tirto.id - Sekretaris Jenderal Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Ahmad Muzani, sudah dua malam mondar mandir di kediaman Prabowo Subianto, di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan. Muzani memang menjadi salah satu orang penting buat menentukan sosok yang bakal diusung koalisi Gerindra-PKS dalam Pilkada DKI Jakarta.
"Kita semua capek, ingin istirahat," ujar Muzani kepada tirto.id, pada Jumat (23/9/2016) pekan lalu.
Begitu PDI Perjuangan mendapuk Basuki Tjahaja Purnama berdampingan dengan Djarot Syaiful Hidayat pada Selasa malam (20/9/2016), Partai Gerindra yang tadinya berniat mengusung Wakil Ketua Dewan Pembina mereka, Sandiaga Salahudin Uno, mendadak harus ubah strategi. Sejak Rabu pagi, para petinggi Gerindra dan PKS -- yang kemudian disebut Poros Kertanegara -- merapat ke kediaman Prabowo Subianto. Koalisi ini awalnya bakal mengusung Sandiaga Uno dan Mardani Ali Sera, kader PKS.
Meski sudah intensif menggelar rapat di Kertanegara, opsi lain tetap dibuka. Para petinggi kedua partai, kata Muzani, tetap berkomunikasi dengan Cikeas, kediaman Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono yang menjadi markas empat partai, yakni Demokrat, PPP, PAN dan PKB. Poros Kertanegara tampaknya masih berusaha mencari jalan tengah buat bersama-sama menyiapkan sosok calon gubernur dan wakilnya buat maju menantang Ahok dan Djarot “Kita berkomunikasi (dengan Koalisi Cikeas), tapi kita punya hitung-hitungan sendiri," kata Muzani.
Memang rapat membahas pasangan calon gubernur dan wagub juga digelar intensif di Cikeas begitu PDI Perjuangan memutuskan mendukung Ahok-Djarot. Rapat diikuti para petinggi empat partai. Mereka di antaranya Muhaimin Iskandar (Ketua Umum DPP PKB), Zukifli Hasan (Ketua Umum DPP PAN) dan Muhammad Romahurmuziy (Ketua Umum DPP PPP).
Namun, otak-atik pasangan calon dan komunikasi antara Poros Kertanegara dengan Koalisi Cikeas berjalan buntu. Tak ada kecocokan buat menduetkan Sandiaga Uno dengan calon yang disodorkan Cikeas. Muzani lah yang menjadi penghubung dengan para petinggi partai koalisi di Cikeas.
Pembahasan internal di Kertanegara antara dua elite partai pun memunculkan beberapa nama. Ada Yusril Ihza Mahendra, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Aksa Mahmud, hingga Ustadz Yusuf Mansur. Sementara dari Koalisi Cikeas disodorkan nama Agus Harimurti Yudhonono. Nama itu pun ditolak Kertanegara buat disandingkan dengan Sandiaga Uno.
Akhirnya, munculah nama mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan yang dinilai menjadi sosok paling pas buat diduetkan dengan Sandiaga Uno. Keputusan pun keluar. Anies menjadi calon gubernur, sementara Sandi mendampinginya sebagai wakil gubernur. Keputusan pun diumumkan pada Jumat sore di hari terakhir pendaftaran calon pasangan di Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta.
Adapun Koalisi Cikeas, telah lebih dulu mengumumkan calon pasangannya, pada Jumat dini hari. Mereka mengusung calon pasangan Agus-Sylvia buat maju dalam Pilkada Jakarta.
Koalisi Tak Solid Ahok-Djarot
Munculnya tiga pasang calon agaknya bakal membuat Pilkada DKI Jakarta semakin berwarna. Pasangan Ahok-Djarot dengan dukungan koalisi empat partai (PDI Perjuangan, Golkar, Nasdem dan Hanura) memiliki kekuatan terbesar 52 kursi di DPRD DKI Jakarta.
Pasangan Agus-Sylvi dari Koalisi Cikeas yang juga didukung empat partai, hanya mengantongi 28 kursi. Sementara pasangan Anies-Sandi dengan koalisi dua partai, bermodal 26 kursi.
Bagaimana membaca munculnya dua pasangan calon penantang Ahok-Djarot ini?
Menurut Hendri Satrio, peneliti politik Universitas Paramadina, munculnya dua pasangan penantang Ahok membuat Pilkada semakin berwarna dengan sosok yang ditawarkan. Warga Jakarta memiliki banyak pilihan untuk menentukan calon pemimpinnya. "Warga Jakarta mencari kemantapan pilihan. Sebelum mantap akan terus dicari dan mencari," ujar Hendri Satrio saat berbincang dengan tirto.id, pada Sabtu (24/9/2016).
Sementara menurut Adi Prayitno, dosen politik Universitas Islam Negeri Jakarta, penentuan pasangan Agus-Sylvi tak lebih faktor bayang-bayang kharisma mantan Presiden SBY. Salah satu alasan mendukung Agus tak lain untuk mengakomodir para pemilih yang rindu pada kepemimpinan SBY.
"Agus dikenal sebagai sosok yang cerdas dengan latar belakang pendidikan yang mantap. Pun Sylviana, merupakan sosok birokrat energik yang memiliki prospek bagus. Dua faktor ini menjadi modal penting bagi pasangan blok Cikeas ini," ujar Adi, pada Jumat (23/9/2016).
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari, bahwa penentuan nama Agus tak lebih karena keinginan SBY. Wajar jika kemudian Agus rela meninggalkan tugasnya sebagai tentara. "Kita menunggu Pak SBY menurunkan ilmunya, baik langsung atau tidak langsung pada Agus Yudhoyono. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya," ujar Qodari, saat diskusi di Warung Daun Cikini, pada Sabtu.
Pengamatan yang layak dicermati justru muncul dari Hendri Satrio yang justru mengritisi koalisi gemuk partai pendukung Ahok. Dengan jumlah kursi dua kali lipat dari para lawan, Hendri justru melihat kurang solidnya partai-partai pengusung calon petahana itu.
Justru pasangan Agus-Sylvi dan Anies-Sandi yang dinilai memiliki dukungan solid dari partai pengusungnya. "Yang paling rentan adalah koalisi yang mengusung Ahok-Djarot karena sejak awal tidak solid. Justru yang komandonya jelas adalah Agus-Sylviana dan Anies-Uno," tuturnya.
Jadi komando siapa yang bakal memenangkan perang di Jakarta. Megawati, SBY, ataukah Prabowo? Rakyat Jakarta yang akan menentukan.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti