Menuju konten utama

Perluasan Kenaikan Tarif Ojol di 88 Kota, Siapa yang Diuntungkan?

Grab Indonesia mengklaim kenaikan tarif menambah pendapatan pengemudi hingga 30%.

Perluasan Kenaikan Tarif Ojol di 88 Kota, Siapa yang Diuntungkan?
Pengemudi ojek online (ojol) menunggu penumpang di kawasan Paledang, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (26/3/2019). Kemenhub membuat kisaran tarif ojol bagi area Jabodetabek tanpa potongan (nett) dengan batas bawah Rp 2.000/km dan batas atas Rp 2.500/km. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/pd.

tirto.id - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI memperluas tarif baru ojek online (ojol) ke 88 kabupaten/kota terhitung mulai mulai 9 Agustus. Dengan begitu, sebanyak 133 kabupaten/kota kini telah menerapkan tarif ojol baru.

Kenaikan tarif tersebut merupakan implementasi Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi [PDF].

Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Ahmad Yani mengatakan penerapan tarif baru merupakan perluasan dari kebijakan tarif yang dimulai pada 1 Mei 2019 dan dilanjutkan pada 1 Juli 2019. Pada dua tahap tersebut, penerapan tarif sudah mencakup 45 kota/kabupaten.

"Harapannya, untuk tahap berikutnya dapat diberlakukan di seluruh kota dan kabupaten. Setelah tiga bulan baru dapat kami lakukan evaluasi," kata Yani dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (8/8/2019).

Penerapan tarif baru ini disambut baik Gojek. Vice President Corporate Communications Gojek, Michael Say mengatakan regulasi tersebut sejalan dengan misi instansinya.

"Untuk memastikan pendapatan mitra driver yang berkesinambungan dan mendukung iklim persaingan yang sehat," ujar Michael kepada reporter Tirto, Jumat (9/8/2019).

Dengan adanya kenaikan tarif, Michael memastikan kepuasan mitra dan pengguna Gojek. "Kami telah menyesuaikan tarif sesuai arahan tersebut dengan menyesuaikan biaya jasa di wilayah tambahan yang ditentukan."

Begitu juga dengan Grab Indonesia. Head of Public Affairs Grab Indonesia, Tri Sukma Anreianno mendukung kebijakan tersebut dan bakal segera menerapkan tarif baru untuk wilayah-wilayah yang sudah ditetapkan.

"Kami akan menyesuaikan aspek teknologi, seperti algoritma dan GPS sesuai dengan skema tarif yang baru. Selain itu kami akan melakukan sosialisasi kepada mitra pengemudi kami," kata Tri kepada reporter Tirto, Jumat (10/9/2019).

Bahkan menurut survei internal Grab, klaim Tri, tarif ojol yang naik menambah pendapatan bagi para pengemudi hingga 30%. Ia juga menyebut orderan pengemudi menjadi makin stabil.

Pengemudi Untung, Penumpang Belum Tentu

Ketua Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia, Igun Wicaksono juga menyambut baik kebijakan pemerintah menaikkan tarif ojol di 88 kabupaten/Kota.

"Karena memang kami inginkan tarif ojol bisa berlaku di seluruh Indonesia," ujar Igun kepada reporter Tirto, Jumat (9/10/2019).

Meski keputusan tersebut sudah mengakomodir keinginan para pengemudi, namun Igun menilai kenaikannya masih belum ideal.

"Bagi kami tarif ideal pada batas bawah yang pernah kami kaji adalah sebesar Rp2400 per kilometer, pada Zona II Jabodetabek," ujarnya.

Zona II yang meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) tidak mendapat penyesuaian tarif baru karena tarifnya sudah naik terlebih dahulu. Tarif ojol untuk Jabodetabek kini sebesar Rp2000 per kilometer.

Pendapat berbeda dikemukakan Peneliti Center of Reforms on Economics (CORE), Piter Abdullah. Ia menilai langkah Kemenhub menerapkan pemerataan tarif bagi dua perusahaan transportasi daring itu justru berpotensi merugikan konsumen.

"Ada kecenderungan membatasi harga, harga itu diminta jangan murah. Kalau tidak boleh murah yang dirugikan itu pelanggan," ujar Piter kepada reporter Tirto, Jumat (9/8/2019).

Menurut Piter, kebijakan tersebut justru seperti menyuruh Gojek dan Grab bersepakat soal harga. Padahal, kata dia, tidak ada yang salah apabila keduanya sama-sama perang tarif.

Piter berpendapat, predatory pricing tak mungkin terjadi jika hanya ada dua operator ojol yang beroperasi di sebagian besar wilayah Indonesia. Lain cerita jika yang bermain di sektor transportasi daring cukup banyak.

"Konsep predatory pricing itu perlu dilawan kalau pemainnya banyak. Itu bisa bergeser dari pasar persaingan sempurna menjadi oligopoli," ujarnya.

Namun karena regulasi kadung diberlakukan, mau tak mau dua penyedia transportasi itu perlu bersaing pada level lain, yakni kualitas pelayanan.

"Kalau kemudian perang tarifnya dikendalikan, maka selanjutnya yang terjadi perang kualitas," ujarnya.

Baca juga artikel terkait TARIF OJEK ONLINE atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan