Menuju konten utama

Persaingan Politik di NTB Melahirkan Dua Tuan Guru Bajang

Tuan guru adalah sebutan kiai bagi orang-orang Nusa Tenggara Barat. Dengan wibawa keagamaan yang dimiliki, mereka terjun ke kancah politik praktis dan saling berebut pengaruh.

Persaingan Politik di NTB Melahirkan Dua Tuan Guru Bajang
Tuan Guru Kyai Haji (TGKH) Muhammad Zainuddin Abdul Majid. FOTO/Istimewa

tirto.id - "Secara pribadi saya dukung Prabowo-Hatta karena keduanya merupakan pemimpin yang tegas dan berani."

Kalimat itu diucapkan Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi pada 22 Mei 2014. Zainul merupakan gubernur NTB yang menjabat sejak 2008. Konteks pernyataan tersebut adalah Pemilihan Presiden (Pilpres) yang digelar pada Juli 2014.

Saat itu, Zainul menjabat Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Demokrat NTB. Kala partai-partai terpecah menjadi dua koalisi besar, Demokrat justru belum menyatakan dukungan, baik untuk Jokowi-JK maupun Prabowo-Hatta. Dengan mengeluarkan pernyataan tersebut, jelas, laki-laki yang akrab dipanggil TGB itu menempuh jalan berbeda dengan partainya.

"Saya dukung Prabowo-Hatta secara pribadi, bukan sebagai pimpinan partai di NTB," ujar Zainul, seperti dilansirAntara.

Nyatanya, dukungan TGB berarti betul bagi Prabowo-Hatta. Dari 33 provinsi, pasangan calon (paslon) yang diusung Koalisi Merah Putih ini hanya menang di 10 provinsi. NTB adalah salah satunya.

"Dalam konteks politik yang lebih anyar, sokongan TGB kepada pasangan Prabowo Subianto-Hatta Radjasa pada pemilihan presiden 2014 jauh sebelum partainya—Partai Demokrat—akhirnya secara resmi memutuskan mendukung Prabowo-Hatta, mampu membuat pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 tersebut mengamankan 72,45% suara di Nusa Tenggara Barat," ujar Arie Oktara dalam makalah "Politik Tuan Guru di Nusa Tenggara Barat" yang dimuat di Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan (Vol. 8 No. 2, Juli 2015: 73-82)

Lika-liku Tuan Guru

Tuan guru merupakan pemegang otoritas keagamaan Islam di NTB. Melalui pengajian dan salat Jumat, tuan guru membangun loyalitas para murid dan pengikut mereka.

"Mereka (tuan guru) juga menanamkan pengaruhnya melalui aturan fatwa. Penerapan fatwa ini memberikan pengaruh sosial yang besar kepada tuan guru dalam kehidupan sehari-hari masyarakat," sebut James J. Kingsley dalam "Peacemakers or Peace-Breakers? Provincial Elections and Religious Leadership in Lombok Indonesia" (2010).

Memang, antara NTB dan Islam begitu dekat. Data Sensus Penduduk (2010) menyatakan 4.341.284 orang atau setara 96 persen penduduk NTB memeluk Islam. Mengutip studi Fawaizul Umam mengenai peran tuan guru di Lombok, Arie Oktara mengatakan, secara tipikal masyarakat Muslim Sasak di Lombok berkultur tradisional, berkesadaran paternalistik, serta bermental agraris.

NTB, khususnya Lombok, pun punya julukan "Pulau Seribu Masjid".

"Julukan itu sarat makna simbolis karena hanya ada 300-an masjid di Lombok. Artinya, julukan itu merujuk kepada betapa pentingnya Islam bagi masyarakat Lombok. Islam adalah bentuk utama organisasi dan wacana sosial di Lombok, dengan tuan guru berperan layaknya perekat sosial," sebut Kingsley.

Tidak hanya mengurusi persoalan keagamaan, tuan guru berperan juga dalam mengelola pondok pesantren, melayani kegiatan sosial, hingga bisnis. Menurut Kingsley, peran tuan guru di NTB mirip dengan kiai, pemimpin dan guru agama Islam di Jawa.

Lebih lanjut, Kingsley mengatakan, otoritas seorang tuan guru tidak hanya di lingkup masjid namun juga berpengaruh di seluruh pulau di NTB. Ketokohan tuan guru bahkan melekat pada gelar “Tuan Guru” itu sendiri yang diwariskan kepada keturunannya.

"Karena posisi sosial yang tinggi, hampir mustahil membuat kebijakan atau mendapat dukungan masyarakat atas suatu inisiatif tanpa sokongan aktif dari para pemimpin ini [tuan guru]," sebut Kingsley.

Tuan Guru Dan Politik

Tidak heran, dengan posisi tuan guru yang begitu vital dan berpengaruh di NTB, mereka pun banyak mengisi jabatan dan mengikuti kontestasi politik.

Tuan Guru Haji (TGH) Mahalli Fikri sekarang menjabat Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTB 2014-2019. Sama seperti TGB, Mahalli juga aktif di Demokrat. Sedangkan TGH Hazmi Hamzar merupakan anggota DPRD sekaligus politisi senior PPP.

Pada 2018, berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada 4 tuan guru yang menjadi kandidat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di NTB. Dua di antaranya saling berkompetisi di tingkat provinsi. Sedangkan dua lainnya sama-sama menjadi calon wakil bupati Lombok Barat, yakni TGH Khudari Ibrahim (PKB) dan TGH Muammar Arafat (Golkar).

Di tingkat provinsi, TGH Lalu Gede Muhamad Ali Wirasakti Amir Murni, mencalonkan diri sebagai wakil gubenur (cawagub) pendamping Mochamad Ali bin Dachlan lewat jalur perseorangan. Sedangkan TGH Ahyar Abduh diusung koalisi PBB, Hanura, PAN, PDIP, PPP, dan Gerindra menjadi calon gubernur.

Salah satu yang tidak mungkin dilupakan ketika membicarakan geliat politik tuan guru adalah sosok TGH Abdul Majid. Laki-laki yang akrab disebut Tuan Guru Pancor (TGP) itu merupakan pendiri organisasi masyarakat Nahdlatul Wathan (NW).

John M. MacDougall dalam “Criminality and The Political Economy of Security in Lombok” (PDF) yang dimuat di buku Renegotiating Boundaries: Local Politics in Post-Suharto Indonesia (2007) mengatakan, peran TGP dalam pemusnahan orang-orang Komunis dan pedagang Cina di Lombok Timur mengundang minat militer Orde Baru untuk meminta bantuannya memobilisasi dukungan pemuka agama di Lombok pada Pemilu 1971.

TGP setuju permintaan itu. Pada akhirnya, dia menjadi salah satu mobilisator utama pemenangan Golkar di NTB pada Pemilu 1971 dan 1977.

“Golkar memenangi mayoritas suara di Lombok pada kedua Pemilu tersebut, dan TGH Abdul Madjid mewakili provinsi NTB dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat,” tulis MacDougall (hlm. 285).

Namun situasi berubah lima tahun kemudian. Pada 1982, TGP mengumumkan kepada anggota NW supaya menentukan pilihan (partai) politiknya masing-masing karena tidak sepakat dengan kebijakan Orde Baru terhadap kelompok Islam. Namun, TGP masuk Golkar lagi pada 1987 hingga akhir hayatnya (meninggal 1997) karena tekanan kelompok militer.

Bangsawan Sasak dan Dualisme Tuan Guru Bajang

Namun demikian, bukannya tidak ada kekuatan politik lain di NTB selain tuan guru.

Debbie Prabawati dalam "Lombok Utara: Geliat Adat di Tengah Demokratisasi" yang dimuat Rezim Lokal di Indonesia: Memaknai Ulang Demokrasi Kita (2018) mencatat bahwa masyarakat Lombok Utara justru tidak mengenal tuan guru.

"Itu pula sebabnya tatanan adat lebih berlaku dan dihormati di kawasan Lombok Utara, meskipun tetap saja ada warna Islam dalam prosesinya," sebut Prabawati.

Mengenai tatanan adat, salah satu pesaing para tuan guru dalam ranah politik adalah orang-orang yang punya gelar bangsawan Sasak. Proses dan Protes Budaya (1998) yang disusun A. Teeuw dan kawan-kawan mengatakan, golongan prawangsa adalah golongan bangsawan Sasak. Mereka memakai gelar Lalu untuk laki-laki dan Baiq untuk perempuan.

"Golongan tersebut berasal dari keturunan orang biasa dari zaman kerajaan Sasak yang memegang jabatan atau orang arif dan bijaksana yang memiliki jabatan dan dekat dengan raja atau keturunan bangsawan Menak yang kawin dengan orang dari golongan yang lebih rendah," catat buku tersebut (hlm. 34).

Baiq Isvie Rupaeda adalah Ketua DPRD NTB saat ini. Dari total 65 anggota DPRD NTB 2014-2019, 10 nama orang di antaranya mengandung gelar Lalu atau Baiq.

Infografik Tuan Guru Bajang Rev

Pada kenyataannya, kehidupan politik tuan guru memang tidak adem ayem begitu saja. Ia dinamis, tak jarang pula berpolemik.

Salah satu contoh yang menggambarkan hal itu ialah ketika dua keturunan TGP memperebutkan ahli waris NW selepas TGP meninggal pada 1997.

TGP hanya memiliki dua anak. Keduanya perempuan yang dilahirkan dari dua istri yang berbeda. Pernikahannya dengan Hajjah Zohariyah melahirkan Siti Raihun. Sedangkan pernikahannya dengan Hajjah Siti Rahmah melahirkan Siti Raihanun.

Arie Oktara mengisahkan, baik Raihun maupun Raihanun mengklaim sebagai pewaris sah Pesantren Darunnahdatain NW dan Yayasan Hamzanwadi. Perseteruan itu meruncing saat Raihanun mendirikan pusat pendidikan baru di Anjani setelah terpilih sebagai ketua Pengurus Besar (PB) NW melalui Muktamar X PBNW.

Setelah keduanya membuat muktamar masing-masing, NW pun terbelah. NW Anjani memilih Raihanun sebagai ketua. Sedangkan Raihun yang memilih menetap di Pancor, memilih Zainul Majdi.

Sebagai penerus TGP, NW Pancor menetapkan Zainul Majdi, putra Raihun, sebagai tuan guru bajang. Di lain pihak, NW Anjani menetapkan Lalu Gede Zainudin Atsani, putra Raihanun, sebagai tuan guru bajang.

Dalam ranah politik, NW Pancor mengusung TGB Zainul Majdi bersama PBB dan PKS saat Pilgub NTB 2008. Sedangkan NW Anjani mendukung petahana Lalu Serinata, politikus Golkar. Alhasil, TGB Zainul Majdi menang. Kemenangan pula yang diraihnya saat maju di Pilgub NTB 2013.

Kini, TGB Zainul Majdi santer menjadi perbincangan lantaran digadang-gadang sebagai salah satu kandidat cawapres dalam Pilpres 2019. Pengalaman memimpin NTB selama 10 tahun dan kedekatan dengan kelompok Islam menjadi modal yang dimilikinya.

Namun demikian, sebagian tuan guru di NTB memandang pesimis langkah tersebut. TGH Hazmi Hamzar menilai peluang TGB Zainul Majdi menjadi cawapres di Pilpres 2019 tipis. Menurutnya, Zainul tidak memiliki posisi strategis dalam kepengurusan partai.

"Di Demokrat pun bukan di posisi pengambil keputusan di partai, sehingga untuk menuju pentas Capres dan Cawapres akan kesulitan," ujar tuan guru yang juga politisi PPP ini kepada Antara, Jumat (6/4/2018).

Sementara empat hari sebelumnya, sejumlah tuan guru mendeklarasikan dukungannya kepada Muhaimin Iskandar untuk maju sebagai cawapres.

"Kami di NTB mendengar bahwa Muhaimin Iskandar mencalonkan diri menjadi wakil presiden. Kami langsung menyatakan syukur dan doa, semoga berhasil," ujar Tuan Guru Taqiuddin Mansyur, Pengasuh Pondok Pesantren Al Manshuriah, Senin (2/4/2018).

Baca juga artikel terkait NUSA TENGGARA BARAT atau tulisan lainnya dari Husein Abdulsalam

tirto.id - Politik
Reporter: Husein Abdulsalam
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Ivan Aulia Ahsan