tirto.id - Baru-baru ini, Presiden Prabowo Subianto resmi meneken revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ). Prabowo meneken perubahan UU DKJ ini pada 30 November 2024.
Terkait hal ini, muncul narasi yang menyebut bahwa Calon Gubernur Daerah Khusus Jakarta, Pramono Anung, beserta wakilnya, Rano Karno, yang disebut sewaktu-waktu bisa dicopot oleh Prabowo setelah dilantik, setelah Presiden Prabowo meneken revisi UU DKJ. Narasi tersebut juga menyinggung bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ dipilih oleh presiden karena Jakarta termasuk ke kawasan aglomerasi.
Perlu diketahui, berdasarkan hasil rekapitulasi suara tingkat provinsi untuk Pilgub Daerah Khusus Jakarta, oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta, Minggu (8/12/2024) sore, pasangan calon gubernur-wakil gubernur nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno, unggul dengan perolehan 2.183.239 suara atau setara 50,06 persen. Sehingga, ia kemungkinan besar akan terpilih menjadi Gubernur Daerah Khusus Jakarta selanjutnya.
Tirto menemukan unggahan dari akun X (dulu Twitter) dengan nama pengguna @hnirankara (arsip) pada Minggu (8/12/2024). Akun tersebut mengunggah gambar Prabowo dengan latar belakang surat suara pemilihan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, disertai narasi, “RIDO kalah, Prabowo revisi UU DKJ Pramono tidak akan jadi Gubernur DKI Jakarta”.
“Omonganmu Prabowo yang berapi-api saat menjadi rival Jokowi ternyata tak lebih dari sekedar, kentut babi. Indonesia saat tidak punya Ibu Kota, DKJ yang masuk ke aglomerasi Gub-Wagub akan dipilih oleh Presiden. Artinya? Sewaktu-waktu Pram-Rano bisa dicopot dan digantikan oleh boneka, koreksi kalo salah,” tulis cuitan akun X @hnirankara.
Dalam serangkaian balasan atau komentar, akun tersebut membagikan beberapa artikel dari Tempo, CNBC Indonesia, DetikNews, dan video dari kanal YouTube Hersubo Point.
Hingga Rabu (10/12/2024), atau saat periksa fakta ini ditulis, unggahan tersebut berhasil mengumpulkan 735.000 lebih penayangan, 5.000 tanda suka, 334 komentar, dan telah diposting ulang oleh 1.000 orang.
Lantas, bagaimana kebenarannya? Benarkah revisi UU DKJ, menyebabkan Pramono bisa dicopot begitu saja oleh Presiden?
Penelusuran Fakta
Pertama-tama, perlu diketahui bahwa dalam salinan revisi UU DKJ yang baru-baru ini disahkan Prabowo, terdapat empat pasal yang diubah dalam UU DKJ. Salah satunya, ihwal status Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Adapun dari keempat pasal ini, tidak ada pasal yang menyebut bahwa presiden bisa mencopot Gubernur maupun Wakil Gubernur DKJ sewaktu-waktu, maupun soal aglomerasi Jakarta.
Lebih lanjut, perlu diketahui juga bahwa penunjukkan Gubernur dan Calon Gubernur DKI Jakarta masih melalui proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), seperti tercantum di Pasal 10 ayat 1 Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Bunyinya, "Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta dipimpin oleh satu orang Gubernur dibantu oleh satu orang Wakil Gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah."
Kemudian, terkait aglomerasi, seperti tercantum di pasal 51 ayat 1 UU DKJ, untuk menyinkronkan pembangunan Provinsi Daerah Khusus Jakarta dengan daerah sekitar, memang benar dibentuk Kawasan Aglomerasi. Kemudian, dijelaskan di pasal selanjutnya, Kawasan Aglomerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup wilayah Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
Berdasarkan UU DKJ, untuk menyinkronkan pembangunan di wilayah ini, dibentuk Dewan Kawasan Aglomerasi yang bertugas mengoordinasikan penataan ruang kawasan strategis nasional dan pelaksanaan rencana induk pembangunan. Presiden memang menunjuk ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi, tapi bukan menunjuk gubernur. Jadi, meskipun Jakarta memang akan jadi bagian dari aglomerasi, tak ada hubungannya antara Dewan Kawasan Aglomerasi dengan pemilihan maupun pencopotan Gubernur Daerah Khusus Jakarta.
Lebih lanjut, tak semudah itu mencopot Gubernur dan Wakil Gubernur. Berdasarkan Pasal 78-81 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemberhentian gubernur dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti pelanggaran sumpah/janji jabatan, ketidakmampuan melaksanakan tugas selama 6 bulan berturut-turut, pelanggaran hukum, perbuatan tercela, atau karena tugas tertentu yang tidak dapat dirangkap. Proses pemberhentian ini bertujuan untuk menjaga tata kelola pemerintahan yang baik dan berbasis hukum.
Proses pemberhentian gubernur melibatkan beberapa tahapan. Pertama, DPRD mengajukan usulan pemberhentian kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri jika alasan pemberhentian terkait pelanggaran berat atau sumpah/janji jabatan. Usulan ini diputuskan dalam rapat paripurna DPRD dengan dukungan minimal 2/3 anggota yang hadir. Jika usulan tersebut diterima, Mahkamah Agung akan memeriksa dan memutuskan kasus tersebut dalam waktu 30 hari. Putusan Mahkamah Agung bersifat final dan menjadi dasar pengusulan pemberhentian kepada Presiden.
Setelah menerima usulan, Presiden wajib memberhentikan gubernur paling lambat 30 hari. Namun, jika DPRD tidak menjalankan kewajibannya, Presiden dapat mengambil keputusan atas rekomendasi Menteri. Proses ini dirancang untuk menjaga keseimbangan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga Presiden tidak dapat langsung memberhentikan gubernur tanpa melalui mekanisme yang diatur dalam undang-undang.
Dalam hal pimpinan DPRD tidak mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah, Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur atas usul Menteri serta Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
Jadi, selain perlu ada alasan yang sangat kuat, terdapat proses yang panjang untuk mencopot jabatan gubernur atau wakil gubernur.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran, narasi yang menyebut bahwa Gubernur Daerah Khusus Jakarta bisa dicopot sewaktu-waktu oleh Presiden Prabowo, setelah ia meneken revisi UU DKJ, tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Revisi UU DKJ yang baru-baru ini disahkan tidak memuat pasal yang menyebut bahwa presiden bisa mencopot Gubernur maupun Wakil Gubernur DKJ sewaktu-waktu. Presiden hanya memiliki kewenangan menunjuk ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi.
Ada proses yang sangat panjang dan melibatkan banyak pihak, termasuk menteri, DPRD, dan Mahkamah Agung, untuk mencopot seorang gubernur atau wakil gubernur, dan perlu ada alasan yang kuat untuk mengajukan hal tersebut, termasuk pelanggaran sumpah/janji jabatan.
Jadi, klaim pengunggah bersifat salah dan menyesatkan (false and misleading).
==
Mohammad Arsyil Azhiim berkontribusi dalam penulisan periksa fakta ini.
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.
Editor: Farida Susanty