tirto.id - Sriani Sujiprihati, seorang ilmuwan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan penelitian dan pemuliaan Pepaya California dan varietas lainnya. Sejak tahun 2001, ia dan para ilmuwan IPB melakukan penelitian yang melibatkan pengumpulan bibit buah-buahan unggul dari berbagai daerah di Indonesia, khususnya pepaya.
Keseluruhan karyanya menghasilkan varietas pepaya yang sangat menguntungkan bagi para petani, karena varietas ini sangat produktif, memberikan hasil ekonomi yang menjanjikan.
Pepaya California memiliki keunggulan rasanya yang manis, dagingnya tebal, warnanya merah, serta tidak mengeluarkan aroma khas pepaya, membuatnya diminati oleh pasar buah.
Asal Mula Pepaya California
Buah pepaya biasanya dikonsumsi segar, diolah menjadi jus, atau digunakan dalam berbagai hidangan seperti salad buah. Selain buahnya yang populer, bagian lain dari tanaman pepaya juga memiliki beragam manfaat, seperti daun pepaya yang sering digunakan dalam masakan tradisional dan obat-obatan herbal.
Pepaya merupakan tanaman yang asalnya dari wilayah tropis di daratan Amerika. Diduga penyebarannya berpusat di Meksiko dan Nikaragua. Pada abad ke-16, pepaya mulai ditemukan di Filipina lewat orang Spanyol, lalu mulai menyebar di Malaka dan beberapa kepulauan di Nusantara oleh orang-orang Portugis. Sebarannya telah merata di sekitar Hawaii dan kepulauan Pasifik pada pertengahan abad ke-18.
Pada 2003, Sriani Sujiprihati mulai mengembangkan bibit pepaya dari berbagai varietas yang ada berbagai daerah, seperti Aceh, Bogor, Boyolali, Dampit, Gorontalo, Magelang, Pontianak, Riau, Sukabumi, termasuk varietas introduksi dari Hawaii, Malaysia, dan Thailand.
Dalam bukunya yang ditulis bersama Ketty Suketi berjudul Budi Daya Pepaya Unggul (2009:25-26), Sriani menjabarkan bahwa berbagai varietas itu merupakan sumber plasma nutfah yang dijadikan sebagai bahan dasar untuk merakit varietas unggul baru.
“Semua varietas pepaya tersebut dikumpulkan dan ditanam untuk dijadikan sumber bahan genotipe mendapatkan pepaya unggul,” sambungnya.
Setelah itu, ia mulai melakukan evaluasi dan karakterisasi untuk mendapatkan data masing-masing genotipe sehingga diperoleh pula kelebihan dan kekurangannnya. Agar sesuai dengan pemuliaan yang diinginkan oleh konsumen, maka varietas pepaya akan dibentuk sesuai golongannya sendiri, mulai dari jenis pepaya yang menyerbuk silang seperti Pepaya Wulung Bogor atau Pepaya Boyolali atau pepaya tipe besar lainnya, hingga tipe pepaya yang menyerbuk sendiri yang umumnya pepaya tipe kecil seperti Pepaya Hawaii.
Dari hasil riset ini, Sriani berhasil mengembangkan varietas pepaya unggul seperti Pepaya Arum, Pepaya Prima, Pepaya Carisya, Pepaya Sukma, dan Pepaya Calina. Proses pengembangannya memerlukan riset dan uji coba selama tujuh tahun sebelum varietas pepaya unggul ini diresmikan pada 3 Oktober 2010 oleh Menteri Pertanian RI kala itu, Dr. Suswono.
Pepaya Calina merupakan varietas pepaya lokal asli Indonesia yang bibitnya didapatkan dari petani asal Bogor bernama Okim. Saat itu ia mengaku bibitnya berasal dari California--meski kebenarannya belum ditelusuri--sehingga pepaya ini akhirnya dilabeli Pepaya Calina, akronim dari California-Indonesia.
Ketika pepaya ini telah masuk ke supermarket dan toko-toko buah, para pedagang menonjolkan strategi pemasaran dengan terus melabeli California, sehingga di benak masyarakat yang membeli mengira jenis pepaya ini berasal dari California, Amerika Serikat.
Seturut Rohmat Kurnia dalam Fakta Seputar Pepaya (2018:29), pada satu kesempatan Sriani merasa kecewa dengan penamaan yang beredar karena merasa kehilangan unsur lokalnya. Namun ia tak bisa berbuat banyak karena penamaan pepaya itu tidak dipatenkan.
“...beliau tetap senang dengan hasil kerja kerasnya benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, khususnya para petani,” tukas Rohmat.
Sriani lantas melakukan perbanyakan benih pada bibit tersebut yang ditanam di lahan terisolasi dari varietas lain dengan populasi sedikitnya 200 pohon. Tujuannya agar saat ditanam kembali mampu menghasilkan benih yang tetap dengan induknya, karakterisasinya tetap, termasuk deskripsi awalnya tidak berubah.
Pada tahapan tersebut memerlukan pembentukan galur murni selama 7-8 generasi, atau setidaknya butuh 7-8 tahun hingga pengujian daya gabung di antara tetua yang disilangkan, lalu dipilih kombinasi terbaik.
Hasilnya Pepaya Calina sangat disukai pasar, menguntungkan petani, dan diminati pembeli. Buahnya memiliki rasa manis, berdaging tebal dan lembut, tahan lama, dan tidak mudah busuk. Keunggulan lainnya termasuk ukuran buah yang tidak terlalu besar, memungkinkan konsumsinya dapat dihabiskan dalam sekali makan.
Pepaya Calina dikenal dengan sifatnya yang bisa tumbuh dengan cepat, menghasilkan buah dalam waktu relatif singkat dibandingkan dengan varietas pepaya lainnya, membuatnya menjadi pilihan yang menarik bagi para petani. Dalam usia empat bulan saja ia sudah mulai belajar berbuah. Tiga bulan kemudian ia sudah bisa dipanen yang bisa rutin seminggu sekali selama tiga sampai empat tahun.
Kiprah dalam Pemuliaan Tanaman
Iklim tropis Indonesia yang hangat dan lembap memberikan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan Pepaya California. Seperti pepaya lainnya, tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian 700-1.000 mdpl dengan curah hujan 1.000-2.00 mm/tahun.
Suhu yang direkomendasikan untuk budi daya Pepaya California adalah wilayah yang memiliki suhu 22-26℃ dengan kelembaban 40 persen.
“Tanaman ini masih dapat tumbuh di wilayah beriklim kering (musim hujan 2-5 bulan dan musim kemarau 6-8 bulan) asalkan kedalaman air 50-150cm,” tutur Yulian Harsono dalam bukunya Teknik Budi Daya Pepaya California (2021:19).
Seiring dengan tingginya permintaan untuk pepaya California baik di pasar lokal maupun internasional, budidaya Pepaya California telah menjadi bagian penting dalam sektor pertanian buah di Indonesia.
Selain rasanya yang enak, Pepaya California memiliki khasiat kesehatan, karena kandungan vitamin dan antioksidannya yang bermanfaat bagi tubuh. Buah ini memiliki kandungan nutrisi penting seperti vitamin A, vitamin C, serat, kalsium, magnesium, dan kalium, bermanfaat untuk kesehatan mata, pencernaan, dan jantung.
Pepaya berbobot rata-rata 1,3 kilogram ini juga mengandung likopen, enzim papain, dan zat antioksidan yang dapat melindungi kulit, melancarkan pencernaan, serta meningkatkan sistem imun tubuh.
Pepaya ini memiliki karakteristik unik seperti tinggi batang pohon yang pendek, masa panen cepat, dan warna buah yang menarik. Ditemukan Sriani Sujiprihati setelah melalui proses pemuliaan tanaman pada pepaya tersebut dalam kurun waktu tujuh tahun.
Selain mengajar dan menulis berbagai buku serta jurnal ilmiah, Sriani juga pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Pemuliaan Tanaman, Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) IPB.
Ia sudah mempelajari bidang pemuliaan tanaman selama 24 tahun lebih. Lahir pada 28 Oktober 1955 di Ponorogo, Jawa Timur, awal mula kariernya ialah sebagai dosen, sementara gelar Doktornya di bidang pemuliaan tanaman didapatkan saat menempuh pendidikan di Universiti Putra Malaysia pada 1997.
Melalui risetnya, Pepaya Calina awalnya diberi kode riset IPB-9 dan pasar mulai senang menyebutnya dengan sebutan Pepaya California karena dianggap lebih memiliki branding.
Lewat kiprahnya yang dibantu tim dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB, Sriani berhasil menyabet berbagai penghargaan, mulai bidang Riset Unggulan Strategi Nasional pada RUSNAS Award tahun 2004 dari Kemenristek, Dosen Berprestasi Tingkat Nasional tahun 2006, Satyalencana Karyasatya dari Presiden Republik Indonesia di tahun yang sama, hingga penghargaan dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII) pada 2010.
Lain itu, sumbangsihnya dalam pemuliaan tanaman juga menjadikan PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) III telah berhasil menanam Pepaya California di lahan seluas 2.500 hektare dan berhasil mengekspor 5,95 ton ke pasar buah berbagai negara seperti Malaysia dan Singapura.
Sriani Sujiprihati wafat di RS Sardjito, Yogyakarta, pada 6 September 2011. Ia meninggalkan suami, empat putra, dan seorang putri serta berbagai karya, termasuk Pepaya California yang telah memberikan kontribusi yang besar bagi pemuliaan tanaman buah-buahan di Indonesia.
Buku-bukunya yang masih dapat dibaca, antara lain Budi Daya Pepaya Unggul (2009), Teknik Pemuliaan Tanaman (2012), serta beberapa jurnalnya di Pertanika Journal of Tropical Agricultural Science (Universiti Pertanian Malaysia Press) dan Tropical Fruit News (Cornell University).
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Irfan Teguh Pribadi