tirto.id - Wajib pajak yang terlambat melaporkan atau membayar pajak pada 2025 berkesempatan untuk mendapatkan penghapusan sanksi administratif. Hal ini terkait dengan implementasi sistem Coretax oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan administrasi pajak.
DJP telah menerbitkan kebijakan yang memungkinkan penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran dan pelaporan pajak. Kebijakan ini berlaku bagi wajib pajak yang belum membayar atau melaporkan pajaknya sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dengan adanya kebijakan ini, DJP tidak akan lagi menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atas keterlambatan tersebut. Bahkan, jika sanksi administratif sudah terlanjur diterbitkan, sanksi tersebut akan dihapus secara otomatis.
Hal ini memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk melakukan pembenahan tanpa perlu khawatir mengenai denda administratif. Penghapusan sanksi ini tentunya merupakan langkah positif dalam mempermudah wajib pajak yang ingin memenuhi kewajiban perpajakannya.
Kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak di Indonesia. Untuk lebih memahami bagaimana proses penghapusan ini berjalan, simak informasi lebih lanjut mengenai syarat dan ketentuan yang berlaku.
Peraturan Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Terbaru 2025
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengeluarkan kebijakan penghapusan sanksi administratif untuk wajib pajak yang terlambat membayar atau melaporkan pajak. Kebijakan ini berlaku untuk masa pajak dari Desember 2024 hingga Maret 2025.
Wajib pajak yang terlambat selama periode tersebut dapat memperbaiki pelaporan atau pembayaran pajak tanpa dikenakan denda administrasi. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan mendukung implementasi sistem Coretax DJP.
1. Masa pajak yang berhak dapat penghapusan sanksi 2025 karena keterlambatan pelaporan
Berikut adalah masa pajak yang berhak mendapatkan penghapusan sanksi administratif untuk keterlambatan pelaporan pada 2025:- SPT Masa PPH Pasal 21/26 dan SPT masa PPH Unifikasi: masa pajak 28 Februari 2025, 31 Maret 2025, dan 20 April 2025.
- SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan: masa pajak 31 Januari 2025, 28 Februari 2025, 31 Maret 2025, dan 30 April 2025.
- SPT masa PPH Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan PPH Pasal 25: masa pajak 28 Februari 2025, 31 Maret 2025, 30 April 2025.
- SPT masa PPN: masa pajak 10 Maret 2025, 10 April 2025, dan 10 Mei 2025
- SPT masa bea meterai: masa pajak 31 Januari 2025, 28 Februari 2025, 31 Maret 2025, dan 30 April 2025.
2. Masa pajak yang berhak dapat penghapusan sanksi 2025 karena keterlambatan bayar pajak
Berikut adalah masa pajak yang berhak mendapatkan penghapusan sanksi administratif untuk keterlambatan pembayaran pajak pada 2025:- PPh Pasal 4 ayat (2) selain atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, PPh pasal 15, PPH pasal 21, PPH pasal 22, PPH pasal 23, PPH pasal 25, dan PPH pasal 26: Yang dapat penghapusan hanya untuk masa pajak 28 Februari 2025. Untuk masa pajak Desember 2024, Januari 2025, dan Maret 2025 tidak dapat.
- PPH Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanag dan/atau bangunan: hanya masa pajak 31 Januari 2025 dan 28 Februari 2025 yang mendapat penghapusan. Untuk masa pajak Desember 2024 dan Maret 2025 tidak dapat.
- PPN/PPnBM: Hanya masa pajak 10 Maret 2025 yang mendapat penghapusan. Untuk masa pajak Desember 2024, Januari 2025, Februari 2025, dan Maret 2025.
- Bea Meterai yang dipungut oleh pemungut Bea Meterai: Hanya masa pajak 31 Januari 2025 dan 28 Februari 2025 yang dapat penghapusan. Untuk masa pajak Desember 2024, Januari 2025, dan Maret 2025 tidak dapat.
Syarat Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak 2025
Untuk dapat memperoleh penghapusan sanksi administratif pajak pada 2025, wajib pajak perlu memenuhi beberapa persyaratan penting sebagai berikut:
- Permohonan penghapusan sanksi hanya dapat diajukan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak.
- Permohonan harus diajukan secara tertulis dan menggunakan Bahasa Indonesia.
- Permohonan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak (untuk Wajib Pajak Orang Pribadi) atau wakil Wajib Pajak (untuk Wajib Pajak Badan). Pengajuan tidak dapat dikuasakan kepada pihak lain. Untuk wakil Wajib Pajak, merujuk pada Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang KUP.
- Permohonan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar.
Berikut ini contoh formulir penghapusan sanksi administrasi pajak: KLIK DI SINI
Penulis: Lita Candra
Editor: Dipna Videlia Putsanra