakukan bila membahas satu topik tertentu. PKS meminta agar metode omnibus ditentukan sejak awal. Ia ingin penentuan omnibus atau tidak dilakukan di tahap perencanaan sehingga tidak ada tindakan perundangan di tengah jalan.

Kedua, PKS ingin agar ada alokasi waktu yang memadai dalam pembahasan undang-undang. Ia mencontohkan bagaimana pembahasan undang-undang setidaknya membutuhkan 3 kali rapat dengar pendapat dengan 1 kali rapat mendengar 5 narasumber.

Pada kasus Undang-Undang Cipta Kerja, kata dia, pemerintah hanya mendengar 68 kali narasumber saja masih belum optimal dalam mendalami masalah-masalah dalam undang-undang, bahkan internal pemerintah masih belum selesai.

Ketiga, PKS tidak sepakat jika undang-undang metode omnibus hanya dapat dicabut dengan metode omnibus. Ia mencontohkan UU Cipta Kerja misalnya bisa merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan, tetapi tidak bisa mengubah hal teknis. Ketika aturan di UU Cipta Kerja yang mengubah poin UU Ketenagakerjaan ingin direvisi, pemerintah harus merevisi UU Cipta Kerja.

Keempat, PKS menolak rencana perbaikan undang-undang justru hanya antara DPR dan presiden. Ia menilai ketentuan tersebut merusak marwah pembuat perundang-undangan. Selain itu, pembuat undang-undang bisa jadi lebih lalai dalam membuat undang-undang karena menilai regulasi tersebut bisa diperbaiki.

Kelima, PKS ingin metode omnibus juga mengakomodir pihak-pihak pro dan kontra. “Sikap kami bahwa penyusunan ini harus melibatkan pihak yang pro dan kontra secara seimbang sehingga yang tadi disebut sebagai right to be heard, to be considered, to be explained, itu benar-benar bisa terpenuhi dan juga kita melihat ini harus bisa mendapatkan masukan dari berbagai elemen masyarakat termasuk penyandang disabilitas," tegas Ledia.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz