Menuju konten utama

Gus Ipul vs. Khofifah Kian Ketat, Kompetisi Makin Panas

Empat lembaga survei memprediksi selisih suara yang sangat tipis antara Khofifah dan Gus Ipul. Jawa Timur mulai memasuki fase pertarungan ketat.

Gus Ipul vs. Khofifah Kian Ketat, Kompetisi Makin Panas
Ilustrasi Gus Ipul vs Khofifah. tirto.id/Fiz

tirto.id - "[k]alau Pilgub Jatim digelar hari ini, Gus Ipul dan Mbak Puti akan menang."

Kalimat itu dilontarkan Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya saat memaparkan hasil survei elektabilitas calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur, Rabu (21/3/2018).

Survei tersebut dilaksanakan pada 3-8 Maret 2018 dengan reponden sebanyak 1.200 orang. Hasilnya menyatakan, pasangan calon (paslon) Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno mendapat elektabilitas sebesar 44,8 persen. Sedangkan lawan mereka satu-satunya, Khofifah-Emil Dardak, sebesar 38,1 persen.

Telaah itu sinambung dengan hasil survei PolMark Indonesia yang digelar pada 6-11 Februari 2018. Survei yang juga melibatkan responden sebanyak 1200 orang tersebut menyatakan elektabilitas Saifullah-Puti sebesar 42,7 persen melawan 27,2 persen yang diperoleh Khofifah-Emil.

Khofifah-Emil Tak Perlu Risau

Berdasar hasil kedua survei, sekilas Saifullah-Puti unggul. Namun, Khofifah-Emil tidak perlu risau karena responden yang belum menentukan pilihan angkanya cukup tinggi. Dalam survei Charta Politika, 17,1 persen responden tidak berkenan memberikan jawaban. Temuan serupa—dengan angka yang lebih tinggi—bahkan terdapat dalam hasil survei PolMark Indonesia.

"Terdapat 30,1 persen responden yang menyatakan belum menentukan pilihan, serta tingkat surveinya elektabilitas tertutup," ungkap Direktur Riset PolMark Indonesia Eko Bambang Subiantoro, Rabu (14/3/2018).

Selain itu, Khofifah-Emil pun bisa sedikit bernafas lega karena sejumlah sigi lain malah menyatakan elektabilitas mereka lebih tinggi ketimbang Saifullah-Puti.

Infografik Kandidat pilgub jatim 2018

Survei Poltracking Indonesia digelar pada 6-11 Maret 2018 dengan responden sebanyak 1200 orang. Hasilnya menyatakan elektabilitas Khofifah-Emil sebesar 42,4 persen mengungguli 35,8 persen yang diperoleh Saifullah-Puti.

Sedangkan survei Litbang Kompas terhadap 800 responden di Jawa Timur digelar pada 19 Februari-4 Maret 2018. Hasilnya menyatakan elektabilitas Khofifah-Emil sebesar 44,5 persen menghadapi 44,0 persen yang diperoleh Saifullah-Puti.

Dari segi selisih elektabilitas, bisa dibilang keduanya saling membuntuti. Hasil survei Charta Politika dan Poltracking Indonesia menyebutkan selisih elektabilitas kedua paslon masing-masing 6,7 persen dan 6,6 persen. Survei Litbang Kompas bahkan menyatakan selisih keduanya 0,5 persen.

Bersaing Ketat

Tak ada kata yang bisa menggambarkan Pilgub Jawa Timur 2018 kecuali persaingan ketat. Saifullah dan Khofifah sama-sama kader Nahdlatul Ulama, organisasi masyarakat Islam yang lahir dan besar di Jawa Timur. Dalam hal rekam jejak birokrasi, keduanya sempat mencicipi jabatan menteri.

Nama Khofifah dan Saifullah pun tidak asing lagi politik elektoral di Jawa Timur. Keduanya adalah muka lama yang bersaing di dua Pilgub Jawa Timur sebelumnya. Perolehan suara kedua paslon di masa lampau bisa dijadikan gambaran ketatnya persaingan Saifullah dan Khofifah hari ini.

Dalam Pilgub Jawa Timur 2013, Khofifah maju berpasangan dengan Herman Sumawiredja. Sedangkan Saifullah adalah cawagub pendamping Soekarwo.

Di Jawa Timur, ada 29 kabupaten dan 9 kota. Dari empat paslon yang bertarung di Pilgub Jatim 2013, hanya Khofifah-Herman dan Soekarwo-Saifullah yang mampu memeroleh suara terbanyak di tingkat kabupaten atau kota. Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan Khofifah-Herman menang di 11 kabupaten, sementara Soekarwo-Saifullah menang di 27 wilayah lainnya.

Dari 11 wilayah tersebut, Khofifah-Herman meraih suara terbesar di Kabupaten Jember, yakni sebesar 476.654 (52,94 persen). Sementara Soekarwo-Saifullah menjadi juara di Kabupaten Malang. Di sana, pasangan berjuluk "Karsa" itu meraup 563,562 suara (50,84 persen).

Menariknya, jika Soekarwo-Saifullah menempati urutan pertama, Khofifah-Herman selalu menempati urutan kedua. Begitu pula sebaliknya. Jika Khofifah-Herman menduduki puncak klasemen, Soekarwo-Saifullah selalu menjadi runner-up.

Selain itu, salah satu ukuran yang bisa dijadikan pembanding kekuatan paslon adalah selisih persentase suara (SPS) per kabupaten/kota. Semakin SPS mendekati nol, persaingan dua paslon di wilayah tersebut semakin ketat. Untuk kasus ini, dalam menghitung SPS, kami mengurangkan suara yang diperoleh Khofifah-Herman dengan suara yang diperoleh Soekarwo-Saifullah.

Alhasil, didapat rata-rata SPS sebesar -13,31 dengan standar deviasi SPS sebesar 18,86 persen. Tanda minus menandakan Khofifah-Herman lebih banyak menuai kekalahan di berbagai kabupaten/kota di Jawa Timur. Itu sesuai dengan data KPU bahwa pemenang Pilgub Jawa Timur 2013 adalah Soekawo-Saifullah.

Untuk mengetahui lebih dalam lagi, sigi berdasarkan rata-rata SPS dan standar deviasi SPS juga berguna untuk melihat distribusi perolehan suara kandidat. Ada empat ketegori wilayah yang kami himpun berdasarkan dua parameter tersebut.

Pertama, suatu wilyah dinyatakan “kalah telak” jika SPS-nya kurang dari rata-rata SPS dikurangi standar deviasi SPS. Dari keseluruhan kabupaten/kota di Jawa Timur, di wilayah kalah telak inilah suara Khofifah-Herman tertinggal jauh dari suara Soekarwo-Saifullah. Dengan kata lain, kantung massa Soekarwo-Saifullah berada di wilayah ini.

Kedua, suatu wilayah dinyatakan “kalah” jika SPS-nya lebih dari rata-rata SPS dan kurang dari rata-rata SPS ditambah standar deviasi SPS. Wilayah ini merujuk kabupaten/kota di Jawa Timur yang di sanalah Khofifah-Herman kalah dari Soekarwo-Saifullah dengan selisih suara yang tak terlampau jauh. Wilayah ini pun belum bisa disebut kantung massa Soekarwo-Saifullah.

Ketiga, suatu wilayah dinyatakan “menang telak” jika SPS-nya lebih dari rata-rata SPS ditambah standar deviasi SPS. Dari keseluruhan kabupaten/kota di Jawa Timur, di wilayah menang telak ini lah suara Khofifah-Herman lebih banyak dari suara Soekarwo-Saifullah. Dan, dengan kata lain, kantung massa Khofifah-Herman berada di wilayah ini.

Sementara itu, wilayah keempat dinyatakan “imbang” jika SPS kurang dari rata-rata SPS dan lebih dari rata-rata SPS dikurangi standar deviasi SPS. Di wilayah ini, nilai SPS mendekati nol. Meskipun Soekarwo-Saifullah menang di wilayah ini, Khofifah-Herman membayanginya dengan ketat. Di Pilgub Jawa Timur 2018 kemungkinan Khofifah menjadi pemenang di wilayah ini besar.

Alhasil, ada 5 wilayah menang telaknya Khofifah-Herman. Semuanya berstatus kabupaten, yakni Jember, Mojokerto, Gresik, Lamongan, dan Blitar.

Paslon berjuluk "Berkah" ini menang paling telak di Kabupaten Jember. Di situ, suara yang diperoleh Khofifah-Herman terpaut 18,16 persen dari Soekarwo-Saifullah. Jika data dua Pilgub Jawa Timur terakhir dibandingkan, perolehan suara Khofifah pun tidak banyak berubah di Jember. Di putaran pertama Pilgub Jawa Timur 2008, Khofifah mendapat 479,061 suara. Sedangkan di Pilgub Jawa Timur 2013, Khofifah memeroleh 476,654 suara.

Sementara itu, ada 6 wilayah berkategori kalah telak. Wilayah itu terdiri atas 2 kota, yakni Pasuruan dan Madiun; serta 4 kabupaten, yakni Magetan, Madiun, Pacitan, dan Lumajang.

Paslon itu kalah paling telak di Kabupaten Pacitan dengan SPS sebesar 55,12 persen. Salah satu faktor utama kekalahan: kabupaten ini merupakan kampung halaman Susilo Bambang Yudhoyono, pendiri partai Demokrat. Wajar jika daerah ini daerah "biru" dan menjadi sumber suara terbesar bagi Soekarwo yang merupakan kader Demokrat.

Lepas dari itu, sebenarnya Khofifah-Herman dan Soekarwo-Saifullah lebih banyak memiliki wilayah imbang, yakni sebanyak 13 kabupaten dan 2 kota. Ditelisik lebih dalam, ada 9 wilayah di mana nilai SPS-nya di bawah 5 persen. Perolehan suara Khofifah-Herman di Kabupaten Pamekasan bahkan hanya 0,6 persen lebih besar dari Soekarwo-Saifullah.

Infografik elektabilitas kandidat pilgub jatim 2018

Menanti Kerja Mesin Partai

Di era pemilihan kepala daerah langsung, sosok kandidat memang menjadi salah kunci kemenangan. Namun, mesin partai pengusung tidak bisa dianggap tidak penting. Konfigurasi partai politik pengusung yang berubah pun menjadi tantangan dan kesempatan tersendiri bagi paslon.

PKB yang selalu mengusung Khofifah dalam dua Pilgub Jawa Timur sebelumnya, kini mengusung Saifullah-Puti bersama PDIP, Gerindra, dan PKS.

Ditilik dari perolehan suara di Pemilu 2014, PDIP, PKB, dan Gerindra merupakan tiga partai dengan suara terbesar di Jawa Timur. Perolehan suara mereka secara berurutan masing-masing sebesar 3.580.905, 3.515.902, dan 2.356.565.

Dalam aras politik lokal, PDIP memiliki lebih dari 10 persen total kursi di setiap 19 dari 38 DPRD tingkat kabupaten/kota. Untuk ukuran ini, sebagai partai yang berbasis massa masyarakat Jawa Timur, PKB hanya memiliki lebih dari 10 persen total kursi di setiap 6 DPRD tingkat kabupaten atau kota di Jawa Timur saja.

Sementara itu, Demokrat, yang selalu mengusung Soekarwo-Saifullah, kini mengusung Khofifah-Emil. Dalam Pemilu 2014, Demokrat menempati urutan keempat dengan perolehan suara sebesar 2,147,589.

Tantangan besar bagi Khofifah: PKB dan PDIP adalah pemenang Pemilu 2014 di 14 dari total 15 wilayah imbang di Pilgub Jawa Timur 2013. PKB menang di 5 wilayah, sementara PDIP di 9 wilayah.

Sedangkan keuntungan bagi Khofifah adalah Demokrat merupakan pemenang di dua wilayah kalah telak Khofifah-Herman di Pilgub Jawa Timur 2013, yakni Kabupaten Magetan dan Kabupaten Pacitan.

Melihat SBY yang rela turun gunung untuk menjadi juru kampanye Khofifah-Emil, dukungan yang semula mengalir ke Soekarwo berpotensi mengalir ke Khofifah-Emil daripada ke Saifullah-Puti.

Baca juga artikel terkait PILGUB JATIM 2018 atau tulisan lainnya dari Husein Abdulsalam

tirto.id - Politik
Reporter: Husein Abdulsalam
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Ivan Aulia Ahsan