tirto.id -
"Organisasi keagamaan harus memiliki prinsip, ini penting prinsip antikekerasan menolak tindakan yang menggunakan cara-cara kekerasan baik kekerasan fisik maupun kekerasan verbal," kata Jokowi saat memberikan sambutan Munas Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) IX dari Istana Negara, Jakarta, Rabu (7/4/2021).
Jokowi juga mengajak agar organisasi keagamaan untuk menjunjung tinggi sikap toleransi kepada masyarakat.
Organisasi keagamaan harus mampu menghormati perbedaan, terbuka, memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, menyampaikan pendapat serta menghargai kesetaraan. Selain itu, organisasi keagamaan harus bersedia bekerja sama dengan berbagai pihak.
"Terakhir organisasi keagamaan harus menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat bhinneka, ramah dan terbuka terhadap keberagaman tradisi yang merupakan warisan leluhur kita, ramah dan terbuka terhadap seni dan budaya masyarakat lokal dalam kerangka Bhinneka Tunggal Ika kita sebagai bangsa Indonesia," kata Jokowi.
Kasus kekerasan dalam beragama memang masih tinggi di Indonesia. Berdasarkan catatan Setara Insititute, sekitar 180 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) selama tahun 2020 dengan 422 tindakan. Meski jumlah peristiwa menurun dibanding tahun 2019 yang hanya 200 peristiwa, jumlah penindakan naik signifikan dibandingkan 2019 yang mencapai 327 penindakan. Hal yang lebih buruk lagi, aktor negara mendominasi penindakan tersebut.
Dari 238 aktor negara, pelaku masih didominasi oleh pemerintah daerah dan kepolisian dengan masing-masing 42 tindakan. Kemudian aktor non-negara dilakukan paling banyak oleh kelompok warga (67 tindakan) dan ormas keagamaan (42 tindakan).
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri