tirto.id - Baru-baru ini beredar sebuah unggahan dengan foto Megawati Soekarnoputri. Dalam unggahan tersebut, ada gambar Presiden Republik Indonesia ke-5 tersebut disertai dengan tulisan: "Besarkan anak kita jadi orang pintar dan punya budi pekerti. Bukan hanya beragama, lalu kerjanya setelah besar hanya bunuh orang."
Gambar ini dibagikan oleh akun Facebook Aly Raihan El-Mishry (arsip). Dalam unggahannya, warganet itu menulis, "20 Kata diucapkan, dalam 2 kalimat pada 1 paragraf. Terdapat 2 Sesat pikir /logical fallacy, 2 Ketidak Tahuan /Jahil, 1 Kedustaan, dan 1 Pemutar balikan fakta."
Selain melanjutkan bahasannya soal kesalahan berpikir, Aly Raihan juga menuliskan bahwa Perang Dunia I dan II tidak dimulai karena agama dan Revolusi Amerika juga bukan karena agama. Akun ini juga menambahkan bahwa setelah Megawati menjadi Presiden, sebanyak 220 ribu rakyat Aceh sengsara, melarat, dan dibunuh karena Daerah Operasi Militer (DOM).
Sejak diunggah pada 27 Desember 2019 pada pukul 10:34, unggahan tersebut telah dibagikan hingga 949 kali.
Benarkah klaim-klaim tersebut?
Asal Usul Informasi
Tirto menelusuri gambar tersebut dan menemukan bahwa foto presiden ke-5 RI tersebut berasal dari akun Instagram Kumparan yang diunggah pada 10 Desember 2019.
Dalam unggahannya, Kumparan menuliskan "Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri yang juga Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) prihatin dengan adanya aksi-aksi teroris keji. Semangat aksi-aksi tersebut kadang ditumbuhkan sejak dini, diturunkan kepada anak-anak pelaku terorisme. Menurut Megawati, orang-orang radikal seperti itu tak seharusnya tinggal di Indonesia yang berdasarkan Pancasila."
Sementara itu, kutipan Megawati "Besarkan anak kita jadi orang pintar dan punya budi pekerti. Bukan hanya beragama, lalu kerjanya setelah besar hanya bunuh orang" tersebut diambil dari Workshop Wawasan Kebangsaan untuk PNS Kemensos yang ia buka pada 9 Desember 2019.
Konteks komentar Megawati ini berkaitan dengan kasus penusukan Wiranto pada Oktober lalu. Menurut Mega, hal itu tidak akan terjadi apabila semuanya mengamalkan betul sila ke-2, yaitu sila kemanusiaan yang adil dan beradab.
Fakta
Dalam unggahannya, Aly Raihan menuliskan bahwa Perang dunia I dan II, peperangan era Napoleon, dan Revolusi Amerika tidak dimulai karena agama.
Perang Dunia I (PDI) adalah perang global yang terpusat di Eropa dan dimulai pada 28 Juli 1914 hingga 11 November 1918. Menurut Willmott, H.P. (2003), perang ini melibatkan seluruh kekuatan besar dunia yang terbagi menjadi dua kubu, yakni Sekutu (berdasarkan Entente Tiga yang terdiri dari Britania Raya, Perancis, dan Rusia) dan Blok Sentral (terpusat pada Aliansi Tiga yang terdiri dari Jerman, Austria-Hongaria, dan Italia). Namun saat Austria-Hongaria melakukan serangan, Italia tidak ikut berperang.
Penyebab jangka panjang perang ini mencakup kebijakan luar negeri imperialis Eropa, termasuk Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Kesultanan Utsmaniyah, Kekaisaran Rusia, Imperium Britania, Republik Perancis, dan Italia.
Menurut Alan John Percivale dalam The First World War and its aftermath, 1914–1919, pembunuhan terhadap Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria, pewaris takhta Austria-Hongaria, oleh seorang nasionalis Yugoslavia di Sarajevo, Bosnia pada 28 Juni 1914 adalah pencetus perang ini. Pembunuhan tersebut berujung pada ultimatum Habsburg terhadap Kerajaan Serbia. Sejumlah aliansi yang telah dibentuk beberapa dasawarsa lalu pun terguncang, sehingga dalam hitungan minggu, seluruh kekuatan besar terlibat dalam perang. Konflik ini pun dengan cepat menyebar ke seluruh dunia.
Sementara menurut Donald Sommerville dalam The Complete Illustrated History of World War Two: An Authoritative Account of the Deadliest Conflict in Human History with Analysis of Decisive Encounters and Landmark Engagements, Perang Dunia II (PD2) berlangsung dari 1939 hingga 1945. Perang ini melibatkan banyak negara yang pada akhirnya membentuk dua aliansi militer besar: Blok Sekutu dan Blok Poros. Perang ini merupakan perang terluas dalam sejarah yang melibatkan lebih dari 100 juta orang di berbagai pasukan militer.
Awal terjadinya perang, menurut Roger Chickering (2006), umumnya disetujui pada tanggal 1 September 1939, dimulai dengan invasi Jerman ke Polandia; Britania dan Perancis menyatakan perang terhadap Jerman dua hari kemudian. Tanggal lain yang disebut-sebut juga mengawali perang ini adalah dimulainya Perang Cina-Jepang Kedua pada 7 Juli 1937.
Menurut Ben-Horin (1943) dan Beevor (2012), tanggal-tanggal awal lainnya yang sering dipakai untuk Perang Dunia II juga meliputi invasi Italia ke Abisinia pada tanggal 3 Oktober 1935. Sejarawan Britania Raya Antony Beevor memandang awal Perang Dunia Kedua terjadi saat Jepang menyerbu Manchuria bulan Agustus 1939.
Peperangan era Napoleon (Napoleonic Wars) sendiri merupakan serangkaian perang yang terjadi selama Napoleon Bonaparte memerintah Perancis (1799–1815). Perang ini terjadi (khususnya) di Eropa, tetapi juga di beberapa tempat di benua lainnya dan merupakan kelanjutan dari perang yang dipicu oleh Revolusi Perancis pada 1789.
Revolusi Amerika, sementara itu, adalah revolusi kolonial yang terjadi pada 1765 sampai 1783. Patriot Amerika di Tiga Belas Koloni (The Thirteen Colonies) mengalahkan Britania Raya dalam Perang Revolusi Amerika (1775–1783) dengan bantuan Perancis, meraih kemerdekaan dari Britania Raya dan mendirikan Amerika Serikat.
Menurut The Radicalism of the American Revolution (1992), hasil revolusi Amerika yang penting di antaranya adalah lahirnya Konstitusi Amerika Serikat, pembentukan pemerintahan nasional federal kuat yang terdiri dari eksekutif, yudikatif, dan Kongres bikameral yang mewakili negara bagian di Senat dan perwakilan penduduk di Dewan Perwakilan Rakyat. Revolusi juga mengakibatkan migrasi sekitar 60.000 Loyalis ke wilayah jajahan Britania lainnya, terutama ke Amerika Utara Britania (Kanada).
Maka dapat disimpulkan bahwa PD I, PD II, peperang era Napoleon, dan Revolusi Amerika Serikat memang tidak disebabkan oleh konflik agama.
Mengenai klaim Aly Raihan soal 220.000 rakyat Aceh sengsara, melarat, dan dibunuh karena Daerah Operasi Militer (DOM) pada masa jabatan Megawati, buku The Army and the Indonesian Genocide: Mechanics of Mass Murder yang ditulis oleh JessMelvin dan disarikan oleh Tirto menunjukkan hal yang berbeda.
Dari sana, dapat diketahui bahwa konflik bersenjata di provinsi paling barat Indonesia ini berawal ketika Hasan di Tiro, seorang cicit ulama terkemuka dari Pidie, memproklamasikan kemerdekaan Aceh pada 4 Desember 1976. Sejak itu, TNI memperlakukan seluruh penduduk sipil Aceh sebagai kombatan yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Hingga berakhir di 2005, konflik yang berlangsung nyaris selama 30 tahun ini tercatat telah menewaskan sekitar 15.000 warga sipil.
Lebih lanjut, dalam artikelTirto disebutkan bahwa sekitar 200 ribu orang Aceh tinggal di kamp pengungsian ketika Megawati memberlakukan DOM. Kemudian, jumlah anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan sipil yang menjadi korban masing-masing sebanyak 2.879 orang dan 147 orang.Akun Aly Raihan, sementara itu, tidak menyebutkan sumber yang menyebutkan angka 220.000 orang tersebut. Maka dari itu, klaim sebanyak 220.000 rakyat Aceh sengsara, melarat, dan dibunuh tak dapat dipertanggung jawabkan.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa PD I, PD II, peperang pada era Napoleon, dan Revolusi Amerika Serikat memang tidak disebabkan oleh konflik agama. Kemudian, klaim mengenai 220.000 rakyat Aceh sengsara, melarat, dan dibunuh karena Daerah Operasi Militer (DOM) pada masa jabatan Megawati merupakan klaim yang keliru. Oleh karena itu, klaim yang diunggah oleh Aly Raihan merupakan informasi yang salah sebagian (partly false).
Catatan penting, akun Aly Raihan mengutip pernyataan Megawati tersebut di luar konteks sehingga penjelasan yang dijabarkan oleh akun tersebut tidak sejalan dengan maksud sebenarnya dari pernyataan Megawati tersebut.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara