Menuju konten utama

Peta Politik Terbaru Pilgub Jatim 2018: Mataraman adalah Kunci

27 Juni 2018 akan menjadi hari penentuan nasib dua pasang kandidat gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur (Jatim): Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak dan Syaifullah Yusuf-Puti Guntur.

Peta Politik Terbaru Pilgub Jatim 2018: Mataraman adalah Kunci
Pasangan calon gubernur dan wagub Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak dan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno menunjukan nomor urut saat rapat pleno terbuka pengundian dan pengumuman nomor urut pasangan calon di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (13/2/2018). ANTARA FOTO/Zabur Karuru

tirto.id - Kontestasi Pilgub Jatim kali ini kerap disematkan dengan istilah duel Barcelona versus Real Madrid di La Liga: el classico. Sebab, kedua cagub bukan kali pertama bertarung di Pilgub Jatim. Dan justru itulah yang membuat duel itu menarik.

Hal ini terlihat dari elektabilitas kedua pasang kandidat yang sampai sekarang masih bersaing ketat. Dari tiga lembaga survei, selisih elektabilitas keduanya tak sampai 10%.

Survei Charta Politica periode 3-8 Maret 2018 dengan 1200 responden menyatakan, elektabilitas keduanya hanya terpaut 6,7%. Ipul-Puti unggul dengan 44,8%, sementara Khofifah-Emil mendapat 38,1%. Poltracking Indonesia dengan 1200 responden pada 6-11 Maret 2018 dengan 6,6%. Bedanya, dalam survei ini Khofifah-Emil unggul dengan 42,4%, sementara Ipul-Puti dapat 35,8%.

Begitupun survei paling anyar yang dilakukan Alvara pada 29 April-5 Mei 2018. Hasilnya menunjukkan, selisih elektabilitas kedua pasangan kandidat sebesar 6,1%. Khofifah-Emil sebesar 48% dan Ipul-Puti sebesar 41,9%.

Lantas, bagaimana peta persebaran pemilih kedua kandidat?

Khofifah-Emil Pilihan Rasional, Ipul-Puti Pilihan Tradisional

Secara tipologi pemilih, dari survei Alvara, Khofifah-Emil unggul di kalangan pemilih rasional atau pemilih berdasarkan program kerja dan kapabilitas pasangan kandidat dengan 51,5%. Unggul 13,1% dari pasangan Ipul-Puti yang meraih 38,4%.

Direktur Lembaga Survei Alvara, Hasanudin Ali menyatakan, keunggulan ini dipengaruhi penampilan mereka dalam dua kali debat kandidat Pilgub Jatim 2018. Menurutnya, responden menilai dalam dua kesempatan tersebut Khofifah-Emil lebih cakap dalam menyampaikan program kerja dengan data-data yang dimilikinya.

Dalam debat kandidat kedua Pilgub Jatim, Ipul-Puti memang terlihat masih miskin data. Mereka terlihat kewalahan dalam menghadapi pertanyaan dari Khofifah-Emil yang penuh data. Khususnya dalam sesi saling tanya antar cagub dan cawagub.

"Ini yang menyebabkan kenapa publik menilai bahwa meskipun Gus Ipul petahana tapi dianggap belum memiliki kapabilitas yang cukup untuk mengatasi problem di Jatim," kata Hasanudin kepada Tirto, Senin (4/6/2018).

Di sisi lain, dari hasil survei Alvara, Ipul-Puti unggul dalam kategori pemilih emosional atau berdasarkan kedekatan ideologi dan agama dengan 50,3%. Sementara, Khofifah-Emil mendapat 47,1%.

Menurut Hasanudin, ini disebabkan pasangan nomor urut dua tersebut diusung oleh PKB dan PDIP sebagai dua partai yang paling dekat dengan latar belakang ideologi mayoritas masyarakat Jatim: Nahdlatul Ulama (NU) dan Nasionalis.

"Demokrat dan Golkar yang mengusung Khofifah dan Emil harus diakui belum dianggap representasi NU atau nasionalis," kata Hasanudin.

Dari kategori usia, Hasil survei Alvara menyatakan, 46,9% pemilih Khofifah-Emil adalah pemilih muda atau milenial (17-25 tahun). Sementara, dari keseluruhan pemilih Ipul-Puti, hanya 41,1% berasal dari milenial. Hasil yang lebih kurang sama juga dinyatakan Poltracking Indonesia dan Charta Politica.

Untuk pemilih tua (56-55 tahun), dari survei tersebut diketahui mengisi 49,5% dari keseluruhan pemilih pasangan ini. Angka ini terpaut jauh dengan pasangan Ipul-Puti yang mempunyai 37,6% pemilih tua dari seluruh pemilihnya. Hasil yang lebih kurang sama dinyatakan Poltracking Indonesia.

Sebaliknya, survei Charta Politica menyatakan, pemilih usia tua dari keseluruhan jumlah pemilih Ipul-Puti sebanyak 43,5%. Sementara dari keseluruhan pemilih Khofifah-Emil hanya 35,1%.

Menurut Hasanudin, alasan pemilih muda lebih memilih pasangan Khofifah-Emil lantaran sosok Emil Dardak. Bupati muda tersebut dianggap memiliki artikulasi yang intelek dan energetik saat menyampaikan program kerja kepada calon pemilih. Sementara alasan pemilih tua karena menilai sosok Khofifah yang dianggap keibuan.

Akan tetapi, Khofifah-Emil kalah dalam suara pemilih usia menengah (36-45 tahun). Survei Alvara menyatakan, hanya 38,5% dari keseluruhan pemilih mereka dari kategori ini. Sedangkan Ipul-Puti memiliki 49,2% pemilih usia menengah dari keseluruhan pemilihnya. Hasil yang kurang lebih sama juga dinyatakan survey Poltracking Indonesia dan Charta Politica.

Berdasarkan hasil survei tiga kategori usia tersebut, Hasanudin menilai Khofifah punya peluang memenangi Pilgub Jatim. Sebab, pemilih di Jatim paling banyak dari usia muda, sebesar 12,5 juta orang. Disusul pemilih usia menengah sebesar 12,1 juta orang. Terakhir, usia tua sebesar 7,4 juta orang.

"Tapi Ipul-Puti tidak perlu khawatir. Karena pemilih muda masih cenderung mudah berubah. Enggak seperti pemilih tua," ujar Hasanudin.

Infografik Peta Politik Pilgub Jatim 2018

Mataraman: Arena Pertarungan Sesungguhnya

Secara basis pemilih tradisional, tiga lembaga survei menyatakan persaingan ketat terjadi di wilayah Mataraman yang meliputi Bojonegoro, Kediri, Jombang, Tuban, Blitar, Ponorogo, Ngawi, Tulungagung, Nganjuk, Magetan, Trenggalek, dan Pacitan.

Di wilayah tersebut, survei Charta Politica menyatakan elektabilitas kedua pasangan terpaut 3,5%. Poltracking Indonesia, meskipun dengan angka lebih besar, menyatakan selisih mereka di wilayah ini paling tipis dibandingkan wilayah lainnya dengan 9,6%. Adapun Alvara menyatakan, selisih di wilayah ini sebesar 1,4%.

Hal ini berbeda dengan di wilayah lainnya. Survei Poltracking Indonesia dan Alvara meyatakan, wilayah Madura yang meliputi Bangkalan, Sampang, Sumenep, dan Pamekasan menjadi basis Khofifah-Emil dengan selisih masing-masing 14,7% dan 14,1 % dari pasangan Ipul-Puti.

Meskipun survei Charta Politica menyatakan Ipul-Puti menang di wilayah ini, tapi dengan selisih yang tipis sebesar 1,5%.

Di wilayah Arek yang meliputi Surabaya, Gresik, Lamongan, Sidoarjo, Malang, Batu, dan Mojokerto, survei Poltracking Indonesia dan Alvara menyatakan, pasangan Khofifah-Emil juga unggul dari Ipul Puti dengan selisih masing-masing 13,7% dan 14,8%. Sementara, Charta Politica memenangkan Ipul-Puti dengan selisih 9%.

Untuk wilayah Tapal Kuda yang meliputi Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Situbondo, Bondowoso, Jember, dan Banyuwangi, ketiga lembaga survei sama-sama menyatakan pasangan Ipul-Puti unggul dari Khofifah-Emil.

Berdasarkan data di atas, Hasanudin menyatakan, pertempuran di Mataraman akan menentukan siapa yang unggul di Pilgub Jatim. Sebab, menurutnya, wilayah tersebut memiliki jumlah kabupaten/kota yang lebih banyak ketimbang wilayah lainnya.

Terlebih, kata Hasanudin, kedua pasangan kandidat sama-sama memiliki nilai plus untuk meraup suara di wilayah ini. Baik secara personal kandidat, maupun partai pengusung.

Khofifah-Emil berpeluang meraih suara di Ponorogo sebagai basis Golkar dan di Pacitan yang menjadi basis Demokrat pada Pemilu 2014.

Pasangan ini berpeluang pula memanfaatkan pengaruh ketokohan Soekarwo sebagai petahana dan ketua DPD Demokrat Jawa Timur di wilayah Mataraman.

Dalam Pilgub Jatim 2013, dari data KPUD Jatim, Soekarwo menang di 7 kabupaten/kota di wilayah Mataraman, yakni Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Madiun, Ngawi, Magetan, dan Nganjuk. Saat itu, Khofifah dan Soekarwo juga memiliki suara berimbang di Bojonegoro, Kediri, dan Trenggalek yang masih mungkin untuk digalang kembali.

Pasangan ini juga diuntungkan dengan Emil yang sampai saat ini masih menjabat sebagai Bupati Trenggalek. Menurut Hasanudin, hal itu membuatnya cukup dikenal di beberapa kabupaten yang secara geografis berdekatan dengan Trenggalek, seperti Tulungagung, Ponorogo, dan Pacitan.

Di sisi Ipul-Puti, nilai plus berasal dari basis massa partai utama pengusung keduanya: PDIP dan PKB. Pada Pemilu 2014, PDIP menang di enam kabupaten/kota di wilayah Mataraman, yakni Ngawi, Magetan, Blitar, Nganjuk, Kediri, dan Tulungagung. Adapun PKB, pada Pemilu 2014 menang di Bojonegoro, Madiun, Trenggalek, dan Tuban.

Terlebih, Ipul berdampingan dengan Puti yang merupakan trah langsung dari Presiden RI ke-1, Sukarno. Hal ini, kata Hasanudin, akan membuat massa PDIP yang terkenal militan akan semakin gencar menggalang suara di Pilgub Jatim 2018 untuk pasangan tersebut.

Lagi pula, kata Hasanudin, jika PDIP sampai kalah di wilayah ini, sangat mungkin berpeluang memengaruhi perolehan suara mereka di Pemilu 2019 mendatang.

Posisi Ipul sebagai mantan pendamping Soekarwo, kata Hasanudin, juga masih membuka peluang dipilih kembali oleh pemilih KarSa di Pilgub Jatim 2008 dan 2013. Sebab, menurutnya, dalam pemilihan kepala daerah faktor tokoh lebih lekat di ingatan pemilih ketimbang partai.

"Gus Ipul akan lebih mudah karena dia mengampanyekan dirinya sendiri, kalau Soekarwo masih harus mengarahkan ke Khofifah," kata Hasanudin.

Baca juga artikel terkait PILGUB JATIM 2018 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Ivan Aulia Ahsan