tirto.id - Di tengah terik Rabu siang ini (17/07/2024), puluhan Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro kembali menggelar aksi di depan Teras Malioboro 2. Para pedagang mendesak pihak Pemerintah Kota Yogyakarta dan DPRD Kota Yogyakarta untuk merespons tuntutan mereka selama seminggu.
Didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, para pedagang Teras Malioboro 2 menyampaikan beberapa tuntutan yang menyangkut kesejahteraan mereka. Mereka membentangkan beberapa poster protes dan sebuah banner yang berisi petisi menolak relokasi. Demonstrasi ini merupakan rangkaian bentuk pernyataan sikap dan komitmen PKL menanggapi pernyataan Guberrnur DIY, Sri Sultan Hamengkubowono X, terkait rencana relokasi.
“Ini adalah rentetan keluhan kita, yakni relokasi yang partisipatif, transparan dan mensejahterakan. Kita audiensi tapi tidak ada kemajuan sama sekali,” kata Ketua Paguyuban PKL Malioboro Tri Dharma, Arif Usman, Rabu (17/7/2024).
Rakha dari LBH Yogyakarta, mendesak pemerintah segera membuka dialog dengan para PKL. Mereka berharap dialog tersebut dapat menghasilkan solusi yang adil dan transparan. Menurutnya, relokasi hanya bisa dilanjutkan apabila dalam prosesnya PKL dilibatkan secara aktif.
“Yang harus dilakukan pertama menunda relokasi terlebih dahulu, Pemkot seharusnya evaluasi internal terhadap proses teman-teman pedagang, cari permaslahanya di mana, perbaiki selaku pemangku kebijakan,” tutur Rakha.
PKL, kata Rakha ingin dilibatkan secara aktif dalam proses relokasi, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Mereka merasa selama ini tidak diajak bicara oleh pemerintah setempat terkait rencana relokasi tersebut.
Selain itu, informasi rencana relokasi tersebut dinilai tidak transparan. PKL mengaku tak mengetahui secara jelas lokasi baru, fasilitas yang disediakan, dan sistem penataan di lokasi lapak yang baru.
Mereka khawatir relokasi tersebut akan berdampak pada penghasilan mereka. Pasalnya, pasca relokasi dari selasar, pendapatan mereka turun drastis serta mengeluhkan kondisi lapak di Teras Malioboro 2 yang tidak layak.
Surat Edaran dari Kepala UPT
Kekesalan pedagang di Teras Maliobor 2 makin menjadi saat muncul surat edaran dari Kepala UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya Kota Yogyakarta, Ekwanto. Edaran tersebut tertulis ditujukan kepada “Seluruh Pedagang TM 2 yang Pro Pemerintah”.
Ekwanto menginstruksikan kepada seluruh pedagang untuk membuka lapaknya pada sore hari pukul 16.00 WIB.
Surat edaran ini pun dianggap pedagang sebagai upaya memecah belah. Seharusnya, kata Arif Usman, pemerintah jangan sampai justru menambah keruh suasana.
“Untuk hari ini, pihak UPT memberlakukan edaran untuk yang pro pemerinta tidak berjualan dan buka pukul empat nanti. Kita patut pertanyakan hal ini, Kepala UPT bukan pemersatu tapi malah memecah-belah,” kata Arif Usman.
Sejak awal PKL melakukan protes terkait relokasi tersebut dengan alasan ketidakjelasan informasi dan minimnya sosialisasi terkait rencana pemindahan mereka ke Ketandan dan Beskalan pada awal tahun 2025. Relokasi ini merupakan buntut dari rencana pembangunan Jogja Planning Gallery sebagai bagian dari upaya Pemkot Kota menertibkan kawasan Malioboro sebagai Warisan Cagar Budaya.
Selama dua tahun sejak digusur dari selasar, PKL mengeluhkan kesejahteraan mereka. Teras Malioboro 2 dianggap kurang ramai wisatawan dan merugikan pendapatan mereka, jauh berbeda ketika melapak di trotoar. Memprotes hal inilah, ratusan PKL menggelar beragam demonstrasi dan audiensi dengan pihak pemerintah Yogyakarta. Jika dalam waktu satu pekan tak ada respons, melalui pernyataan pendamping hukumnya, dalam konferensi pers tersebut para PKL akan terus melakukan aksi.
Penulis: Dina T Wijaya
Editor: Bayu Septianto