tirto.id - Awal pekan ini media sosial X atau Twitter diramaikan dengan unggahan mengenai kekecewaan Halida Hatta yang mewakili ahli waris Bung Hatta yang disampaikan lewat akun Podcast Unqualified @podunqualified.
Muasal kekecewaan itu muncul setelah akun @prastow atau Yustinus Prastowo yang mendigitalkan salah satu buku karya Bung Hatta yang berjudul Ajaran Marx atau Kepintaran Sang Murid Membeo (1975).
Tindakan yang dilakukan oleh Yustinus Prastowo bagi akun @podunqualified disebut sebagai bentuk pembajakan. Pada 10 Juni pagi, Yustinus Prastowo menanggapi keluhan tersebut dengan meminta maaf dan menghapus cuitan serta file digital karya Bung Hatta tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa niatnya baik, yaitu agar dapat dibaca publik mengingat langkanya buku tersebut dan harganya yang cukup tinggi.
Mohammad Hatta atau Bung Hatta, merupakan pahlawan nasional yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia dari 1945 hingga 1956. Jabatan lainnya adalah Perdana Menteri pada 1948-1950.
Tak hanya itu, Bung Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia karena usahanya dalam mengembangkan dan memajukan koperasi. Hatta banyak menuangkan pikirannya dalam tulisan. Tak heran selama hayatnya ia termasuk produktif menghasilkan berbagai tulisan dalam berbagai bentuk.
"Jika soal menulis tak ada lagi batas waktu. Kalau lagi senang berhari-hari pun ia (Hatta) betah di ruang kerjanya," ungkap Halida Hatta seperti tertulis dalam Bung Hatta Kita, dalam Pandangan Masyarakat (1982).
Kedekatan dengan Buku
Kegemaran Hatta terhadap buku sudah muncul sejak usia muda. Hal ini tidak lepas dari peran Mak Etek Ayub Rais, pengusaha yang juga pamannya.
Mak Etek Ayub Rais membelikan tiga buku penting untuk Hatta. Staathuishoudkune atau Ekonomi Politik (2 jilid) karangan N.G. Pierson, De Socialisten atau Kaum Sosialis (6 jilid) karangan H.P. Quack, dan Het Jaar 2000 atau Tahun 2000 karangan Bellamy. Ketiga buku itu menjadi buku yang penting bagi Hatta.
"Buku-buku tersebut dibaca Hatta di waktu senggang dan menambah pengertiannya tentang ekonomi, politik, dan eksperimen sosialisme sejak masa Yunani Kuno sampai abad ke-19," tulis Zulkifli Suleman dalam Demokrasi Untuk Indonesia: Pemikiran Politik Bung Hatta (2010).
Maka itu, tak heran jika di kemudian hari Hatta banyak mengeluarkan buku-buku yang terkait dengan ilmu-ilmu sosial, filsafat, dan sejarah.
Di masa muda, Hatta aktif dalam organisasi kepemudaan, yakni Jong Sumatranen Bond (JSB). Ia menjabat sebagai bendahara organisasi cabang Padang dan Batavia. Melalui JSB, Hatta aktif menuangkan buah pikirannya melalui surat kabar yang didirikan oleh organisasi tersebut.
Dalam Untuk Negeriku Sebuah Otobiografi, Jilid I (2010), Hatta menuturkan bahwa ia di surat kabar milik JSB banyak menulis tema kebangsaan. Dalam kurun waktu yang sama, Hatta juga menulis untuk surat kabar Neratja, sebuah surat kabar terkemuka di Hindia Belanda saat itu.
Lalu pada 1921, Hatta berangkat ke Belanda dan melanjutkan sekolah di Handels Hogeschools dan tetap menulis untuk Neratja.
Selama di Belanda, Hatta tidak melupakan buku. Dalam autobiografinya (2010), ia menulis tentang beberapa toko buku yang pernah dikunjunginya. Di Rotterdam, Hatta kerap membeli buku dan majalah dari toko buku bernama De Westerboekhandel.
Pada satu kesempatan saat Hatta pergi ke Hamburg, ia menyempatkan mampir dan membeli buku dari toko buku Otto Misser. Di toko ini, Hatta membeli banyak buku yang setelah disusun di rak tempat tinggalnya, panjang barisan buku itu hampir 1 meter.
Sebagai seorang intelektual, tak kurang sudah puluhan bahkan ratusan buku yang lahir dari pemikiran Hatta. Maryono dalam "Bung Hatta, Proklamator, Ilmuwan, Penulis, dan Karya-karyanya: Sebuah Analisis Bio-Bibliometrik" yang terbit pada Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi (Vol. IX, No. 2, 2015), menyebut bahwa sepanjang hidupnya, Hatta telah menghasilkan 163 karya yang terdiri dari 159 buku dan 4 artikel jurnal. Jumlah itu sudah termasuk dengan artikel-artikel lain yang sudah disatukan menjadi buku dan naskah-naskah pidato yang juga kemudian dibukukan.
Maryono secara lebih rinci menulis artikel-artikel yang dibukukan tersebut. Artikel-artikel yang ditulis oleh Hatta kemudian dibukukan menjadi 4 jilid buku Daulat Ra’jat. Kumpulan karangan yang ditulis Hatta menghasilkan 5 jilid kumpulan karangan. Sementara kumpulan pidato, menghasilkan 4 jilid kumpulan pidato.
Dari ratusan buku itu, beragam tema pernah ditulis oleh Hatta. Mulai dari filsafat, agama, sejarah, dan yang paling banyak adalah mengenai ilmu-ilmu sosial yang di dalamnya mencakup ekonomi dan politik.
Beberapa Karya
Seperti telah ditulis sebelumnya, buku-buku karya Hatta terdiri dari berbagai tema. Beberapa di antaranya Alam Pikiran Yunani, Demokrasi Kita, Ajaran Marx atau Kepintaran Sang Murid Membeo, Mendayung antara Dua Karang, dan Untuk Negeriku sebuah Otobiografi.
Buku tulisan Hatta yang pertama kali terbit adalah Alam Pikiran Yunani. Buku ini merupakan hasil buah pikirnya selama masa pengasingannya di Boven Digul tahun 1935. Tujuannya menulis buku yang berisi mengenai pengetahuan filsafat dari para tokoh filsuf Yunani ini adalah untuk meluaskan dan mempertajam pemikiran, serta untuk menerangkan pikiran dan penetapan hati. Buku ini dijadikan mas kawin oleh Hatta saat menikahi Siti Rahmiati.
"Adapun mas kawinnya hanyalah buku Alam Pikiran Yunani. Tidak ada mas kawin berupa uang atau perhiasan lainnya," seperti yang tertulis dalam Bung Hatta Kita, dalam Pandangan Masyarakat (1982).
Selanjutnya, dalam buku Demokrasi Kita, Hatta memaparkan pandangannya mengenai demokrasi di Indonesia yang saat itu tidak berjalan dengan baik. Buku ini sekaligus menjadi kritik bagi pemerintahan Presiden Sukarno.
Demokrasi Kita sebenarnya merupakan terbitan ulang dari kritik-kritik Hatta di majalah Panji Masyarakat (1960). Tulisan-tulisan Hatta ini sempat membuat Panji Masyarakat diberedel oleh Sukarno.
Selanjutnya ada buku Mendayung antara Dua Karang yang isinya hingga sekarang menjadi dasar politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Buku ini merupakan pidato yang sempat dibacakan oleh Hatta pada sidang Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP), September 1948. Menurut Hatta, di tengah kondisi politik dunia yang saat itu mulai terbelah antara Blok Barat dan Blok Timur, Indonesia harus bisa aktif dan menentukan nasibnya sendiri.
Lalu buku Ajaran Marx atau Kepintaran Sang Murid Membeo. Buku ini merupakan tulisan Hatta yang pernah dimuat dalam majalah Nationale Commentaren tahun 1940, yang merupakan majalah mingguan berbahasa Belanda.
Sementara itu buku Untuk Negeriku, Sebuah Otobiografi merupakan buku yang terdiri dari tiga jilid yang sebelumnya pernah diterbitkan dengan judul Mohammad Hatta: Memoir pada 1979.
Penulis: Omar Mohtar
Editor: Irfan Teguh Pribadi